Hal
KATA
PENGANTAR ....................................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................
ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C.
Tujuan ......................................................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................................
2
A.
Definisi Pengadaan Bahan
Non-Buku.........................................................................
2
B.
Macam-Macam Bahan
Non-Buku...............................................................................
3
C.
Pemanfaatan Bahan
Non-Buku ................................................................................... 6
D.
Cara Pengadaan Bahan
Non-Buku.............................................................................7
BAB
III PENUTUP............................................................................................................
8
A.
Simpulan.......................................................................................................................
8
B.
Saran.............................................................................................................................
8
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................
9
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
awalnya, perhatian perpustakaan lebih banyak dicurahkan pada bahan pustaka
tercetak, seperti buku dan terbitan berseri. Adanya perkembangan teknologi di
bidang media informasi, merupakan tantangan bagi pustakawan untuk sanggup
menangani bahan non-buku. Pustakawan wajib menerima tanggungjawab ini karena
mereka harus memikirkan pula hasil imajinasi, intelektual, dan semangat manusia
dalam berbagai bentuk, baik cetak maupun noncetak.
Penggunaan
bahan non-buku pada zaman dahulu hanya sebagai alat bantu pendidikan, tetapi
sekarang tidak hanya sebagai alat bantu melainkan juga merupakan sarana
kebutuhan individual yang mendasar. Sebagai contoh penggunaan bahan non-buku di
sekolah dasar, antara lain sebagai alat peraga dalam pelajaran, misalnya
penggunaan bola dunia untuk pelajaran ilmu bumi. Di sekolah lanjutan
menggunakan rekaman suara, video atau penggunaaan laboratorium bahasa.
Di
era digital dan virtual telah berkembang pula bahan pustaka dalam bentuk
digital yang dikenal dengan e-books, e-journals, yang sudah ditawarkan oleh
beberapa provider maupun penerbit.
Untuk itu, perpustakaan perlu mendukung dengan cara melengkapi koleksinya
dengan bahan non-buku dalam segala bentuk dan jumlah yang cukup memadai.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa definisi dari
pengadaan bahan non-buku?
2.
Apa saja macam-macam
bahan non-buku?
3.
Bagaimanakah pemanfaatan
bahan non-buku?
4.
Bagaimanakah cara pengadaan
bahan non buku?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi
dari pengadaan bahan non-buku
2.
Untuk mengetahui apa saja
macam-macam bahan non-buku
3.
Untuk mengetahui
bagaimana pemanfaatan bahan non buku
4.
Untuk mengetahui
bagaimana cara pengadaan bahan non buku
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pengadaan Bahan Non-Buku
Bahan non-buku merupakan bahan
pustaka yang perlu penanganan secara khusus dalam pengelolaannya mulai dari
pemilihan, pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pelayanannya.
Ada beberapa kriteria umum yang
harus dipertimbangkan dalam melakukan seleksi bahan nonbuku, yaitu :
1.
Kualitas isi
- Kualitas
teknis
- Kualitas
fisik
- Produsen/distributor
Pada prinsipnya cara pengadaan bahan non-buku sama
dengan pengadaan bahan pustaka lainnya. Hal yang berbeda adalah prosedur
pengadaan bahan pandang dengar terbitan luar negeri terutama rekaman video,
film, dan rekaman sejenisnya harus mendapat pernyataan izin dari Departemen
Luar Negeri dan lulus sensor dari Badan Sensor Film. Seperti halnya bahan
pustaka lainnya, pengadaan bahan non-buku bisa dilakukan dengan cara pembelian,
pertukaran, dan mendapatkannya sebagai hadiah.
Beberapa cara pemesanan yang dipakai oleh perpustakaan
khusus dan besar, yaitu dengan cara berikut :
1. Approval Plan, yaitu suatu perjanjian antara
perpustakaan dengan penyalur yang mengizinkan penyalur secara otomatis mengirim
suatu copy bahan-bahan pustaka yang ia miliki dari subjek
tertentu atau bahan pustaka khusus kepada perpustakaan. Perpustakaan diizinkan
untuk mengevaluasi bahan pustaka tersebut dalam jangka waktu tertentu untuk
dibeli, dan mengembalikan bahan pustaka yang tidak terpilih.
2.
Blanket
Order, dalam sistem ini perpustakaan tidak berhak untuk mengembalikan bahan
pustaka yang telah dikirim. Untuk sistem ini, potongan harga yang diberikan
cukup besar.
3.
Standing
Order, merupakan salah satu sistem blanket
order, di mana penyalur mengirimkan sejumlah bahan pustaka yang sangat terbatas
kepada perpustakaan untuk dibeli. Sistem ini biasanya dikerjakan oleh penerbit
tertentu yang mempunyai spesialisasi khusus.[1]
B.
Macam-Macam
Bahan Non-BuKu
Dalam
Librarian’s Glossary and Reference Book dijelaskan,
yang termasuk ke dalam kategori bahan pustaka yang tidak termasuk ke dalam
definisi buku, majalah atau pamflet dan perlu penangan secara khusus. Berbagai
macam jenis bahan non-buku yang lazim terdapat di perpustakaan.[2]
1. Rekaman
Suara
Dalam
Anglo-American Cataloguing Rules edisi
ke-2, yang termasuk ke dalam bahan pustaka ini adalah rekaman suara dalam
berbagai bentuk, misalnya piringan hitam, pita (dalam bentuk gulungan, kaset, cartridge), piono rools, rekaman suara atas film. Dengan adanya perkembangan
teknologi, saat ini rekaman suara banyak terdapat dalam bentuk compact disc (CD).
2. Gambar
Hidup (Film dan Rekaman Video)
a.
Film
Film
adalah gambar hidup yang merupakan perkembangan dari gambar biasa. Film
tersebut diproyeksikan secara mekanis melalui lensa proyektor, dan pada layar
terlihat gambar hidup.
Adapun
keunggulan dari film antara lain:
1) Film
lebih baik dari segi warna, lebar layar dan ketajaman gambar.
2) Proyektor
dan ukuran film 16 mm merupakan standar dan tersedia di mana-mana.
3) Proyektor
dan kamera film merupakan peralatan mekanik dan elektronik yang lebih mudah
pemeliharaanya daripada perekam dan kamera video.
b. Rekaman
Video
Rekaman
video adalah istilah umum yang mencakup semua bentuk video, diantarnya yang
berbentuk kaset video, gulungan video, dan piringan video (video disc). Video ini merupakan gambar hidup yang dapat dilihat
melalui televisi. Pada umumnya rekaman video banyak dipasarkan dalam bentuk
kaset video karena lebih murah dan praktis dalam pemakainnya.
Adapun
keunggulan dari rekaman video antara lain:
1) Rekaman
video tidak sensitif terhadap cahaya dibandigkan dengan film dan penggunaanya
lebih mudah.
2) Sebuah
film perlu diproses terlebih dahulu di laboratorium film, sedangkan rekaman
video tidak.
3) Rekaman
video bisa langsung ditonton setelah direkam sehingga dapat langsung diketahui
hasilnya.
4) Ongkos
pembuatan rekaman video lebih murah daripada film.
5) Suara
dan gambar lebih mudah direkam secara bersamaan daripada di film.
6) Setelah
pengeditan gambar dan suara selesai, rekaman video siap untuk langsung
digunakan.
3. Bahan
Grafika
Anglo-American Cataloguing Rule 2 (AACR2)
mendefinisikan bahan grafika sebagai bahan tak tembus cahaya atau buram. Jika
dilihat dari bentuk penyajiannya, terdapat jenis bahan pustaka yang dapat
dilihat langsung, seperti karya seni asli (lukisan asli) dan reproduksi, foto,
gambar teknik, dan bahan pustaka yang harus diproyeksikan menggunakan peralatan
optik.
Adapun
yang termasuk ke dalam bahan grafika antara lain; gambar, bagan, flipchart, filmstrip, flashcard,
karya seni asli, karya seni cetak, reproduksi, foto, kartu pos, poster, study print, slide, stereograf, transparansi.
4. Bahan
Kartografi
Bahan
kartografi adalah semua karya yang merupakan representasi grafika dari bumi,
bagian bumi, matahari, bulan, planet-planet, dan badan-badan luar angkasa
lainnya. Bahan pustaka ini dapat berbentuk peta dua dimensi atau tiga dimensi,
peta ruang angkasa, atlas, bola dunia, foto udara, dan sebagainya.
Bahan
kartografi yang umum terdapat di perpustakaan adalah peta, atlas dan bola dunia
(globe). Bahan pustaka tersebut
sangat berguna untuk mengetahui tempat dan lokasi suatu alamat daerah yang
dicari. Sering kali suatu atlas yang lengkap memuat tentang keterangan cuaca,
penduduk, penghasilan, keadaan jalan dan sarana perhubungan.[3]
5. Bentuk
Mikro
Bentuk mikro adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menunjukkan suatu dokumen yang menggunakan media film dan
tidak dapat dibaca tanpa menggunakan alat bantu yaitu microreader. Bentuk mikro adalah koleksi perpustakaan
yang merupakan alih media dari buku ke dalam mikro seperti mikro film dan mikro
fice. Mikro film pada umumnya berbentuk rol dan mikro fice berbentuk lembaran.
Ada 3 macam bentuk mikro yang sering menjadi koleksi perpustakaan yaitu:
a.
Mokrofilm
Bentuk mikro dalam gulungan film ukurannya 16 mm, dan
35 mm.
b.
Mikrofice
Bentuk mikro
dalam lembaran film dengan ukurannya 105 mm x 148 mm, dan 75 mm x 125 mm.
c.
Mikropaque
Bentuk mikro
dimana informasinya dicetak kedalam kertas.[4]
6. Sumber
Daya Elektronik
Dengan
adanya perkembangan teknologi informasi maka informasin dapat dituangkan ke
dalam media elektronik. Bahan pustaka yang termasuk ke dalam jenis ini dikenal
dengan istilah sumber daya elektronik. Dari segi isinya, terdapat beberapa
jenis sebagai berikut:
a.
Full
text
Dari
jenis-jenis utama sumber daya elektronik, sekarang ini full text adalah yang paling menantang dan penuh dengan
pilihan-pilihan. Jika dilihat dari formatnya, materi full text, tersedia dalam tiga format, yaitu:
1) Online
2) CD-ROM
3) Tercetak
b.
Musik
Musik
dalam bentuk terekam tersedia di internet, tetapi hampir tidak ada untuk not
musik.
c.
Bahan-bahan rujukan
“tradisional”
Bibliografi,
indeks, abstrak, dan daftar isi adalah jenis-jenis materi rujukan tradisonal.
d.
Perangkat lunak (software)
Tidak
banyak perpustakaan yang secara aktif mengumpulkan perangkat lunak karena
masalah hak cipta dan kesulitan dalam mepertahankan integritas perangkat lunak
itu. Walaupun mungkin untuk mengumpulkan berbagai sistem operasi, sedikit
perpustakaan yang mempertahankan koleksi program-program tersebut untuk
dimanfaatkan oleh publik.
C.
Pemanfaatan
Bahan Non-Buku
Dewasa
ini pola kebutuhan media informasi mulai berubah dari buku menjadi berbagi
jenis media. Bahan non-buku ini merupakan alat yang paling baik untuk
menyebarkan informasi. Dengan adanya perubahan pola ini maka perpustakaan perlu
menyesuaikan koleksinya sesuia dengan perkembangan teknologi, yaitu dengan
menyediakan sumber daya informasi dalam berbagai format atau bentuk.
Pada
mulanya penggunaan bahan non-buku hanya sebagai alat bantu pendidikan saja,
tetapi sekarang bahan non-buku tidak hanya sekedar sebagai alat bantu melainkan
juga merupakan sarana kebutuhan belajar secara individu yang sangat mendasar.
Ada
beberapa alasan kenapa perpustakaan dalam hal pengembangan koleksinya harus
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi. Menurut Purawijaya,
penyesuaian itu mempunyai tujuan dan kepentingan tertentu karean bahan non-buku
merupakan:
1. Sarana
yang memperlancar komunikasi informasi.
2. Sarana
pembangkit semangat untuk mengetahui atau mengerjakan sesuatu yang lebih baik.
3. Sarana
yang dapat memperkuat daya ingat manusia.
4. Sarana
yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan praktis.
Di Indonesia bahan
non-buku belum dimanfaatkan secara maksimal. Ada yang menganggap bahwa bahan
non-buku terutama bahan pandang dengar adalah sarana hiburan semata. Hal ini
merupakan suatu tantangan bagi pustakawan dalam menyediakan informasi dalam
berbagai bentuk karena tugas perpustakaan adalah memberikan informasi yang tepat, dalam waktu yang cepat kepada pengguna yang
memerlukannya. Pemanfaatan bahan non-buku di beberapa perpustakaan di
Indonesia, di antaranya:[5]
1. Perpustakaan
Nasional, telah mengoleksi dokumen dalam bentuk mikro. Tujuan awalnya adalah
untuk melestarikan dokumen yang hampir rusak. Koleksi yang dimiliki
Perpustakaan Nasional terdiri dari mikrofilm dan mikrofis, dan sebagai alat
bantu bacanya disediakan microreader.
2. PDII-LIPI
(Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia),
memiliki koleksi bentuk mikro yang mencakup
tesis, disertasi dan majalah Indonesia.
3. Perpustakaan
Perguruan Tinggi dan Perpustakaan Khusus, saat ini telah banyak menyediakan
bahan pustaka dalam bentuk digital, seperti CD-ROM, e-book, e-journal, yang
dikenal dengan e-collections, dan pada
umumnya telah menyediakan layanan tersebut.
4. Perpustakaan
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, telah melakukan pengembangan koleksi
disertasi dalam bentuk mikro mengenai bahasa dan sastra. Di samping itu,
tersedia pula sejumlah bahan pandang dengar yang berupa pita-pita rekaman yang
berisi informasi tulisan-tulisan ataupun buku-buku referensi beserta
perlengakapannnya.
D.
Cara Pengadaan Bahan
Nonbuku
Pada prinsipnya cara pengadaan bahan non
buku sama dengan cara dalam pengadaan bahan pustaka lainnya. Seperti halnya
dengan bahan pustaka lainnya, pengadaan bahan nonbuku bisa dilakukan dengan
cara pembelian, pertukaran, dan mendapatkannya sebagai hadiah.
Dalam
materi ini tidak akan dibahas lagi cara pengadaan secara terperinci karena pada
prinsipnya proses pengadaan tersebut sama. Berikut ini akan dijelaskan cara
pemesanan beberapa jenis bahan non buku, diantaranya adalah berikut ini.
1.
Rekaman suara
Pembelian
piringan hitam, pita kaset maupun dalam bentuk compact disc (CD) bisa dilakukan
melalui jobber ataupun langsung ke produsen atau distributor karena lebih
menguntungkan daripada membeli melalui penyalur lokal. Beberapa produsen
menyalurkan sistem standing order, dengan penawaran potongan yang besar. Untuk
mencari alamat penerbit dapat dilihat pada sarana alat bantu seleksi.
2. Film
dan rekaman video
Biasanya
film mempunyai copy preview untuk dievaluasi oleh staff perpustakaan sebelum
membeli. Film bisa dibeli, disewa, atau dikontrak dari distributor yang telah
membeli film dari produsen. Hal ini tergantung dari kebijakan dalam
pengembangan koleksi apakah film perlu diadakan atau hanya menyewa saja.
Demikian pula halnya dengan rekaman video. Kadang-kadang pembelian kaset video
langsung dari produsen atau distributor, tetapi toko buku biasanya juga
menyediakan video kaset.
3. Bentuk
mikro
Penerbit
dokumen dalam bentuk mikro ada yang bersifat komersial, misalnya xerox dan
adapula yang nonkomersial, misalnya museum dan perpustakaan. jenis dokumen
dalam bentuk mikro biasanya adalah buku, majalah, terbitan pemerintah, tesis,
disertasi, dan surat kabar. Pembelian bentuk mikro tidak berbeda dengan pembelian
buku. Di indonesia yang telah memproduksi dan menerima pesanan adalah PDII-LIPI
4. Bahan
kartografi
Pembelian
peta atau jenis lainnnya bisa dilakukan melalui penerbit maupun distributor. Di
indonesia lembaga pemerintah yang membuat peta adalah Badan koordinasi survei
dan pemetaan nasional (BAKORSURTANAL).
5. Sumber
daya elektronik
Saat
ini terdapat banyak bahan pustaka dalam bentuk elektronik. Seperti jurnal dalam
bentuk CD ataupun jurnal online yang hanya bisa diakses melalui internet. Cara
pembeliannya sama dengan cara pembelian buku dalam bentuk tercetak atau jurnal
lainnya, yaitu bisa melalui toko buku, penerbit ataupun jobber.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari penjelasan di
atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bahan non-buku merupakan bahan
pustaka yang perlu penanganan secara khusus dalam pengelolaannya mulai dari
pemilihan, pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan pelayanannya.
Berbagai macam
jenis bahan non-buku diantaranya; rekaman suara, gambar hidup, bahan grafika,
bahan kartografi, bentuk mikro, sumber daya elektronik.
Bahan
non-buku ini merupakan alat yang paling baik untuk menyebarkan informasi.
Dengan adanya perubahan pola ini maka perpustakaan perlu menyesuaikan
koleksinya sesuia dengan perkembangan teknologi, yaitu dengan menyediakan
sumber daya informasi dalam berbagai format atau bentuk. Bahan non-buku tidak
hanya sekedar sebagai alat bantu melainkan juga merupakan sarana kebutuhan
belajar secara individu yang sangat mendasar.
B.
Saran
Sebaiknya
pengadaan bahan non-buku bisa dimanfaatkan dengan maksimal terutama di
Indonesia guna melestarikan bahan buku atau dokumen yang rusak dan dialih
mediakan ke dalam bentuk non-buku.
DAFTAR PUSTAKA
https://pujihastuti.blogspot.com/2012/03/pengadaan-bahan-nonbuku.html
, Diakses pada 16 Mei 2020.
Murnahayati. (2018). Pengadaan Bahan Pustaka Pada
Perpustakaan Fakultas Syariah Uin Imam Bonjol Padang. Jurnal
Imam Bonjol: Kajian Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Vol 2, No 1, 59.
Yulia, Yuyu, Janti Gristinawati Sujana. 2009. Pengembangan
Koleksi. Jakarta: Universitas Terbuka.
[1] https://pujihastuti.blogspot.com/2012/03/pengadaan-bahan-nonbuku.html , Diakses pada 16 Mei 2020
[2] Yuyu Yulia dan Janti Gristinawati Sujana. Pengembangan Koleksi. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.
7.3-7.5.
[3] Yuyu Yulia dan Janti Gristinawati Sujana. Pengembangan Koleksi. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.
7.9.
[4] Murnahayati.
(2018). Pengadaan Bahan Pustaka
Pada Perpustakaan Fakultas Syariah Uin Imam Bonjol Padang. Jurnal Imam Bonjol:
Kajian Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Vol 2, No 1, 59.
[5] Yuyu Yulia dan Janti Gristinawati Sujana. Pengembangan Koleksi. (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm.
7.13-7.15.
informasi sangat bermanfaat/a>
ReplyDelete