PSIKOLOGI DAN ORGANISASI
PERPUSTAKAAN
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
2
MAYALIANA
MUHAMMAD
RIZKY
TASSYA
RAMAYANI
KELAS:
JIP II
PRODI ILMU PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA MEDAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta
karunia-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat
pada waktunya. Dan tak lupa shalawat berangkaikan salam kami hadiahkankan
kepada unjungan nabi besar Muhammad SAW.
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Psikologi
Perpustakaan pada semester II yang berjudul “Psikologi dan Organisasi
Perpustakaan” diharapkan makalah ini akan dapat menambah pengetahuan seta
wawasan pembaca.
Mungkin
dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan di dalamnya, maka dari itu kami
harapkan kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan
menjadi lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 19 Maret 2019
Disusun oleh
Kelompok 2
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang ..................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................................
1
C.
Tujuan
.................................................................................................................. 1
BAB
II PSIKOLOGI DAN ORGANISASI PERPUSTAKAAN
A.
Struktur
Perpustakaan .......................................................................................... 3
B.
Manajemen
Perpustakaan .................................................................................... 5
C.
Interaksi
dalam Perpustakaan .............................................................................. 6
D.
Budaya
Organisasi Perpustakaan ......................................................................... 7
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan
.......................................................................................................... 11
B.
Saran
.................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pustakawan
pasti berinteraksi dengan orang lain. Sebagai bagaian dari organisasi, seorang
pustakawan harus dapat bekerja sama dengan atasan, bawahan serta rekan-rekan
kerjanya. Pustakawan juga harus berhubungan dengan pihak-pihak di luar
organisasi, seperti penerbit, toko buku, sesama pustakawan, ataupu pihak-pihak
lain. Selain itu juga pustakawan akan berinteraksi dengan pemakai perpustakaan.
Pustakawan harus memberikan contoh penerapan
psikologi dalam organisasi perpustakaan dan pusat informasi untuk meningkatkan
layanan perpustakaan bagi pemakai.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
fungsi psikologi dalam organisasi perpustakaan?
2.
Bagaimana
struktur sebuah perpustakaan?
3.
Bagaimana
manajemen sebuah perpustakaan?
4.
Bagaimana
interaksi dalam perpustakaan?
5.
Apakah
budaya organisasi perpustakaan?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui fungsi psikologi dalam organisasi perpustakaan.
2.
Untuk
mengetahui struktur sebuah perpustakaan
3.
Untuk
mengetahui manajemen perpustakaan
4.
Untuk
mengetahui interaksi dalam perpustakaan
5.
Untuk
mengetahui budaya organisasi perpustakaan
BAB II
PSIKOLOGI DAN ORGANISASI
PERPUSTAKAAN
Psikologi
merupakan isi kejiwaan dari individu yang berperan penting dalam kelangsungan
sebuah organisasi yang terdiri dari kumpulan berbagai individu. Di perpustakaan
misalnya, terdapat berbagai komponen atau struktur organisasi yang pada
masing-masing posisi ada yang bertanggung jawab. Karakter orang yang memegang
posisi ini sangat menentukan apakah orang ini memiliki kejiwaan yang bagus
dalam melaksanakan tugasnya atau tidak. Hal ini juga akan nampak ketika terjadi
interaksi antara satu dengan yang lainnya. Hubungan atasan dan bawahan,
pimpinan dengan staf, atau pun antar pustakawan sendiri tidak lepas dari unsur
kejiwaan.
Dengan
mengenali pribadi atau kejiwaan satu orang dengan yang lainnya dalam sebuah
organisasi, akan mempermudah para pengambil keputusan untuk menentukan arah
organisasi, sehingga organisasi menjadi ruang gerak atau tempat aktivitas yang
menyenangkan.
Ada
dua pendekatan psikologi yang mungkin dapat menjadi wacana bagi keharmonisan
hubungan dalam tubuh organisasi, misalnya:
Pertama,
psikologi pembawaan atau psikologi Navistik.
Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri dari beberapa faktor yang dibawa sejak
lahir yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan terpenting adalah pikiran,
perasaan dan kehendak yang masing-masing terbagi lagi ke dalam beberapa jenis
pembawaan yang lebih kecil. Yang perlu disadari adalah bahwa tingkah laku atau
aktivitas jiwa ditentukan oleh pemawaan ini. Tentu saja teori ini diterapkan
dalam sebuah organisasi, diperlukan kesadaran sikap seluruh anggota yang
berbeda-beda. Dan ini baik, ketika perbedaan ini mampu dikoordinasikan dan
menempati bidang sesuai dengan keahlian dan kemampuannya masing-masing.
Kedua,
psikologi asosiasi atau psikologi Empirik.
Disini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir.
Jiwa, menurut teori ini berisi ide-ide yang didapatkan dari panca indera dan
saling diasosiasikan satu sama lain melalui
prinsip-prinsip kesamaan, kontras, dan kelangsungan.
Sangat
penting suatu psikologi dalam menjaga kelangsungan suatu organisasi, sebab di
dalam organisai terdiri dari orang-orang yang memiliki beragam watak, karakter,
maupun sifat dan sikapnya. Belum lagi faktor itu dikaitkan dengan dengan
tingkat usia atau status sosial. Misalnya saja status perkawinan. Hal ini
sedikit banyak berpengaruh terhadap kondisi psikologi anggota suatu organisasi.
Menurut Hariyadi (2006:60) seorang profesional yang berstatus perkawinan telah
menikah cenderung mengalami tingkat emosi yang lebih baik[1].
A.
Struktur
Organisasi Perpustakaan
Setiap
perpustakaan merupakan sebuah organisasi, baik yang berdiri sendiri maupun
bagian dari organisasi yang mengkoordinasikan kegiatan perpustakaan.
Perpustakaan yang berdiri sendiri biasanya adalah perpustakaan besar dalam
pengertian koleksinya banyak, ruang lingkup layanannya luas, dan dana yang
dimilikinya besar. Perpustakaan seperti ini tentu mempunyai struktur
organisasi. Misalnya perpustakaan kabupaten atau kota, perpustakaan provinsi,
perpustakaan universitas, dan perpustakaan nasional. Sementara yang dapat
digabungkan dengan lembaga induknya atau merupakan bagian dari suatu organisasi
adalah perpustakaan yang kecil contohnya perpustakaan sekolah.
Sebuah
perpustakaan seperti perpustakaan nasional, badan perpustakaan provinsi, dan
perpustakaan perguruan tinggi, tentu memiliki volume pekerjaan yang besar
karena harus melayani masyarakat yang cukup luas.
Struktur organisasi
merupakan bentuk atau figur yang akan menggambarkan beberapa hal (Sutarno, 2005:57)
dimana disebutkan sebagai berikut:
1.
Formasi
Jabatan
Yaitu
pos-pos jabatan yang harus diisi dengan orang-orang yang tepat diberikan
batasan ruang lingkup pekerjaan. Misalnya, kepala, deputi, bagian, subbagian,
seksi. Formasi jabatan tersebut harus diisi secara profesional dan disesuaikan
dengan kemampuan dan keprofesionalan personil. Dengan demikian, diharapkan
tidak adanya rangkap pekerjaan atau hal-hal yang tercecer tak tertangani
sebagaimana mestinya
2.
Garis
Komunikasi Perintah dan Laporan, dan Kerja Sama
Dalam
organisasi yang sehat jalannya arus komunikasi tidak hanya satu arah, tetapi
paling tidak ada dua arah, yaitu perintah dan laporan. Disamping itu, juga
digambarkan bentuk jaringan kerjasama antarsama masing-masing satuan tugas dan
gugus tugas. Komunikasi yang lancar akan berpengaruh terhadapa kelancaran
pelaksanaan tugas dan meminimalisasi hambatan yang terjadi. Oleh karena itu,
suatu sistem informasi manajemen di dalam perpustakaan perlu dikembangkan
dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami.
3.
Tugas,
Wewenang, dan Tanggung Jawab
Salah
satu prinsip organisasi adalah pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab.
Dasar pemikirannya adalah jika pekerjaan mampu dikerjakan oleh satu orang atau
satu bidang saja, tentu tidak perlu membentuk organisasi. Tetapi jika pekerjaan
membutuhkan orang lain dan membutuhkan manajemen dan koordinasi, diperlukan
organisasi yang didalamnya ada pembagian tugas., wewenang, dan tanggung jawab.
Namun demikian kesemua itu harus ditunjang oleh fasilitas yang diperlukan, dan
dilandasi asas keadilan. Sehingga satu orang atau bagian tidak iri dengan orang
atau bagian lain. Tidak terkecuali perpustakaan yang merupakan satu unit kerja,
didalamnya harus ada koordinasi yang mengarah pada pembagian tugas, wewenang,
dan tanggung jawab.
4.
Kebutuhan
Pegawai
Sebuah
perpustakaan yang sehat harus diisi dengan pegawai yang memadai dan memenuhi
semua kriteria yang dipersyaratkan. Pegawai-pegawai tersebut untuk mengisi
seluruh informasi dan menjalankan semua tugas adn fungsinya masing-masing.
Jadi, pengisian pegawai ini tergantung pada kebutuhan dan informasi yang
tersedia
5.
Komponen
Pengurusan Perpustakaan
Komponen
yang diperlukan untuk mengisi struktur organisasi perpustakaan yang paling
urgen mencakup hal sebagai berikut:
a. Kepala
atau pemimpin perpustakaan dan pemimpin unit kerja di dalamnya.
b. Pustakawan
yang ada pada instansi pemerintahan atau PNS disebut sebagai pejabat fungsional
pustakawan, sedangkan pada lembaga swasta cukup disebut pustakawan.
c. Pegawai
pelaksana teknis kepustakawanan untuk membantu pustakawan.
d. Pegawai
tata usaha atau kesekretariatana atau administrasi.
Tugas
dan kegiatan perpustakan dikelompokkan dan dibagikan kepada keempat struktur
jabatan tersebut. Hal itu berlakuuntuk semua jenis perpustakan. Sementara
volume, jumlah, dan jenis kegiatan dan pekerjaan sangat tergantung kepada besar
atau kecilnya sebuah perpustakaan dalam arti bagi perpustakaan yang kecil
memerlukan struktur organisasi yang kecil dan tugas-tugas pekerjaannya
disesuaikan dengan kebutuhannya. Dalam hal ini, dapat diambil sebuah contoh
perpustakaan sekolah. Mungkin dalam suatu perpustakaan sekolah pekerjaan dapat
dilakukan oleh dua atau tiga orang saja, karena biasanya koleksi yang ada
terbatas pada buku-buku pelajaran dan fiksi yang tidak banyak, kapasitasnya
kecil, begitu juga pemustakanya tidak banyak. Maka keempat kelompok jabatan
tersebut dapat dikembangkan.
Untuk kegiatan kesekretariatan di
perpustakaan umum kabupaten atau kota dikelompokkan kedalam bidang atau bagian
kepegawaian, bagian keuangan, bagian perlengkapan, bagian kerumahtanggan, dan
lain sebagainya. Selanjutnya tiap-tiap bagian dapat dibagi lagi kedalam seksi,
subseksi, subbagian dan seterusnya. Layanan dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, antara lain layanan anak-anak, layanan remaja dan dewasa, layanan
referensi, layanan sirkulasi, layanan keliling, layanan bercerita, promosi
pemasyarakatan, administrasi keanggotaan dan lain sebagainya.[2]
B.
Manajemen
Perpustakaan
Manajemen
dalam perpustakaan sangatlah penting untuk dilakukan agar koleksi dalam
perpustakaan tidak berantakan dan dapat dengan mudah para pengguna untuk
menemukan koleksi yang ia butuhkan.
a.
Pengertian
manajemen perpustakaan
Manajemen
perpustakaan merupakan upaya pencapaian tujuan dengan pemanfaatan sumber daya
manusia, informasi, sistem dan sumber dana dengan tetap memperhatikan fungsi
manajemen, peran dan keahlian. Untuk dapat mencapai tujuan perlu sumber daya
manusia dan non manusia berupa sumber dana, teknik, fisik, perlengkapan,
informasi, ide, peraturan dan teknologi. Sumber daya tersebut di kelola melalui
proses menejemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan
pengawasan yang di harapkan mampu mengeluarkan produk berupa barang dan jasa.
Manajemen
perpustakaan pada dasarnya adalah proses mengoptimalkan kontribusi manusia,
material, dan anggaran untuk mencapai tujuan perpustakaan. Kemudian dalam
pengertian lain disebutkan bahwa manajemen perpustakaan merupakan suatu proses
pengelolaan dan pengoptimalan sumber daya manusia (pustakawan) dalam rangka
mencapai tujuan perpustakaan yang di dasarkan pada prinsip-prinsip organisasi
perpustakaan.
b.
Konsep
dasar manajemen perpustakaan
Manajemen
dalam perpustakaan bukan sekedar kegiatan menyusun buku-buku di rak, akan
tetapi lebih dari itu, sangat komplex, berkelanjutan, dan selalu berubah. Jadi,
manajemen merupakan sebuah proses yang memfokuskan pada memperhatikan kegiatan
dari hari-kehari. Kegiatan menejemen adalah kegiatan yang mencerminkan adanya
sebuah sistem, terkait dan terdiri dari beberapa asfek atau faktor yang
mendukung. Beberapa faktor yang dapat di temui dalam sebuah proses manajemen di
antaranya adalah:
1. Kebijakan
dan prosedur adalah cara bagaimana kegiatan dan aksi-aksi dapat
mengimplementasikan sebuah rencana dan menjalankan sebuah kebijakan sesuai
dengan prosedur.
2. Manajemen
koleksi adalah bahan pustaka yang di kumpulkan, di kelola, dan di olah dengan
sebuah sistem tertentu.
3. Pendanaan
dan pengadaan adalah faktor paling pentimg untuk pengembangan perpustakaan
berupa uang atau material yang berhubungan dengan pengadaan di perpustakaan
yang meliputi pengadaan koleksi, fasilitas, ruangan, alat dan lain sebagainya.
4. Manajemen
fasilitas adalah sarana pendukung perpustakaan yang harus nyaman, terbuka, dan
mudah bagi pengguna.
5. Sumber
daya manusia adalah orang yang mengelola perpustakaan dan memiliki kompetensi
di bidang perpustakaan.
6. Perencanaan
adalah program yang akan di lakukan utuk memajukan sebuah perpustakaan dan menentukan
sejauh mana perpustakaan dapat berjalan dengan baik.[3]
C.
Interaksi
dalam Perpustakaan
Interaksi
adalah hubungan timbal balik antara satu orang dengan yang lainnya. Jembatan
untuk terjadinya interaksi adalah komunikasi. Peranan komunikasi dalam
hubungannya dengan kegiatan berinteraksi antara satu orang dengan orang lain,
atau antara kelompok satu dengan kelompok lain adalah suatu proses yang tidak
dapat diraba dan sifatnya dinamis dan mudah berubah. Peranan orang yang
kompeten di bidang ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Tanggung jawab utama
dapat setidaknya satu masalah terselesaikan. Salah satu yang layak dikatakan
sebagai ahli komunikasi adalah pustakawan, sebab untuk menjadi pustakawan yang
profesional juga memiliki tuntutan kompetensi dalam berkomunikasi. Apabila ahli
komunikasi dan informasi tidak mau bertugas sesuai tanggung jawab profesinya,
kesenjangan antara berbagai peristiwa serta perkembangan dalam berbagai bidang
kehidupan dengan oerseosi di kalangan masyarakat, akan semakin lebar.
Karenanya, ahli komunikasi dan informasi diharapkan memiliki kemampuan dalam
memberikan layanan kepada masyarakat, membuat mekanisme yang memberikan peluang
dan kemungkinan bagi individu dan masyarakat untuk mampu mengadakan konsultasi
dan kerjasama dalam kepentingan publik serta memberikan layanan yang dapat
menghubungkan publik memperoleh informasi dengan mudah, cepat dan akurat.
Interaksi seorang pustakawan kepada
pemakainya merupakan pelayanan personal yang berarti cara dimana layanan
diberikan. Hal ini merupakan bagian yang paling terlihat dari operasional
perpustakaan dan sering kali menjadi bagian paling depan penilaian apakah
perpustakaan itu baik atau sebaliknya. Artinya juga seorang pustakawan bukan
tugas yang mudah dan banyak rintangan. Betapa tidak, ketika antara pelayanan
yang diharapkan pemustaka dan pelayanan yang diberikan pustakawan tidak match maka terjadi kesenjangan.
Menjadi
pustakawan profesional tentu tidak mudah
untuk berinteraksi. Meskipun dirasakan cukup sederhana tetapi membutuhkan
proses yang panjang untuk terjadinya persamaan yang memiliki daya tarik antara
satu dengan yang lain, konteksnya adalah antara user atau pengguna dengan
pustakawan. Dalam psikologi dikatakan bahwa persamaan yang mempengaruhi daya
tarik antara pribadi adalah:
1. Kesamaan
sikap, yaitu kecendrungan seseorangan menyukai orang lain yang memiliki sikap
yang sama.
2. Daya
tarik fisik, yaitu menunjukkan bahwa daya tarik fisik sangat mempengaruhi kesan
pertama. Setelah daya tarik fisik muncul determinan lain seperti kecerdasan,
ciri-ciri kepribadian tertentu, pendidikan dan lain-lain.
3. Respon
afektif pada orang lain, yaitu perasaan orang lain terhadap kita ternyata
mempunyai kekuatan yang cukup besar.
4. Situasi
dan konsisi yang ada, yaitu jarak fisik. Kedekatan fisik telah terbukti telah
mempengaruhi kemungkinan terjadinya persahabatan di antara dua individu.[4]
D.
Budaya
Organisasi Perpustakaan
Berikut
merupakan penjelasan-penjelasan budaya organisasi dalam sebuah perpustakaan
meliputi pengertian budaya organisasi, karakteristik dan fungsi budaya
organisasi.
a)
Pengertian
Budaya Organisasi
Penggunaan
istilah budaya organissi dengan mengacu pada budaya yang berlaku dalam sebuah
lembaga. Budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah
lama berlaku, disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman perilaku dan pemecahan masalah-masalah dalam sebauh organisasi. [5]Budaya
organisasi sebagai sebuah paradigma dalam konteks budaya kerja, memiliki
beberapa elemen yang saling berkaitan. Edgar Schein (1997), mengemukakan
beberapa elemen budaya organisasi sebagai berikut
a.
Artifacts
(Keyakinan-Keyakinan)
Merupakan
hal-hal yang dapat dilihat, didengar, dirasakan, jika sesorang berhubungan
dengan sebuah kelompok baru dengan budaya yang tidak dikenalnya. Artifacts
termasuk struktur organisasi dan proses yang tampak, seperti produk, jasa, dan
tingkah laku anggota kelompok.
b. Values (Nilai-Nilai)
Yaitu alasan-alasan tentang mengapa orang
berkorban demi apa yang dikerjakan. Budaya sebagian besar organisasi dapat
melacak nilai-nilai yang didukung kembali kepenemu budaya. Meliputi strategi,
sasaran, dan filosofi.
c. Assumption (Asumsi)
Yaitu keyakinan yang dianggap sudah ada
oleh anggota suatu organisasi. Budaya menetapkan cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu di organisasi, seringkali melalui asumsi yang tidak diucapkan
namun anggota organisasi meyakini ketepatan tindakan tersebut.
b) Karakteristik
Budaya Organisasi
Suatu organisasi akan menjadi pusat
perhatian yang besar dari masyarakat bila memiliki kekhasan. Tidak terkecuali
perpustakaan, ia akan menjadi rujukan bagi penggunanya bila memiliki ciri khas
yang berbeda dengan perpustakaan lainnya. Karenanya, sebenarnya budaya
organisasi ini merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Suatu organisasi
akan memiliki
ciri
khas yang positif, bila setidaknya memiliki unsur karakter budayasebagaimna
disebutkan Surya Dharma dan Haedar Akib (2004:25)
sebagai
berikut :
1.
Identitas Anggota
Dimaksudkan disini bahwa derajat dimana
pekerjaan lebih mengindentifikasi organisasi secara menyeluruh daripada dengan
tipe pekerjaan atau bidang keahlian profesionalnya.
2.
Penekanan kelompok
Derajat dimana aktivitas tugas lebih
diorganisir untuk seluruh kelompok dari pada individu. Kegiatan organisasi ini
bedasarkankepentingan kelompok.
3.
Fokus orang
Derajat dimana keputusan manajemen
memperhatikan dampak luaran yang dihasilkan terhadap pekerjaan dalam
organisasi, dengan kata lain bahwa nilai manfaat untuk orang lain perlu
dipertimbangkan sebagai efek dari kerja organisasi.
4.
Penyatuan unit
Derajat dimana unit-unit dalam organisasi
didorong agar berfungsi dengan cara yang terorganisasi atau bebas. Ini
selayaknya dilakukan oleh organisasi sebagai bentuk pelaksanaan visi-misinya.
Jadi memaksimalkan perbedaan menjadi sebuah kesatuan kerja yang terpadu.
5.
Pengendalian
Yaitu
derajat dimana peraturan, regulasi dan pengendalian langsung digunakan untuk
mengawasi dan pengendalian perilaku pekerja. Dengannya pekerja akan disiplin
dalam tugas, tanggung jawab dalam bekerja dan melakukan pekerjaannya dengan
penuh keseriusan dan bekerja dengan senang hati dan bukan keterpaksaan.
6.
Toleransi resiko
Toleransi resiko disini dipahami sebagai
derajat dimana pekerja didorong untuk agresif, kreatif, inovatif dan mau
mengambil resiko. Ini dibutuhkan kematangan pemikiran dalam bekerja. Tidak
hanya sekedar duduk dan mengerjakan pekerjaan rutin, melainkan mampu membuat
terobosan-terobasan baru, mampu menghasilkankan ide-ide kreatif untuk menunjang
penyelesaiantugasnya. Niscaya secara keseluruhan, organisasi akan menjadi lebih
solid dan berkembang.
7.
Kriteria ganjaran
Kriteria ganjaran ini dipahami sebagai
derajat dimana ganjaran seperti peningkatan pembayaran dan promosi lebih
dialokasikan menurut kinerja pekerja daripada senioritas, favoritisme atau
faktor non pekerja lainnya.
8.
Toleransi konflik
Toleransi ini dipahami sebagai derajat
dimana pekerja didorong dan diarahkan untuk menunjukkan konflik dan kritik
secara terbuka. Ini sebagai media dalam menentukan kebijakan organisasi.
Pegawai dalam konteks ini disyaratkan pegawai yang cerdas, mampu mengambil
solusi pada saat terjadi konflik, serta organisasi ini tetap menjadi pelindung
yang nyaman bagi masyarakat.
9.
Orientasi sarana-tujuan
Derajat ini dimaksudkan sebagai derajat
dimana manajemen lebih terfokus pada hasil atau luaran dari teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai luaran tersebut.
10.
Fokus pada sistem terbuka
Karakteristik yang akan terbentuk
selanjutnya adalah derajat dimana organisasi memonitor dan merespon perubahan
dalam lingkungan eksternal. Ini dimaksudkan bahwa perpustakaan semestinya
memberikan ruang terbuka bagi staff untuk melakukan evaluasi dan sekaligus
kritik terhadap jalannya organisasi sekaligus memberikan solusi terhadap
permasalah yang sedang dihadapi perpustakaan.[6]
c). Fungsi budaya organisasi
Dari sisi fungsi, budaya
organisasi mempunyai beberapa fungsi. Pertama, budaya mempunya peran pembeda.
Hal itu berati bahwa budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan yang lain. Kedua, budaya organisasi membawa suatu rasa
identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga, budaya organisasi
mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesatu yang lebih luas dari pada
kepentingan diri individual. Keempat, budaya organisasi meningkatkan kemantapan
sistem sosial (Robbins, 2001). [7]
Dengan demikian fungsi budaya
organisasi perpustakaan adalah sebagai perekat sosial dalam mempersatukan
anggota-anggota dalam mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuan
atau nilai-nilai yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para sumber daya
masyarakat dalam sebuah perpustakaan. Hal ini dapat berfungsi pula sebagai
kontrol atau pengendalian atas perilaku para pustakawan dan seluruh staff di
perpustakaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi
merupakan isi kejiwaan dari individu yang berperan penting dalam kelangsungan
sebuah organisasi yang terdiri dari kumpulan berbagai individu. Dengan mengenali pribadi atau kejiwaan
satu orang dengan yang lainnya dalam sebuah organisasi, akan mempermudah para
pengambil keputusan untuk menentukan arah organisasi, sehingga organisasi
menjadi ruang gerak atau tempat aktivitas yang menyenangkan. Struktur organisasi merupakan bentuk atau
figur yang akan menggambarkan beberapa hal. Manajemen perpustakaan merupakan
upaya pencapaian tujuan dengan pemanfaatan sumber daya manusia, informasi,
sistem dan sumber dana dengan tetap memperhatikan fungsi manajemen, peran dan
keahlian. Interaksi adalah hubungan
timbal balik antara satu orang dengan yang lainnya. Jembatan untuk terjadinya
interaksi adalah komunikasi. Budaya
organisasi dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai,
keyakinan-keyakinan, asumsi-asumsi, atau norma-norma yang telah lama berlaku,
disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman
perilaku dan pemecahan masalah-masalah dalam sebauh organisasi.
B. Saran
Sesuai kesimpulan yang di atas sebaiknya kita sebagai calon pustakawan
harus mengerti dan memahami bagaimana psikologi atau kejiwaan dari individu
yang ada di perpustakaan baik pengunjung ataupun staff yang ada di
perpustakaan. Agar kita dapat menjadi seorang pustakawan yang profesional dan
kompeten karena juga mampu untuk memahami bagaimana sikologi yang ada di
perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudirman
Anwar, dkk. 2019. Manajemen Perpustakaan.
Riau: Indragiri.
Sutrisno,
Edy. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta:
Kencana
Suwarno,
Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: Sagung Seto.
Wiji Suwarno, Pustakawan
dan Budaya Perpustakaan...,
Vol. 6. No.1 tahun 2014
[1] Wiji Suwarno, Psikologi Perpustakaan,
(Sagung Seto: Jakarta, 2009), hlm. 49
[2] Ibid, hlm. 43
[3] Sudirman Anwar, dkk, Manajemen
Perpustakaan, (Indragiri: Riau, 2019), hlm.11
[4] Wiji Suwarno, Psikologi
Perpustakaan, (Sagung Seto: Jakarta, 2009), hlm. 59
[5] Edy Sutrisno, Budaya Organisasi,
(Kencana: Jakarta, 2010), hlm. 2
[6] Wiji
Suwarno, Pustakawan
dan Budaya Perpustakaan..., Vol. 6. No.1 tahun 2014, hlm. 98
[7] Edy Sutrisno, Budaya Organisasi, (Kencana: Jakarta,
2010), hlm. 10-11
No comments:
Post a Comment