PENYIMPANGAN TEOLOGI ISLAM
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR .......................................................................................................
DAFTAR
ISI.......................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN ..................................................................................................
A.
Latar Belakang ............................................................................................................
B.
Rumusan Masalah .......................................................................................................
C.
Tujuan .........................................................................................................................
BAB
II PENYIMPANGAN TEOLOGI ISLAM................................................................
A.
BAB
III PENUTUP............................................................................................................
A.
Simpulan.......................................................................................................................
B.
Saran.............................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia adalah makhluk terakhir ciptaan
Allah, karena itu jika dibanding dengan makhluk-makhluk lain manusia adalah
makhluk paling bungsu. Sebagai makhluk paling bungsu, manusia merupakan makhluk
yang paling sempurna dan paling mulia bahkan diangkat menjadi wakil (khalifah)
Allah di muka bumi.
Karena itu, bertauhid atau mengesakan
Allahh secara terus menerus dalam pikiran, hati, ucapan dan perbuatan adalah
sesuatu yang diwajibkan Tuhan kepada umat manusia melebihi dari makhluk-makhluk
yang lain. Dan seiring dengan itu, manusia merupakan makhluk-makhluk yang kelak
akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat tentang perjalanan hidupnya di
dunia, apakah mengamalkan tauhid tersebut atau tidak dan atau malah melakukan
hal-hal yang menyalahi tauhid.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
penyimpangan teologi Islam beserta contoh?
2. Bagaimana
pembagian tauhid dan penyimpangan-penyimpangannya?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana penyimpangan teologi Islam beserta contoh
2. Untuk
mengetahui bagaimana pembagian tauhid dan penyimpangan-pentimpangannya
BAB
II
PENYIMPANGAN
TEOLOGI ISLAM
A.
Penyimpangan
Teologi Islam Beserta Contoh
Teologi islam adalah
ajaran tentang Tuhan menurut agama islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad
Saw yang bersumber dari alquran dan hadits, yaitu mengajak umat manusia untuk
Meng-Esa-Kan Allah Swt.
Adapun beberapa contoh
penyimpangan teologi Islam diantaranya:
1. Syirik
Syirik adalah lawan kata
dari tauhid. Jika tauhid merupakan pengesaan Allah dalam pikiran, hati, ucapan
dan perbuatan, maka syirik adalah menyekutukan Allah atau mengakui banyak
tauhid. Orang yang melakukan perbuatan syirik ini pada dasarnya mengakui adanya
Tuhan, tetapi perbuatan mereka menjadi
salah, mereka mengakui bahwa Tuhan itu lebih dari satu (bukan esa), atau
mungkin mereka mengakui Tuhan itu esa tetapi mereka juga mengakui adanya kekuatan lain yang sama
dengan Allah, sehinnga tidak sepenuhnya percaya akan keesaan dan kemahakuasaan
Allah.
Syirik dapat dibagi
kepada dua macam, yaitu: syirik yang nyata dan syirik yang tersembunyi. Syirik
nyata misalnya, apabila orang tersebut beribadah bukan kepada Allah, tetapi
pada kekuatan lain atau melakukan pemujaan dan memberikan sesajen kepada
tempat-tempat yang dianggap keramat seperti; kuburan, patung, pohon rindang dan
lain sebagainya. Sedangkan syirik tersembunyi apabila melakukan sesuatu
perbuatan ibadah tapi niatnya dalam hati hanyalah karena ingin pamer (riya).[1]
Jika syirik adalah
sesuatu perbuatan yang benar-benar menyalahi tauhid. Karena itu, Allah SWT
menegaskan bahwa dosa yang tidak terampuni oleh-Nya adalah dosa akibat
perbuatan syirik, seperti ditegaskan dalam surat An-Nisa, ayat 48:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ
ذَلِكَ لِمَن يَشَاء وَمَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikendaki-Nya, barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
2. Kafir
Kafir secara bahasa
berarti, menyembunyikan atau menutupi. Sedangkan menurut istilah kafir itu
ialah menolak kebenaran dari Allah yang disampaikan rasul-Nya. Menurut
pendekatan istilah, kafir itu dapat dibagi kepada empat macam, yaitu:[2]
a. Kafir
Ilahiyat
Kafir Ilahiyat disebut
juga Kafir Mulhid yang artinya adalah menolak kebenaran adanya Tuhan (atheist).
Menurut ajaran Islam, kafir mulhid adalah sikap yang sangat menyalahi tauhid,
sebab kebenaran utama yang disampaikan semua rasul adalah tentang mengesakan
Allah dan beribada kepada-Nya, seperti dijelaskan al-Quran dalam surat
Al-Anbiya ayat 25:
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seorang
rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
b. Kafir
Nubuwat
Kafir Nubuwat artinya
adalah menolak kebenaran atau tidak mengakui nabi dan rasul-rasul Allah. Mereka
mendustakan para nabi dan rasul sebagai pembawa kitab dan ajaran dari Allah untuk
menjadi petunjuk hidup bagi manusia. Seperti dijelaskan dalam surat An-Nahl
ayat 36:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا
اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ
مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ
كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus
Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “ Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah Thaghhut itu”, maka di antara
umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di
antaranya orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu
dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan
(rasul-rasul).
c. Kafir
Perintah
Kafir perintah artinya
adalah menolak melaksanakan atau dengan kata lain tidak mematuhi
perintah-perintah Allah. Orang ini bukan atheist, karena mereka mengakui
kebenaran adanya Allah dan juga mengakui kitab-kitab Allah yang dibawa oleh
para rasul, akan tetapi mereka tidak melaksanakan perintah-perintah Allah yang
dibawa oleh rasul tersebut.
d. Kafir
Nikmat
Kafir nikmat adalah sikap
menolak bahwa nikmat dan rezeki ynag dimilikinya merupakan pemberian Allah
tetapi diyakini mutlak sebagai hasil kerjanya atau hasil kepintarannya. Mereka
ini meyakini adanya Allah, meyakini kitabillah dan rasulullah, terkadang juga
mereka beribadah kepada Allah.
Sikap dan perubahan kafir
sangat menyalahi tauhid, maka orang-orang kafir oleh tauhid dipandang sebagai
seburuk-buruk makhluk yang kelak akan masuk neraka serta akan kenal di
dalamnya. Seperti dijelaskan dalam surat Al-Bayyinah ayat 6:
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ
فِى نَارِ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ شَرُّ ٱلْبَرِيَّةِ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang
kafir yakni ahli kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal
di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.
3. Munafik
Munafik adalah orang yang
lahiriahnya menampakkan sesuatu (ucapan, perbuatan atau sikap) yang
sesungguhnya bertentangan dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Ada
juga yang mendefinisikan munafik yaitu orang yang melahirkan keimanan dengan
mulutnya, tetapi ingkar (kafir) dalam hatinya. Atau orang yang lahiriahnya
menyatakan dirinya muslim sedangkan hatinya tidak sesuai lahiriahnya. Jelasnya munafik adalah orang yang tidak
menjadikan pikiran, hati, ucapan dan perbuatannya sebagai suatu kesatuan dalam
mengesakan Allah.
Karena itu, dalam
kehidupan sehari-hari orang munafik tersebut mungkin akan mengaku beriman
kepada Allah, bahkan dala hal-hal tertentu, nampak seperti berbuat atau
bertindak seoalah-olah beribadah kepada Allah, tetapi hatinya sesungguhnya
bahwa perbuatan itu dilakukan bukan untuk mengesakan Allah, bukan untuk
menghambakan diri (mengabdi) kepada Allah tetapi hanya untuk kepentingan
dirinya sendiri seperti ingin pamer kekayaan atau supaya dipuji khalayak ramai
atau untuk ingin menjadi orang terkenal.[3]
Orang munafik ini, baik
dari segi moral apalagi dari sudut pandang agama Islam sangatlah hina, baik di
dunia maupun di akhirat. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 145 yang
berbunyi:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن
تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا ﴿١٤٥﴾
Artinya: Sesungguhnya orang-orang munafik
itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu
sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
4. Murtad
Murtad adalah istilah
yang diberikan untuk mennyebut orang yang keluar dai Islam. Pada mulanya orang
ini beriman kepada Allah dan merupakan muslim, tetapi kemudia ia meninggalkan
keimanannya untuk selanjutnya beriman kepada selain Allah atau tidak beriman
sama sekali (atheist).
Bedanya dengan kafir,
kalau orang kafir memang sejak mulanya tidak beriman kepada Allah, sedangkan
murtad, sebelumnya beriman keapad Allah tetapi kemudian keluar dari iman itu.[4]
Apabila seoarang muslim
me jadi murtad, segala amala ibadah dan kebaikannya di dunia tidak
diperhitungkan lagi di akhirat, semuanya gugur akibat kemurtadannya itu,
seperti ditegaskan dalam al-Quran surat Al-Baqarah ayat 217 yang berbunyi:
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ
قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ
أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ
يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ
دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا
خَالِدُون
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang
berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa
besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah,
(menghalangi masuk) Masjidil haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya,
lebih besar (dosanya) di sisi Allah, dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya)
daripada membunuh mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka
(dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka
sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan
di akhirat, dan mereak itulah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”.
B.
Pembagian
Tauhid dan Penyimpangan-Penyimpangannya
1. Penyimpangan
tauhid rububiyah
Tauhid Ar-Rububiyyah,
adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-satunya Rabb. Makna Rabb
adalah Dzat yang Maha Menciptakan, yang Maha Memiliki dan Menguasai, serta Maha
Mengatur seluruh ciptaan-Nya.
Ayat-ayat yang
menunjukkan tauhid Ar-Rububiyyah sangat banyak, di antaranya:
اِنَّ رَبَّکُمُ اللّٰہُ
الَّذِیۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ فِیۡ سِتَّۃِ اَیَّامٍ ثُمَّ اسۡتَوٰی
عَلَی الۡعَرۡشِ ۟ یُغۡشِی الَّیۡلَ النَّہَارَ یَطۡلُبُہٗ حَثِیۡثًا ۙ وَّ
الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ وَ النُّجُوۡمَ مُسَخَّرٰتٍۭ بِاَمۡرِہٖ ؕ اَلَا لَہُ
الۡخَلۡقُ وَ الۡاَمۡرُ ؕ تَبٰرَکَ اللّٰہُ رَبُّ الۡعٰلَمِیۡن
Artinya: ”Sesungguhnya
Rabb kalian hanyalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam
hari, lalu Dia beristiwa` di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat. (Diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (semuanya) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, hak mencipta
dan memerintah hanyalah milik Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam.
[Al-A’raf: 54]
Kaum musyrikin Quraisy juga mengakui tauhid rububiyyah
berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla.
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ
مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ
لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۖ فَأَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ
Artinya: “Dan
Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit
dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab:
“Allah”, Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).”
[Al-’Ankabut: 61]
Dari ayat diatas bisa
disimpulkan bahwa kaum musyrikin mengakui bahwa hanya Allah-lah satu-satunya
Yang Maha Menciptakan, Maha Mengatur, dan Maha Memberi Rezeki.
Penyimpangan dalam tauhid
rububiyyah yaitu dengan meyakini adanya yang menciptakan, menguasai, dan
mengatur alam semesta ini selain Allah Azza
wa Jalla dalam hal yang hanya dimampui oleh Allah Azza wa Jalla. Seperti keyakinan bahwa penguasa dan pengatur Laut
Selatan adalah Nyi Roro Kidul. Ini suatu keyakinan yang bathil. Barangsiapa
meyakini bahwa penguasa dan pengatur laut selatan adalah Nyi Roro Kidul maka
dia telah berbuat syirik (menyekutukan Allah Azza wa Jalla) dalam Rububiyyah-Nya. Karena hanya Allah-lah Yang
Menguasai dan Mengatur alam semesta ini.
2. Penyimpangan
tauhid uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah
keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla adalah satu-satu-Nya Dzat yang berhak
diibadahi dengan penuh ketundukan, pengagungan, dan kecintaan. Dinamakan juga
dengan Tauhidul ’Ibadah atau Tauhidul ’Ubudiyyah, karena hamba wajib memurnikan
ibadahnya hanya kepada Allah Azza wa Jalla semata. Ayat-ayat Al-Qur`an yang
menunjukkan tauhid jenis ini sangat banyak, diantaranya:
”Beribadahlah kalian
hanya kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”
[An-Nisa`: 36]
Rabbul ’Alamin adalah satu-satu-Nya Dzat yang
berhak dan pantas untuk diibadahi. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla
memerintahkan umat manusia untuk beribadah hanya kepada-Nya, karena Dia adalah
Rabb. Termasuk juga Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada kaum musyrikin
arab, yang mengakui bahwa Allah Azza wa Jalla sebagai Rabb satu-satunya, untuk
mereka beribadah hanya kepada-Nya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
”Wahai umat manusia,
beribadahlah kalian kepada Rabb kalian.” [Al-Baqarah: 21]
Penyimpangan dalam tauhid
jenis ini yaitu dengan memalingkan ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla
seperti berdoa kepada kuburan atau ahli kubur, meminta pertolongan kepada jin,
meminta barokah kepada orang tertentu, menyandarkan nasibnya (bertawakkal) kepada
benda tertentu, seperti batu, jimat, cincin, keris, dan semacamnya. Karena do’a
dan tawakkal termasuk ibadah, maka harus ditujukan hanya kepada Allah Azza wa
Jalla semata.
3. Penyimpangan
tauhid asma` wa ash-shifat
Tauhid asma` wa
ash-shifat adalah keyakinan bahwa Allah Azza wa Jalla memiliki nama-nama yang
indah (al-asma`ul husna) dan sifat-sifat yang mulia sesuai dengan keagungan dan
kemuliaan-Nya, sebagaimana yang Allah Azza wa Jalla beritakan dalam Al-Qur`an,
atau sebagaimana yang diberitakan oleh Rasulullah dalam hadits-haditsnya yang shahih. Sekaligus
meyakini dan beriman bahwa tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah Azza
wa Jalla. Di antara sekian banyak ayat Al-Qur`an yang menunjukkan tauhid ini,
firman Allah Azza wa Jalla:
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا
الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖ ۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا
يَعْمَلُوْنَ ۖ ﴿الأعراف : ۱۸۰﴾
”Hanya milik Allah
al-asma`ul husna, maka berdo’alah kalian kepada-Nya dengan menyebutnya
(al-asma`ul husna) dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran
dalam (mengimani) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan.” [Al-A’raf: 180]
Allah Azza wa Jalla
berfirman:
”Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah
dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”[Asy
Syura: 11]
Penyimpangan
dalam tauhid Al-Asma’ wa Ash Shifat antara lain:
·
Tidak meyakini bahwa
Allah Azza wa Jalla mempunyai sifat-sifat yang sempurna tersebut. Padahal telah
disebutkan dalam Al-Qur’an atau dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
yang shahih.
·
Menyerupakan sifat-sifat
Allah Azza wa Jalla dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Padahal Allah Azza wa Jalla
telah berfiman (artinya): ”Tidak ada sesuatupun yang menyerupai Allah dan Dia
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” [Asy Syura: 11].
·
Menyelewengkan atau
menta’wil makna Al-Asma’ul Husna, yang berujung pada peniadaan sifat-sifat
Allah Azza wa Jalla.
·
Menentukan cara dari
sifat-sifat Allah Azza wa Jalla, yang bermuara pada penyerupaan dengan
makhluk-Nya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Teologi islam adalah
ajaran tentang Tuhan menurut agama islam yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad
Saw yang bersumber dari alquran dan hadits, yaitu mengajak umat manusia untuk
Meng-Esa-Kan Allah Swt. Beberapa contoh
penyimpangan teologi islam yaitu: syirik, kafir, munafik, dan murtad.
Pembagian
tauhid dan penyimpangannya: Penyimpangan tauhid rububiyah. Penyimpangan
dalam tauhid rububiyyah yaitu dengan meyakini adanya yang menciptakan,
menguasai, dan mengatur alam semesta ini selain Allah Azza wa Jalla dalam hal yang hanya dimampui oleh Allah Azza wa Jalla.
Penyimpangan
tauhid uluhiyah. Penyimpangan dalam tauhid jenis ini yaitu
dengan memalingkan ibadah kepada selain Allah Azza wa Jalla seperti berdoa
kepada kuburan atau ahli kubur, meminta pertolongan kepada jin, meminta barokah
kepada orang tertentu, menyandarkan nasibnya (bertawakkal) kepada benda
tertentu, seperti batu, jimat, cincin, keris, dan semacamnya.
Penyimpangan tauhid asma`
wa ash-shifat. Penyimpangan dalam tauhid
ini yaitu, tidak meyakini bahwa Allah Azza wa Jalla mempunyai sifat-sifat yang
sempurna. Menyerupakan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla dengan sifat-sifat
makhluk-Nya. Menyelewengkan atau menta’wil makna Al-Asma’ul Husna, yang
berujung pada peniadaan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla.
B.
Saran
Kami
sebagai pemakalah berharap dengan adanya makalah ini, dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca dalam memahami penyimpangan teologi islam, agar lebih
berhati-hati dalam memahami konteks penyimpangan dalam ilmu Tauhid.
DAFTAR
PUSTAKA
[1] Hadis Purba dan Salamuddin, Theologi
Islam: Ilmu Tauhid (Medan: Perdana Publishing, 2016), hlm. 162
[2] Ibid, hlm. 163-164
[3] Hadis Purba dan Salamuddin, Theologi Islam: Ilmu Tauhid (Medan: Perdana
Publishing, 2016), hlm. 165
[4] Ibid, hlm. 166
No comments:
Post a Comment