Thursday, 11 June 2020

MAKALAH SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF

SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF

              

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

A.      Latar Belakang ..............................................................................................  1

B.       Rumusan Masalah .........................................................................................  1

C.       Tujuan Penulisan ...........................................................................................  1

D.      Ruang Lingkup ..............................................................................................  2

BAB II SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF ...............................................  3

A.       Sejarah Perkembangan Tasawuf pada Zaman Yunani .................................  3

B.       Tasawuf Pada Abad Pertengahan................................................................... 6

C.       Sejarah Tasawuf pada Bangsa Arab Sebelum Islam .....................................  7

D.      Sejarah Tasawuf pada Bangsa Arab Setelah Islam .......................................  7

E.       Tasawuf Pada Zaman Baru (Barat)................................................................ 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13

A.      Simpulan......................................................................................................... 13

B.       Saran............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Tasawuf merupakan salah satu aspek Islam, sebagai perwujudan dari ihsan yang berarti kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog langsung seorang hamba dengan tuhan-Nya. Esensi tasawuf sebenarnya telah ada sejak masa kehidupan rasulullah saw, namun tasawuf sebenarnya sebagai ilmu keislaman adalah hasil kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti fiqih dan ilmu tauhid. Pada masa rasulullah belum dikenal istilah tasawuf, yang dikenal pada waktu itu hanyalah sebutan sahabat nabi.

Sebelum adanya aliran dalam istilah tasawuf memiliki beberapa faktor dan berbagai macam alirannya.

Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas tentang faktor faktor kemunculan aliran tasawuf.

 

B.      Rumusan Masalah

1.      Bagaimana sejarah perkembangan akhlak tasawuf pada zaman Yunani?

2.      Bagaimana akhlak tasawuf pada abad pertengahan?

3.      Bagaimana sejarah akhlak tasawuf pada bangsa arab sebelum islam?

4.      Bagaimana sejarah akhlak tasawuf pada bangsa arab setelah islam?

5.      Bagaimana sejarah akhlak tasawuf pada zaman baru (barat)?

 

C.     Tujuan

1.      Untuk mengetahui sejarah perkembangan akhlak tasawuf pada zaman Yunani

2.      Untuk mengetahui akhlak tasawuf pada abad pertengahan

3.      Untuk mengetahui sejarah akhlak tasawuf pada bangsa arab sebelum islam

4.      Untuk mengetahui sejarah akhlak tasawuf pada bangsa arab setelah islam

5.      Untuk mengetahui sejarah akhlak tasawuf pada zaman baru (barat)

 

D.     Ruang Lingkup

Makalah ini hanya membahas tentang, sejarah perkembangan akhlak pada zaman Yunani, akhlak tasawuf pada abad pertengahan, sejarah akhlak tasawuf pada bangsa arab sebelum islam, sejarah akhlak tasawuf setelah islam, sejarah akhlak tasawuf pada zaman baru (barat).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF

 

A.    Sejarah Perkembangan Akhlak Tasawuf Pada Zaman Yunani

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu dikalangan bangsa Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, karena pada masa itu perhatian mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.[1]

Adapun tokoh-tokoh pada zaman Yunani yang membicarakan tentang akhlak tasawuf, yaitu:[2]

1.      Tokoh-tokoh Sofistik (500-450 SM)

Para filsuf Yunani Kuno tidak banyak memperhatikan akhlak. Mereka lebih banyak menaruh perhatian terhadap alam. Hal itu terjadi sebelum kemunculan tokoh-tokoh Sofistik (500-450 SM). Mereka adalah ahli filsafat dan menjadi guru di beberapa negeri. Walaupun berbeda beda, pikiran, dan pendapat mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani untuk menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban mereka terhadapa tanah airnya.

Pandangan para tokoh Sofistik mengenai kewajiban ini memunculkan pandangan mengenai prinsip-prinsip akhlak yang diikuti dengan berbagai kecaman terhadap sebagian tradisi lama dan pelajaran-pelajaran yang diberikan generasi sebelumnya. Hal ini temtu membangkitkan kemarahan kaum konservatif.

2.      Socrates (469-399 SM)

Di antara sekian banyak ahli fikih Yunani yang menyingkapkan pengetahuan akhlak adalah Socrates (469-399 SM). Ia melakukan penyelidikan terhadap akhlak dan hubungan antarmanusia. Ia tidak menaruh minat terhadap alam dan benda-benda langit yang menjadi objek penyelidikan para filsuf Yunani sebelumnya. Ia menganggap bahwa menyelidiki objek-objek tersebut tidak berguna. Ia berpendapat bahwa yang seharusnya dipikirkan adalah tindakan-tindakan mengenai kehidupan. Atas dasar pemikirannya itu, terkenallah ungkapan “Socrates menurunkan filsafat dari langit ke bumi.”

Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antarmanusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa keutamaan itu terdapat pada ilmu. Tidak ditemukan pandangannya tentang tujuan akhir akhlak atau ukuran yang digunakan untuk menilai suatu perbuatan apakah baik atau buruk. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-sama disandarkan pada Socrates.

3.      Cynics dan Cyrenics

Cynics dan Cyrenics adalah para pengikut Socrates, tetapi ajaran keduanya bertolak belakang. Kelompok Cynics hidup pada tahun 444-370 SM. Di antara ajarannya adalah bahwa tuhan dibersihkan dari segala kebutuhan dan bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang memiliki perangai akhlak ketuhanan.

Adapun kelompok Cyrenics di pimpin Aristipus (435-356 SM) yang dilahirkan di Cyrena (Kota di Barkah) di Utara Afrika. Kelompok ini berpendapat bahwa mencari kelezatan dan menjauhi kepedihan adalah satu-satunya tujuan hidup yang benar. Suatu perbuatan di nilai utama apabila lebih banyak mendatangkan kelezatan daripada kepedihan.

4.      Plato (427-347 SM)

Plato adalah seorang filsuf dari Athena dan merupakan murid dari Socrates.. di antara karyanya yang terkenal berjudul Republic berisi dialog plato dengan lawan debatnya. Buah pikirannya tentang akhlak terselip di tengah buah pikirannya mengenai filsafat.

Pandangan plato mengenai akhlak didasarkan pada teori “model” (paradigma). Jelasnya, ia berpendapat bahwa dibalik alam ini ada alam rohani (alam ideal) sebagai contoh bagi alam konkret. Benda-benda konkrit itu merupakan gambaran tak sempurna yanng menyerupai model tersebut. Keterkaitan antara alam ideal dan alam konkrit ini dijelaskan plato melalui materi akhlak. Ia menjelaskan bahwa contoh keterkaitan ini terdapat pada kebaikan, yaitu arti mutlak, azali, kekal, dan sempurna. Manusia yang dekat dengan kebaikan akan memperoleh cahaya dan lebih dekat pada kesempurnaan. Untuk memahami gambaran ini diperlukan latihan jiwa dan akal. Oleh karena itu, hanya ahli pikirlah (ahli filsafat) yang mengetahui arti keutamaan dalam bentuknya yang baik.

5.      Aristoteles (394-322 SM)

Aristoteles adalah murid Plato yang membangun suatu paham khas. Pengikutnya diberi nama dengan “Paripatetics” karena Socrates memberikan pelajaran sambil berjalan atau karena ia memberikan pelajaran di tempat-tempat terbuka yang teduh.

6.      Agama Nasrani

Pada akhir ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu dapat mengubah pikiran manusia dan membawa pokok-pokok akhlak yang tercantum di dalam Taurat. Demikian juga, agama itu memberi pelajaran kepada manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi segala patokan yang harus kita pelihara dalam bentuk interaksi di antara kita. Tuhan-lah yang menjelaskan arti baik dan buruk. Baik menurut arti yang sebenarnya, adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan para filsuf di Yunani. Sebagian ajaran mereka sesuai ajaran para filsuf, Yunani, terutama Stoics. Tidak banyak perbedaan antara kedua kelompok ini dalam persoalan baik dan buruk. Perbedaan antara keduanya diantanya pada persoalan dorongan jiwa dalam melakukan perbuatan. Menurut para filsuf Yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik adalah ilmu pengetahuan atau kebijaksanaan, sedangkan menurut agama nasrani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik adalah cinta kepada Tuhan dan iman kepada-Nya.

Agama nasrani mendorong manusia bersungguh-sungguh mensucikan diri, baik pikiran maupun perbuatannya. Agama adalah roh yang mengendalikan badan dan syahwat. Oleh karena itu, sebagian pengikut agama ini menelantarkan badan, menghindari dunia, suka hidup zuhud, dan ibadah dalam kesendirian.

 

B.     Akhlak Tasawuf Pada Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa pada abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu, gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar. Oleh karena itu, tidak ada artinya lagi penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja asalkan tidak bertentangan tentang doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu, penggunaan filsafat tidak diperkenankan.

Sekalipun demikian, sebagian dari kalangan gereja mempergunakan pemikiran Plato, Aristoteles, dan Stoics untuk memperkuat ajaran gereja, dan mencocokkannya dengan akal. Adapun fisafat yang menentang agama nasrani dibuang jauh-jauh.

Dengan demikian, ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (1079-1142), seorang ahli filsafat Perancis dan Thomas Aquinas (1226-1274), seorang ahli filsafat agama berkebangsaan Italia.[3]

 

 

 

 

 

C.    Sejarah Akhlak Tasawuf Pada Bangsa Arab Sebelum Islam

Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagaimana bangsa Yunani (Zeno, Plato, dan Aristoteles). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada waktu itu mempunyai ahli-ahli hikamh dan syair-syair yang hikmah dan syairnya mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Luqman Al-Hakim, Aktsam bin Shaiifi, Zubin Abi Sulma, dan Hatim Ath-Tha’i.

Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki kadar pemikiran yang minimal pada bidang akhlak, pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya, walaupun nilai yang tercetus lewatt syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah yang diucapkan oleh filsuf-filsuf Yunani Kuno. Dalam syariat-syariat mereka tersebut sudah ada muatan-muatan akhlak.[4]

 

 

D.    Sejarah Akhlak Tasawuf Pada Bangsa Arab Setelah Islam

Islam datang mengajak manusia pada kepercayaan bahwa Allah SWT. adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Semua yang ada di dunia berasal dari-Nya. Dengan kekuasaan-Nya pula, alam dapat berjalan secara beraturan.

Sebagaimana halnya Allah SWT. telah menetapkan beberapa aturan yang harus diikuti, seperti kebenaran dan keadilan, juga menetapkan beberapa keburukan yang harus dihindari manusia, seperti dusta dan kezaliman. Allah SWT.berfirman:

 

 

 

                                                                                                                   

۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

 Artinya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An-Nahl [16]: 90)

 

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:                          

“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan kan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S. An-Nahl [16]: 97)[5]

 

Selain itu, agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntun umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini terkandung dalam ajaran Al-Qur`an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad SAW.

Al-Qur`an adalah sumber utama dan mata air yang memancarkan ajaran Islam. Hukum-hukum Islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan dapat dijumpai sumber aslinya di dalam Al-Qur`an. Allah SWT. berfirman:

إِنَّ هَٰذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ

“Sesungguhnya Al-Qur`an ini menunjukkan kepada jalan yang lebih lurus.” (Q.S. Al-Isra`[17]: 9)

 

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ

 

“Kami menurunkan Al-Qur`an kepadamu untuk menjelaskan sesuatu.” (Q.S.Al-Nahl[16]: 89)[6]

 

Dalam Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah guru terbesar dalam bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka buni ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kalli menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam Islam, masih terus diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori.[7]

Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bi Ibi Thalib. Ini berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan, setelah kepulangannya dari perang Shiffin. Di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajaran akhlak dan berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercemin pula dalam kitab Nahj al-Balaghah yang banyak dikutip oleh ulama Sunni, seperti Abu Ahmad binn ‘Abdillah Al-‘Askari dalamm kitabnya Az- Zawajir wa al- Mawa’izh.

Kedua, tokoh Islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Isma’il bin Mahran Abu An-Nashr As-Saukani, ulama abad ke-2 H. Ia menulis kitab Al-mu’min wa Al-Fajir, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dengan Islam. Setelah itu, dikenal tokoh-tokoh akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Ghifari, ‘ammar bbn Ysir, Nauval Al-Bakkali, dan Muhammad bin abu Bakr.

Ketiga, apada abad ke-3 H, Ja’far bin Ahmad Al-Qummi menulis kitab Al-Mani’at min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya ynag secara khhusus berbicara dalam bidang akhlak adalah:

1.      Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filsuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-Razi telah menulis karya dalam  bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan rohani). Buku ini menjelaskan kesehatan rohani dan penjagaanya. Kitab ini merupakan filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperaiki moral manusia.

2.      Pada abad ke-4 H, Ali bin Ahmad Al-Kufi menulis kitab Al-Adan dan Makarim Al-Akhlak. Pada abad ini dikenala pula tokoh Abu Nashr Al-Farabi yang melakukan penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga. Ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’il-nya, dan Ibnu Sina (370-428 H).

3.      Pada abad ke-5 H, Ibnu Maskawaih menulis kitab Tahdzib Al-akhlaq waTath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. kitab ini merupakan uraian suatu aliira akhlak yang sebagian materinya berasal dari konsep-konsep akhlak dari Plato dan Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum Islam serta diperkaya dengan pengalaman hidip penulis dan situsai zamannya.

4.      Pada abad ke-6 H, Warram bin Abi Al-Fawaris menilus kitab Tanbih Al-Khathir wa Nuzhah An-Nazhir.

5.      Pada bad ke-7 H, Syekh Khawajah Nashir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak An-Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Abad Al-Muta’allimin.

 

E.     Tasawuf pada Zaman Baru (Barat)

Pada pertengahan akhir abad ke-15, Eropa mulai bangkit. Para ilmuwan mulai menghidup suburkan filsafat Yunani Kuno. Para ahli bangsa Eropa termasuk Itali mulai meningkatkan kegiatan dalam bidang filsafat Yunani, ilmu pengetahuan dan tekhnologi tersebut.

Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empirik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama. Sumber akhlak yang semula ajaran al—kitab dan dogma kristiani dan khayalan mereka diganti dengan ajaran akhlak yang bersumber pada logika dan pengalaman empirik. Hal yang demikian pada gilirannya melahirkan apa yang disebut dengan etika dan moral yang berbasis pada pemikiran akal pikiran.

Banyak tokoh pemikir akhlak yang lahir pada abad baru ini. Di antaranya:[8]

1.      Descartes (1596-1650)

Di antara sekian tokoh Barat yang memerhatikan kajian akhlak adalah Descartes, filsuf dari Prancis. Ia telah meletakkan dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan filsafat, di antaranya:

a.         Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum     dipastikan nyata.

b.         Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang termudah lalu mengarah pada yang lebih kompleks.

c.         Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum di uji terlebih dahulu.

2.      John of Salisbury (1120-1180 M)

John of Salisbury adalah filsuf Inggris yang menghabiskan sekitar 12 tahun dari umur pertamanya di Paris yang pada waktu itu merupakan pusat studi filsafat, teologi, dan sastra.

John of Salisbury terkenal dengan uraiannya yang menjelaskan bahwa kekuatan spiritual berada di atas kekuatan  duniawi. Oleh karena itu, ia menjadi pendukung gereja, berbicara mewakili gereja, membela gereja, dan menyerang kekuasaan dunia dan menggambarkannya sebagai pengikut kekuasaan spiritual.

3.      Bentham (1748-1832) dan Stuart Mill (1806-1873)

Bentham dan Mill meemindahkan paham Epicurus ke dalam paham Utilitarianisme. Keduanya memindahkan paham Epicurus dari paham Egoitic Hedonisme ke dalam paham Universalistik Hedoisme. Paham keduanya tersiar luas di Eropa dan memberikan peran besar dalam pembentukkan hukum dan politik.

4.      Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer (1820-1903)

Green dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak. Di antara pemikiran akhlak Green adalah:

a.    Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat menghendaki sebab ia adalah pelaku moral.

b.    Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar diri, suatu reproduksi dari kesadaran diri yang abadi.

c.    Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang terakhir.

d.    Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan moral adalah yang memuaskan hasrat pelaku moral yang sesungguhnya adalah tujuan yang memiiliki nilai yang mutlak.

5.       Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Kant (1724-1831)

Di antara ilmuan Barat yang mempunyai pengaruh besar dalam bidang akhlak adalah Spinoza, Hegel, dan Kant.

Ethica yang merupakan karya utama Spinoza, di tulis dengan maksud untuk membantu mengurangi penderitaan orang-orang yang menganut suatu keyakinan. Karya ini bukan semata-mata karya filosofi, melainkan memiliki tujuan praktis: untuk mengajari pembacanya bahwa tuhan merupakan bagian dari penciptaan, bahwa semua hal yang eksis merupakan manipestasi dari tuhan termasuk umat manusia.

Sementara itu, Kant meyakini adanya kesusilaan. Berat etikanya adalah rasa kejiwaan (panggilan hati nurani), untuk melakukan sesuatu.

6.      Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798-1857)

Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis dari sensasionalisme ke arah spiritualime menurut pemikirannya sendiri. Ia mengajarkan bahwa dasar metafisika adalah pengamatan yang hati-hati dan analisis atas fakta-fakta tentang kehidupan yang sadar.

August Comte adalah seorang ilmuan Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia dikenal sebagai oraang pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah daalam ilmu sosial.

7.      Pasca Mill dan Spencer

Sejak Mill dan Spencer hingga sekarang, penelitian tentang akhlak yang hanya menjelaskan teori-teori sebagaimana diutarakan di atas. Dengan kata lain, belum ditemukan teori-teori lain.

BAB III

PENUTUP

 

A.    Simpulan

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu akhlak pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya apa yang disebut Sophisticians, yaitu orang-orang yang bijaksana (500-450 SM).

Ajaran akhlak yang lahir di Eropa pada abad pertengahan adalah ajaran akhlak yang dibangun dari perpaduan antara ajaran Yunani. Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagaimana bangsa Yunani (Zeno, Plato, dan Aristoteles). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya.

Islam datang mengajak manusia pada kepercayaan bahwa Allah SWT. adalah sumber segala sesuatu di seluruh alam. Semua yang ada di dunia berasal dari-Nya. Dengan kekuasaan-Nya pula, alam dapat berjalan secara beraturan.

Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empirik dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayal atau keyakinan yang terdapat dalam ajaran agama.

 

B.     Saran

Sebagai generasi muda bangsa Indonesia, kita harus mempelajari sejarah-sejarah Islam pada zaman dahulu. Karena, jika kita mengetahui sejarah, kita tahu bagaimana pengorbanan para ahli sejarah Islam yang memperjuangkan bangsanya. Dan kita sebagai mahasiswa dalam bidang ilmu perpustakaan, kita juga harus mempelajari dan mengetahui sejarah perkembangan Islam terdahulu agar kita tidak melupakan orang-orang terdahulu yang telah membangkitkan ajaran Islam di dunia agar menjadi pedoman atau panutan hidup kita.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Amin, Samsul Munir. 2015. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Nata, Abuddin. 2015. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



[1] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 50

[2] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 50-55

[3] Ibid, hlm. 56

[4] Ibid, hlm. 56-57

[5] Ibid, hlm. 57-58

[6] Abuddin Nata,  Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 58

[7] Rosihon Anwar, op. cit, hlm 58

[8] Ibid., hlm.60-65


No comments:

Post a Comment

TOKOH TASAWUF DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN A.     TOKOH TASAWUF DI INDONESIA Berikut merupakan beberapa tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia: 1.       Hamzah Fan...