PSIKOLOGI DAN GEDUNG PERPUSTAKAAN
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
………………………………………………………………... 1
b.
Rumusan Masalah
…………………………………………………………….. 1
c.
Tujuan …………………………………………………………………………. 1
BAB II PSIKOLOGI DAN GEDUNG
PERPUSTAKAAN
A. Definisi Desain dan Interior Gedung Perpustakaan.................................... 2
B. Psikologi Warna Dalam Perfomance Gedung
Perpustakaan...................... 4
C. Desain Gedung dan Pengaruhnya Terhadap
Psikologis............................. 6
D. Gedung Perpustakaan Khusus Difabel....................................................... 8
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
…………………………………………………………………….. 13
b. Saran..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gedung perpustakaan
merupakan sarana yang amat penting dalam penyelenggaraan perpustakaan. Dalam
gedung itulah segala aktivitas dan program perpustakaan dirancang dan
diselenggarakan. Pembangunan gedung perpustakaan perlu memperhatikan
faktor-faktor fungsional dari kegiatan perpustakaan. Memang secara umum gedung
perpustakaan sama dengan gedung lainnya, yang membedakan adalah gedung
perpustakaan merupakan sarana yang berfungsi sebagai fasilitas layanan, untuk
itu maka gedung perpustakaan harus memperhatikan kemudahan arus pergerakan
manusia sebagai pemustaka (user)
perpustakaan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi
desain dan interior gedung perpustakaan?
2. Bagaimana psikologi
warna dalam perfomence gedung perpustakaan?
3. Bagaimana desain
gedung dan pengaruhnya terhadap psikologi?
4. Bagaimana desain
gedung perpustakaan khusus difabel?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi desain dan interior
gedung perpustakaan.
2.
Untuk mengetahui psikologi warna dalam perfomence
gedung perpustakaan.
3.
Untuk mengetahui desain gedung dan pengaruhnya
terhadap psikologi.
4.
Untuk mengetahui desain gedung perpustakaan
khusus difabel.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Desain dan Interior Gedung
a. Pengertian Desain
Bila ingin berbicara
tentang desain biasanya dimulai dengan usaha memformulasikan pengertian tentang
desain, membuat defisi desain dan mencari arti desain. D.K.Ching mengemukakan
desain interior adalah sebuah perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam
di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan
nangungan dan lindungan, mempengaruhi bentuk aktifitas dan memenuhi aspirasi
kita dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita, di samping itu
desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati, dan kepribadian
kita. Oleh karena itu, tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan
fungsi, pengayaan estetitas dan peningkatan psikologi ruang interior.
b. Rancangan Gedung Perpustakaan
Dalam pembuatan nya, perancangan gedung
perpustakaan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1.
Perkembangan perpustakaan yang cepat menuntut
pikiran yang cermat atas daya tampung dan kemungkinan perluasan gedung
perpustakaan untuk masa kini maupun apa yang di proyeksikan dimasa depan. Bahan
pustaka yang sudah dibeli dan diputuskan untuk menjadi koleksi perpustakaan
perlu dipelihara terus sampai ada keputusan untuk dikeluarkan kembali. Masa
pakai koleksi perpustakaan di Indonesia, pada umumnya sangat panjang, bahkan
tidak jarang perpustakaan memutuskan untuk tetap memelihara dan merawat bahan
pustakayang menjadi koleksi perpustakaan meski usianya sudah puluhan bahkan
ratusan tahun. Kondisi seperti ini tentu memerlukan tempat yang juga harus
diperhitungkan dalam pembangunan gedung perpustakaan.
2.
Untuk membuat suatu gedung perpustakaan di
perlukan pengetahuan yang cukup tentang segala aspek yang merupakan ciri khas
gedung perpustakaanyang bersangkutan, baik aktivitas yang seharusnya dijalankan
maupun segi-segi teknologi yang telah masuk dalam dunia perpustakaan.
3.
Sifat-sifat khas masyarakat yang akan menggunakan
perpustakaan dengan unit-unit lain dalam instansi penaungnya menuntut
persyaratan-persyaratan khusus atas gedung perpustakaan.
Pendirian gedung
perpustakaan perlu mempertimbangkan pula tujuan yang telah ditetapkan serta
fungsi perpustakaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini maka tujuan
perpustakaan sangat dipengaruhi oleh lembaga induk dimana nantinya perpustakaan
bernaung. Lembaga induk sangat menentukan jenis perpustakaan. Jika lembaga
induk yang menangui sekolah maka jenis perpustakaan nya adalah perpustakaan
umu. Jenis perpustakaan juga sangat menentukan bentuk gedung atau ruang yang
dibutuhkan. Fungsi perpustakaan juga mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan dan
susunan ruangan yang di perlukan, karena menampung semua aktivitas perpustakaan
dengan kata lain bahwa perpustakaan-perpustakaan yang mempunyai tujuan dan
fungsi berbeda cenderung memiliki bentuk taat ruang atau gedung yang berbeda
pula.
Seiring dengan pengertian
tersebut, mengisyaratkan untuk membangun suatu gedung perpustakaan dan untuk
menghasilkan gedung yang baik dan fungsional harus mempertimbangkan unsur-unsur
berikut ini:
1.
Untuk apa perpustakaan itu didirikan?
2.
Apa fungsi dan program yang akan dikerjakan?
3.
Berapa jumlah tenaga yang dibutuhkan?
4.
Siapa saja yang akan dilayani oleh perpustakaan?
5.
Bahan-bahan pustaka, perlengkapan dan perabot apa
aja yang akan ditampung dalam gedung itu?
6.
Berapa anggaran yang tersedia untuk itu?
Apabila unsur-unsur
telah dirumuskan dengan cermat, barulah gedung, jumlah ruangan yang dibutuhkan
, dan tata ruang nya dapat di desain. Karena ruang perpustakaan mutlak
diperlukan sebagai variabel pertama yang berpengaruh pada jiwa perpustakaan itu
sendiri. Maka perlu di perhatikan bagaimana ruangan itu di desain. Tidak
sekedar ada gedung kemudian di tempati.
B. Psikologi Warna Dalam Perfomence Perpustakaan
Psikologi warna
dalam perpustakaan adalah sifat dan pengaruh suatu warna terhadap pengguna nya
dan lingkungan sekitar. Setiap warna memiliki arti dan kesan tertentu sesuai
persepsi pikiran orang yang melihatnya. Warna bisa menggambarkan suasana hati,
situasi keadaan, dan karakter seseorang. Arti warna dalam psikologi sebagai
berikut:
1.
Biru
Warna biru memaknai
ketenangan dan memberikan efek sejuk. Dalam dunia pekerjaan warna biru memiliki
arti keseriusan, profesional, dan kesan stabil dalam bekerja. Sehingga warna
biru sering dikaitkan dengan dunia bisnis. Warna biru terang memberikan efek
kepercayaan sedangkan warna biru gelap memberikan kesan cerdas bagi pengguna
nya.
2.
Abu-Abu
Warna abu-abu
memiliki arti ketidakpastian, samar-samar, tidak jelas. Tetapi warna abu-abu
juga dianggap sebagai warna yang teduh, menggambarkan ketenangan. Warna abu-abu
bisa dikatakan warna netral karena sering dikombinasikan dengan warna lain.
3.
Merah Muda
Warna merah muda
(pink) merupakan hasil pencampuran warna merah dan putih. Warna ini
melambangkan sifat yang feminim dan memberikan kesan santai.
4.
Hijau
Warna hijau adalah
warna alam yang memiliki arti kesuburan, sejuk, dan natural. Warna hijau bisa
menurunkan stress karena memberikan efek kesegaran dan ketenangan. Hijau juga
digunakan sebagai warna dalam bidang olahraga karena memiliki arti damai dan
sportifitas.
5.
Kuning
Warna kuning adalah warna
ceria yang menggambarkan suka cita, memberikan kesan terang mampu menarik
perhatian. Warna kuning mampu memancarkan kehangatan, memberikan inspirasi,
mendorong pengekspresian diri, dan kemampuan intelektual. Warna kuning secara
umum dapat mencampur makna kekeluargaan, persahabatan, keleluasaan, santai,
spontanitas, sosial, mendominasi, toleran, rasa ingin tahu, optimis dalam
cita-cita, percaya diri, memiliki kekuatan emosional, keramahan, kreatifitas,
imajinatif, kedermawanan, dan semangat yang tinggi.
6.
Ungu
Psikologi warna ungu
memiliki arti ambisius, independen, bijaksana, dan identik dengan kemewahan
selain itu, warna ungu juga mengartikan kelembutan pada perempuan. Ungu
merupakan warna yang unik karena jarang ditemukan di alam, warna ini
menggambarkan penghargaan yang besar dan kepekaan.
7.
Jingga
Warna jingga adalah
perpaduan warna merah dan kuning. Memberikan efek kehangatan, memiliki sifat
optimis, dan melambangkan kesenangan.
8.
Merah
Merah merupakan
warna yang paling berani, dan melambangkan kekuatan keinginan, semangat dalam
menggapai cita-cita. Selain itu, merah juga memberikan efek kesan hangat dinamis,
komunikatif, perhatian, dan beberapa pemahaman di dunia memaknai warna merah
sebagai warna yang menarik, seksi, dan melambangkan cinta.
9.
Coklat
Arti warna coklat
stabil, kuat, dan menunjukkan kesederhanaan. Warna coklat identik dengan alam,
sama hal nya dengan warna hijau, yang memberikan kehangatan, dan nyaman.
10. Putih
Putih memiliki hati
damai, suci, bersih, jujur, kesederhanaan.
11. Hitam
Warna hitam adalah
warna yang tegas kuat, menggambarkan suasana dramatis, kesan yang misterius,
emosional, keagungan, klasik dan elegan dalam kehidupan religi warna hitam
melambangkan suasana duka, atau diartikan tunduk kepada tuhan.
C. Desain Gedung dan Pengaruhnya Terhadap
Psikologi
a. Nilai Sebuah Ruanggan Perpustakaan
Ruangan perpustakaan
bukan sekedar sekat yang memisahkan ruang satu dengan ruang yang lainnya. Penataan
ruangan perpustakan perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan
berbagai aspek nya. Perpustakaan merupakan kegiataan yang berorientasi pada
pelayanan dalam bentuk jasa, dan orang yang datang memanfaatkan nya biasanya secara sukarela.
Untuk dapat memikat perhatian mereka agar mau datang ke perpustakaan, maka
salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang
menarik dan fungsional. Tentunya pandangan ini dilihat dari kepentingan pemakai
perpustakaan, sehingga maksud melayani pemustaka (user) dapat dilakukan secara optimal karena memang telah
mempertimbangkan kesesuaian fungsinya.
b. Aspek Penataan Ruangan
Agar menghasilkan
penataan ruangan perpustakaan yang optimal serta dapat menunjang kelancaran
tugas perpustakaan sebagai lembaga permberi jasa, sebaiknya pustakawan perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Aspek Fungsional
Artinya penataan
ruangan harus mampu mendukung kinerja perpustakaan secara keseluruhan baik bagi
petugas maupun bagi pemustaka. Penataan yang fungsional dapat tercipta jika
antar ruangan mempunyai hubungan yang fungsional danarus barang (bahan pustaka)
dan peralatan lainnya serta arus dan pergerakan pemustaka dapat mengalir dengan
lancar. Antar ruang saling mendukung sehingga betul-betul tercipta fungsi penataan
ruangan secara optimal.
b.
Aspek Psikologis Pemustaka
Artinya penataan
ruangan bisa memengaruhi aspek psikologis pemustaka. Dilihat dari aspek ini
tujuan penataan ruangan adalah agar pemustaka bisa nyaman, leluasa bergerak di
perpustakaan, dan merasa tenang. Kondisi ini dapat diciptakan melalui penataan
ruangan yang harmonis dan serasi, termasuk dalam hal penataan perabot
perpustakaan. Pilihan warna dinding juga dapat memengaruhi rasa senang. Karena
perpustakaan memerlukan suasana yang tenang, maka pilihan warna dasar ruangan
hendaknya tidak terlalu tajam dan mencolok. Warna netral sangat menunjang
suasana tenang di perpustakaan.
c.
Aspek Estetika
Keindahan penataan
ruangan salah satunya bisa melalui penataan ruang dan perabot yang digunakan.
Penataan ruangan yang serasi, bersih, bersih dan tenang bisa mempengaruhi
kenyamanan pemustaka untuk berlama-lama
berada di peprustakaan.
d.
Aspek Keamanan Bahan Pustaka
Keamanan bahan
pustaka bisa di kelompokkan dalam dua bagian, Pertama faktor keamanan bahan pustaka
akibat kerusakan secara alamiah, dan kedua faktor kerusakan terhadap manusia.
Penataan ruangan harus memperhatikan kedua faktor tersebut. Masuknya sinar
matahari dengan panas yang cukup tinggi secara langsung ke ruangan baik untuk
di hindari, apalagi langsung mengenai koleksi. Hal ini perlu di desain sesuai
dengan tingkat kebutuhan tersebut. Begitu pula desain untuk hal pengawasan yang
dapat mengantisipasi kerusakan karna faktor manusia.
Penataan ruangan
sebaiknya dihindari penataan ruangan yang tersekat-sekat mati dan menutup
pandangan. Kondisi semacam ini menyebabkan cepat timbulnya rasa bosan dan jenuh
bagi pengguna.
Perlu kiranya
mendesain ruangan yang baik agar ruang menjadi kondusif dan menunjang cita-cita
perpustakaan, yang berimplikasi pada kenyamanan dalam membaca, pengguna
menemukan saat-saat untuk bercanda, tertawa, dan berbagi di dalam perpustakaan
juga ditemukan warna emosi yang membenci tokoh-tokoh tidak adil, mencintai
pahlawan-pahlawan, dan di perpustakaan pula tumbuh loyalitas dan totalitas diri
dalam bersinggungan dengan orang lain.
Perpustakaan ada baiknya memiliki
ruang khusus, misalnya ruang khusus anak-anak. Ini adalah gerakan yang positif
yang perlu ditangkap oleh perpustakaan sebagai tuntutan perpustakaan yang
kreatif dan imajinatif. Selama ini perpustakaan menyediakan tempat baca khusus,
tetapi bukan ruangan khusus. Tempat baca khusus itu adalah seperti meja bundar
yang dipakai oleh sekelompok orang, meja tertutup dengan pembatas depan, kanan,
dan kiri sebagai tempat baca pribadi yang bertujuan meningkatkan kualitas
membaca bagi pengguna. Dan memang dari sebagian user yang berasumsi bahwa sekat
atau meja baca pribadi ini lebih nyaman untuk aktivitas membaca di bandingkan
meja yang terbuka menyangkut masalah noise atau gangguan dari luar, terutama
dari indera mata.
Kreativitas
mendesain ruang perpustakaan dapat diciptakan dengan membuat daftar user
kebutuhan, dan perlengkapan yang dibutuhkan. Cara ini akan menjadi solusi
desain ruangan perpustakaan yang kreatif. Mungkin dengan membawa anak ke
perpustakaan hakikat nya bukan anak yang masuk ke perpustakaan tetapi
perpustakaanlah yang masuk pada pemikiran dan jiwa anak. Kesan yang baik yang
menariknya perpustakaan akan berdampak kepada kesukaan anak terhadap
perpustakaan.
D. Gedung Perpustakaan Khusus Difabel
Perpustakaan
merupakan tempat mendapatkan informasi dan sarana belajar masyarakat yang
bersifat terbuka bagi semua kalangan. Untuk itu, sudah sewajarnya perpustakaan
seharusnya dapat diakses dan digunakan oleh semua oranag yang memiliki
kepentingan akan informasi. Dalam hal itu perpustakaan hendaknya dirancang
untuk diakses dan digunakan oleh setiap pemustaka yang memiliki kebutuhan
berbeda. Dengan demikian perpustakaan dapat menjalankan peran nya sebagai
sumber informasi yang terbuka bagi setiap kalangan.
Namun, secara
realitis dapat dinyatakan bahwa masih banyak perpustakaan yang tidak dapat
diakses secara universal, serta banyak sarana dan prasarana yang tidak dapat
digunakan oleh pemustaka yang memiliki kebutuhan berbeda. Akses yang tidak
tersedia bagi pemustaka yang menggunakan kursi roda, tunanetra, kaum lansia,
dan kebutuhan khusus lainnya serta berbagai sarana lain yang tidak dapat
digunakan karena tidak dirancang secara universal, masih tampak di berbagai
perpustakaan. Maka dari itu, dalam proses perancangan arsitektur perpustakaan
seharusnya diinventarisasi sarana apa saja yang dapat di akses (aksesibel) dan digunakan (disabel) oleh tiap pemustaka dengan
memerhatikan setiap kebutuhan yang berbeda.
Hal ini penting mengingat setiap pemustaka
memiliki hak yang sama dalam mengakses informasi di perpustakaan. Beberapa
sarana prasarana yang perlu diperhatikan dalam menyediakan aksebilitas bagi
pemustaka difabel sebagai berikut:
a.
Perpustakaan perlu menyediakan guiding block pada lingkungan atau jalan
masuk menuju perpustakaan bagi pemustaka tunanetra. Jalur ini menghubungkan
seluruh ruangan fasilitas yang ada dilingkungan perpustakaan, termasuk akses
menuju elavator dan tangga. Selain guiding block, perpustakaan perlu
menyediakan map bagi tunanetra yang berisi informasi yang berisi informasi
mengenai seluruh ruang di perpustakaan dalam huruf Braille. Keberadaan map pada bagian depan gedung perpustakaan
bermanfaat memberikan informasi bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan
visual untuk mengetahui informasi keberadaan ruangan yang akan mereka tuju.
b.
Penyediaan handrail di berbagai jalur sirkulasi.
c.
Pintu perpustakaan. Beberapa kiteria pintu
perpustakaan diantaranya:
1.
Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah di buka
dan ditutup oleh penyandang cacat.
2.
Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan
minimal 90cm, dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal
80cm.
3.
Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin
dihindari adanya ramp atau ketinggian
lantai.
4.
Jenis pintu yang penggunaanya tidak dianjurkan:
·
Pintu geser
·
Pintu yang berat yang sulit untuk dibuka/tutup.
·
Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.
·
Pintu yang terbuka kedua arah(dorong dan tarik).
·
Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit di
operasikan terutama bagi tunanetra.
5.
Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka
terhadap bahaya kebakaran.
6.
Hindari penggunaan bahan lantai yang licin
disekitar pintu.
7.
Alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar
pintu dapat menutup dengan sempurna karena pintu yang terbuka sebagian dapat
membahayakan penyandang cacat.
d.
Ramp yaitu jalur
sirkulasi yang memiliki bidang kemiringan tertentu sebagai alternatif bagi
orang yang tidak dapat menggunakan tangga/penyandang cacat. Beberapa kriteria
penyediaan ramp sebagai berikut:
1.
Kemiringan suatu remp didalam bangunan peprustakaan tidak boleh melebihi 7 derajat
perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp.
Sementara kemiringan suatu remp yang
ada di luar bangunan perpustakaan maksimum 6 derajat.
2.
Panjang mendatar dari suatu ramp (dengan kemiringan 7 derajat) tidak boleh lebih dari 900cm.
Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.
3.
Lebar minimum dari ramp adalah 95cm tanpa tepi
pengaman dan 136cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan
angkutan barang harus di pertimbangkan secara seksama lebarnya sehingga bisa
dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.
4.
Bordes (muka datar) pada
awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan
sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160cm.
5.
Permukaaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga
tidak licin baik di waktu hujan.
6.
Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10cm
dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar
dari jalur ramp. Apabila berbatasan
langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat
sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.
7.
Ramp harus di terangi
dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu pencahayaan di ramp jika kondisi cuaca gelap atau
perpustakaan membuka layanan hingga malam hari.
8.
Ramp harus dilengkapi
dengan pegangan rambatan (handrail)
yang dijamin kekuatan nya dengan ketinggian yang sesuai.
e.
Pemustaka difabel juga perlu diberikan
rambu-rambu jalan atau simbol-simbol agar menuju suatu ruangan
perpustakaantidak merasa bingung.
f.
Toilet. Beberapa kriteria toilet yang disediakan
untuk pemustaka difabel sebagai berikut:
1.
Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus
dilengkapi dengan tampilan rambu penyandang cacat pada bagian luarnya.
2.
Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang
gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.
3.
Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai
dengan pengguna kursi roda (45-50cm).
4.
Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi
dengan pegangan rambat atau (handrail)
yang memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan pengguna kursi roda
dan penyandang cacat yang lain.
5.
Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku
mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.
6.
Letak kertas, tisu, air, kran air, atau pancuran
(shower) dan perlengkapan seperti
tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah
digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan bisa di
jangkau pengguna kursi roda.
7.
Keran pengungkit sebaiknya dipasang pada
wastafel.
8.
Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
9.
Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan
pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup.
10. Kunci toilet atau
grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi
darurat.
11. Pada tempat-tempat
yang mudah dicapai seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk
menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency
light button) bila sewaktu-waktu
terjadi pemadaman listrik.
g.
Jalur untuk pejalan kaki, meliputi kriteria:
1.
Permukaan harus jalan harus stabil, kuat, dan
tahan cuaca bertekstur halus, dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan
tingginya tidak lebih dari 1,25cm. Bila menggunakan karpet, ujungnya harus
harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.
2.
Kemiringan maksimum 7 derajat pada setiap 9m di
sarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.
3.
Area isitirahat terutama digunakan untuk membantu
pengguna jalan penyandang cacat.
4.
Pencahayaan berkisar antar 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakai,
tingkat bahaya, dan kebutuhan keamanan.
5.
Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan
terjadi kecelakaan.
6.
Drainage dibuat tegak lurus dengan arah jalur
dengan kedalaman maksimal, 1,5cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang
dijauhkan dari tepi ramp.
7.
Ukuran lebar minimum jalur pedestrian adalah
136cm untuk jalur satu arah dan 180cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian
harus bebas dari pohon dan tiang, rambu-rambu dan benda-benda pelengkap jalan
yang mengahalang.
8.
Tepi pengaman disiapkan bagi pengehntian roda
roda kendaraan dan tongkat tunanetra ke area yang berbahaya. Tapi pengaman
dibuat setinggi minimum 10cm dan lebar 15cm sepanjang jalur pedestrian.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Desain interior adalah
sebuah perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan.
Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan nangungan dan lindungan,
mempengaruhi bentuk aktifitas dan memenuhi aspirasi kita dan mengekspresikan
gagasan yang menyertai tindakan kita, di samping itu desain interior juga
mempengaruhi pandangan, suasana hati, dan kepribadian kita. Oleh karena itu,
tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan fungsi, pengayaan
estetitas dan peningkatan psikologi ruang interior.
Psikologi warna dalam perpustakaan adalah
sifat dan pengaruh suatu warna terhadap pengguna nya dan lingkungan sekitar.
Setiap warna memiliki arti dan kesan tertentu sesuai persepsi pikiran orang
yang melihatnya. Warna bisa menggambarkan suasana hati, situasi keadaan, dan
karakter seseorang.
Ruangan perpustakaan
bukan sekedar sekat yang memisahkan ruang satu dengan ruang yang lainnya.
Penataan ruangan perpustakan perlu dilakukan secara hati-hati dan
mempertimbangkan berbagai aspek nya. Perpustakaan merupakan kegiataan yang
berorientasi pada pelayanan dalam bentuk jasa, dan orang yang datang memanfaatkan nya biasanya secara sukarela.
Untuk dapat memikat perhatian mereka agar mau datang ke perpustakaan, maka
salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang
menarik dan fungsional.
Secara realitis
dapat dinyatakan bahwa masih banyak perpustakaan yang tidak dapat diakses
secara universal, serta banyak sarana dan prasarana yang tidak dapat digunakan
oleh pemustaka yang memiliki kebutuhan berbeda. Akses yang tidak tersedia bagi
pemustaka yang menggunakan kursi roda, tunanetra, kaum lansia, dan kebutuhan
khusus lainnya serta berbagai sarana lain yang tidak dapat digunakan karena
tidak dirancang secara universal, masih tampak di berbagai perpustakaan. Maka
dari itu, dalam proses perancangan arsitektur perpustakaan seharusnya
diinventarisasi sarana apa saja yang dapat di akses (aksesibel) dan digunakan (disabel)
oleh tiap pemustaka dengan memerhatikan setiap kebutuhan yang berbeda.
3.2 Saran
Sesuai dengan
kesimpulan kami diatas kami menyarankan agar perpustakaan lebih meningkatkan
sarana dan prasarana untuk menarik simpati mahasiswa ataupun masyarakat agar
pengguna lebih nyaman datang ke perpustakaan dan menemukan apa yang dibutuhkan
oleh pengguna sehingga tercipta masyarakat yang berliterasi, sebagai mahasiswa
ilmu perpustakaan kita juga harus memperluas ilmu pengetahuan kita agar menjadi
pustakawan yang profesional sehingga bisa menciptakan perpustakaan yang lebih
maju dan berbasis teknologi. Dan diharapkan setiap perpustakaan harus
menyediakan pelayanan khusus difabel.
DAFTAR
PUSTAKA
Azis, Safrudin. 2016. Perpustakaan Ramah Difabel. Jakarta: A.
R. Ruzz. Media.
Http: //id.scribd.com
Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: CP.
Sagung Seto.
No comments:
Post a Comment