Thursday, 11 June 2020

Makalah Psikologi dan Gedung Perpustakaan

PSIKOLOGI DAN GEDUNG PERPUSTAKAAN

DAFTAR ISI

                                                                                                                                         Hal

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………       i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..        ii

 

BAB I PENDAHULUAN

a.       Latar Belakang ………………………………………………………………...        1

b.      Rumusan Masalah ……………………………………………………………..       1

c.       Tujuan ………………………………………………………………………….       1

 

BAB II PSIKOLOGI DAN GEDUNG PERPUSTAKAAN

A.    Definisi Desain dan Interior Gedung Perpustakaan....................................         2

B.     Psikologi Warna Dalam Perfomance Gedung Perpustakaan......................         4

C.     Desain Gedung dan Pengaruhnya Terhadap Psikologis.............................          6

D.    Gedung Perpustakaan Khusus Difabel.......................................................          8

BAB III PENUTUP                                                                                                       

a. Kesimpulan ……………………………………………………………………..        13

b. Saran.....................................................................................................................        14

 

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................         15


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Gedung perpustakaan merupakan sarana yang amat penting dalam penyelenggaraan perpustakaan. Dalam gedung itulah segala aktivitas dan program perpustakaan dirancang dan diselenggarakan. Pembangunan gedung perpustakaan perlu memperhatikan faktor-faktor fungsional dari kegiatan perpustakaan. Memang secara umum gedung perpustakaan sama dengan gedung lainnya, yang membedakan adalah gedung perpustakaan merupakan sarana yang berfungsi sebagai fasilitas layanan, untuk itu maka gedung perpustakaan harus memperhatikan kemudahan arus pergerakan manusia sebagai pemustaka (user) perpustakaan.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimana definisi desain dan interior gedung perpustakaan?

2.      Bagaimana psikologi warna dalam perfomence gedung perpustakaan?

3.      Bagaimana desain gedung dan pengaruhnya terhadap psikologi?

4.      Bagaimana desain gedung perpustakaan khusus difabel?

 

1.3  Tujuan

1.      Untuk mengetahui definisi desain dan interior gedung perpustakaan.

2.      Untuk mengetahui psikologi warna dalam perfomence gedung perpustakaan.

3.      Untuk mengetahui desain gedung dan pengaruhnya terhadap psikologi.

4.      Untuk mengetahui desain gedung perpustakaan khusus difabel.

 

 

 

 


BAB II

    PEMBAHASAN

A.    Definisi Desain dan Interior Gedung

a.      Pengertian Desain

Bila ingin berbicara tentang desain biasanya dimulai dengan usaha memformulasikan pengertian tentang desain, membuat defisi desain dan mencari arti desain. D.K.Ching mengemukakan desain interior adalah sebuah perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan nangungan dan lindungan, mempengaruhi bentuk aktifitas dan memenuhi aspirasi kita dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita, di samping itu desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati, dan kepribadian kita. Oleh karena itu, tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan fungsi, pengayaan estetitas dan peningkatan psikologi ruang interior.

b.      Rancangan Gedung Perpustakaan

Dalam pembuatan nya, perancangan gedung perpustakaan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:

1.      Perkembangan perpustakaan yang cepat menuntut pikiran yang cermat atas daya tampung dan kemungkinan perluasan gedung perpustakaan untuk masa kini maupun apa yang di proyeksikan dimasa depan. Bahan pustaka yang sudah dibeli dan diputuskan untuk menjadi koleksi perpustakaan perlu dipelihara terus sampai ada keputusan untuk dikeluarkan kembali. Masa pakai koleksi perpustakaan di Indonesia, pada umumnya sangat panjang, bahkan tidak jarang perpustakaan memutuskan untuk tetap memelihara dan merawat bahan pustakayang menjadi koleksi perpustakaan meski usianya sudah puluhan bahkan ratusan tahun. Kondisi seperti ini tentu memerlukan tempat yang juga harus diperhitungkan dalam pembangunan gedung perpustakaan.

2.      Untuk membuat suatu gedung perpustakaan di perlukan pengetahuan yang cukup tentang segala aspek yang merupakan ciri khas gedung perpustakaanyang bersangkutan, baik aktivitas yang seharusnya dijalankan maupun segi-segi teknologi yang telah masuk dalam dunia perpustakaan.

3.      Sifat-sifat khas masyarakat yang akan menggunakan perpustakaan dengan unit-unit lain dalam instansi penaungnya menuntut persyaratan-persyaratan khusus atas gedung perpustakaan.

Pendirian gedung perpustakaan perlu mempertimbangkan pula tujuan yang telah ditetapkan serta fungsi perpustakaan yang bersangkutan. Dalam kaitan ini maka tujuan perpustakaan sangat dipengaruhi oleh lembaga induk dimana nantinya perpustakaan bernaung. Lembaga induk sangat menentukan jenis perpustakaan. Jika lembaga induk yang menangui sekolah maka jenis perpustakaan nya adalah perpustakaan umu. Jenis perpustakaan juga sangat menentukan bentuk gedung atau ruang yang dibutuhkan. Fungsi perpustakaan juga mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan dan susunan ruangan yang di perlukan, karena menampung semua aktivitas perpustakaan dengan kata lain bahwa perpustakaan-perpustakaan yang mempunyai tujuan dan fungsi berbeda cenderung memiliki bentuk taat ruang atau gedung yang berbeda pula.

Seiring dengan pengertian tersebut, mengisyaratkan untuk membangun suatu gedung perpustakaan dan untuk menghasilkan gedung yang baik dan fungsional harus mempertimbangkan unsur-unsur berikut ini:

1.      Untuk apa perpustakaan itu didirikan?

2.      Apa fungsi dan program yang akan dikerjakan?

3.      Berapa jumlah tenaga yang dibutuhkan?

4.      Siapa saja yang akan dilayani oleh perpustakaan?

5.      Bahan-bahan pustaka, perlengkapan dan perabot apa aja yang akan ditampung dalam gedung itu?

6.      Berapa anggaran yang tersedia untuk itu?

Apabila unsur-unsur telah dirumuskan dengan cermat, barulah gedung, jumlah ruangan yang dibutuhkan , dan tata ruang nya dapat di desain. Karena ruang perpustakaan mutlak diperlukan sebagai variabel pertama yang berpengaruh pada jiwa perpustakaan itu sendiri. Maka perlu di perhatikan bagaimana ruangan itu di desain. Tidak sekedar ada gedung kemudian di tempati.

 

 

B.     Psikologi Warna Dalam Perfomence Perpustakaan

Psikologi warna dalam perpustakaan adalah sifat dan pengaruh suatu warna terhadap pengguna nya dan lingkungan sekitar. Setiap warna memiliki arti dan kesan tertentu sesuai persepsi pikiran orang yang melihatnya. Warna bisa menggambarkan suasana hati, situasi keadaan, dan karakter seseorang. Arti warna dalam psikologi sebagai berikut:

1.      Biru

Warna biru memaknai ketenangan dan memberikan efek sejuk. Dalam dunia pekerjaan warna biru memiliki arti keseriusan, profesional, dan kesan stabil dalam bekerja. Sehingga warna biru sering dikaitkan dengan dunia bisnis. Warna biru terang memberikan efek kepercayaan sedangkan warna biru gelap memberikan kesan cerdas bagi pengguna nya.

2.      Abu-Abu

Warna abu-abu memiliki arti ketidakpastian, samar-samar, tidak jelas. Tetapi warna abu-abu juga dianggap sebagai warna yang teduh, menggambarkan ketenangan. Warna abu-abu bisa dikatakan warna netral karena sering dikombinasikan dengan warna lain.

3.      Merah Muda

Warna merah muda (pink) merupakan hasil pencampuran warna merah dan putih. Warna ini melambangkan sifat yang feminim dan memberikan kesan santai.

4.      Hijau

Warna hijau adalah warna alam yang memiliki arti kesuburan, sejuk, dan natural. Warna hijau bisa menurunkan stress karena memberikan efek kesegaran dan ketenangan. Hijau juga digunakan sebagai warna dalam bidang olahraga karena memiliki arti damai dan sportifitas.

5.      Kuning

Warna kuning adalah warna ceria yang menggambarkan suka cita, memberikan kesan terang mampu menarik perhatian. Warna kuning mampu memancarkan kehangatan, memberikan inspirasi, mendorong pengekspresian diri, dan kemampuan intelektual. Warna kuning secara umum dapat mencampur makna kekeluargaan, persahabatan, keleluasaan, santai, spontanitas, sosial, mendominasi, toleran, rasa ingin tahu, optimis dalam cita-cita, percaya diri, memiliki kekuatan emosional, keramahan, kreatifitas, imajinatif, kedermawanan, dan semangat yang tinggi.

6.      Ungu

Psikologi warna ungu memiliki arti ambisius, independen, bijaksana, dan identik dengan kemewahan selain itu, warna ungu juga mengartikan kelembutan pada perempuan. Ungu merupakan warna yang unik karena jarang ditemukan di alam, warna ini menggambarkan penghargaan yang besar dan kepekaan.

7.      Jingga

Warna jingga adalah perpaduan warna merah dan kuning. Memberikan efek kehangatan, memiliki sifat optimis, dan melambangkan kesenangan.

8.      Merah

Merah merupakan warna yang paling berani, dan melambangkan kekuatan keinginan, semangat dalam menggapai cita-cita. Selain itu, merah juga memberikan efek kesan hangat dinamis, komunikatif, perhatian, dan beberapa pemahaman di dunia memaknai warna merah sebagai warna yang menarik, seksi, dan melambangkan cinta.

9.      Coklat

Arti warna coklat stabil, kuat, dan menunjukkan kesederhanaan. Warna coklat identik dengan alam, sama hal nya dengan warna hijau, yang memberikan kehangatan, dan nyaman.

10.  Putih

Putih memiliki hati damai, suci, bersih, jujur, kesederhanaan.

11.  Hitam

Warna hitam adalah warna yang tegas kuat, menggambarkan suasana dramatis, kesan yang misterius, emosional, keagungan, klasik dan elegan dalam kehidupan religi warna hitam melambangkan suasana duka, atau diartikan tunduk kepada tuhan.

 

 

C.    Desain Gedung dan Pengaruhnya Terhadap Psikologi

a.      Nilai Sebuah Ruanggan Perpustakaan

Ruangan perpustakaan bukan sekedar sekat yang memisahkan ruang satu dengan ruang yang lainnya. Penataan ruangan perpustakan perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek nya. Perpustakaan merupakan kegiataan yang berorientasi pada pelayanan dalam bentuk jasa, dan orang yang datang  memanfaatkan nya biasanya secara sukarela. Untuk dapat memikat perhatian mereka agar mau datang ke perpustakaan, maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang menarik dan fungsional. Tentunya pandangan ini dilihat dari kepentingan pemakai perpustakaan, sehingga maksud melayani pemustaka (user) dapat dilakukan secara optimal karena memang telah mempertimbangkan kesesuaian fungsinya. 

b.      Aspek Penataan Ruangan

Agar menghasilkan penataan ruangan perpustakaan yang optimal serta dapat menunjang kelancaran tugas perpustakaan sebagai lembaga permberi jasa, sebaiknya pustakawan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.       Aspek Fungsional

Artinya penataan ruangan harus mampu mendukung kinerja perpustakaan secara keseluruhan baik bagi petugas maupun bagi pemustaka. Penataan yang fungsional dapat tercipta jika antar ruangan mempunyai hubungan yang fungsional danarus barang (bahan pustaka) dan peralatan lainnya serta arus dan pergerakan pemustaka dapat mengalir dengan lancar. Antar ruang saling mendukung sehingga betul-betul tercipta fungsi penataan ruangan secara optimal.

b.      Aspek Psikologis Pemustaka

Artinya penataan ruangan bisa memengaruhi aspek psikologis pemustaka. Dilihat dari aspek ini tujuan penataan ruangan adalah agar pemustaka bisa nyaman, leluasa bergerak di perpustakaan, dan merasa tenang. Kondisi ini dapat diciptakan melalui penataan ruangan yang harmonis dan serasi, termasuk dalam hal penataan perabot perpustakaan. Pilihan warna dinding juga dapat memengaruhi rasa senang. Karena perpustakaan memerlukan suasana yang tenang, maka pilihan warna dasar ruangan hendaknya tidak terlalu tajam dan mencolok. Warna netral sangat menunjang suasana tenang di perpustakaan.

c.       Aspek Estetika

Keindahan penataan ruangan salah satunya bisa melalui penataan ruang dan perabot yang digunakan. Penataan ruangan yang serasi, bersih, bersih dan tenang bisa mempengaruhi kenyamanan pemustaka untuk berlama-lama  berada di peprustakaan.

d.      Aspek Keamanan Bahan Pustaka

Keamanan bahan pustaka bisa di kelompokkan dalam dua bagian, Pertama faktor keamanan bahan pustaka akibat kerusakan secara alamiah, dan kedua faktor kerusakan terhadap manusia. Penataan ruangan harus memperhatikan kedua faktor tersebut. Masuknya sinar matahari dengan panas yang cukup tinggi secara langsung ke ruangan baik untuk di hindari, apalagi langsung mengenai koleksi. Hal ini perlu di desain sesuai dengan tingkat kebutuhan tersebut. Begitu pula desain untuk hal pengawasan yang dapat mengantisipasi kerusakan karna faktor manusia.

Penataan ruangan sebaiknya dihindari penataan ruangan yang tersekat-sekat mati dan menutup pandangan. Kondisi semacam ini menyebabkan cepat timbulnya rasa bosan dan jenuh bagi pengguna.

Perlu kiranya mendesain ruangan yang baik agar ruang menjadi kondusif dan menunjang cita-cita perpustakaan, yang berimplikasi pada kenyamanan dalam membaca, pengguna menemukan saat-saat untuk bercanda, tertawa, dan berbagi di dalam perpustakaan juga ditemukan warna emosi yang membenci tokoh-tokoh tidak adil, mencintai pahlawan-pahlawan, dan di perpustakaan pula tumbuh loyalitas dan totalitas diri dalam bersinggungan dengan orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

            Perpustakaan ada baiknya memiliki ruang khusus, misalnya ruang khusus anak-anak. Ini adalah gerakan yang positif yang perlu ditangkap oleh perpustakaan sebagai tuntutan perpustakaan yang kreatif dan imajinatif. Selama ini perpustakaan menyediakan tempat baca khusus, tetapi bukan ruangan khusus. Tempat baca khusus itu adalah seperti meja bundar yang dipakai oleh sekelompok orang, meja tertutup dengan pembatas depan, kanan, dan kiri sebagai tempat baca pribadi yang bertujuan meningkatkan kualitas membaca bagi pengguna. Dan memang dari sebagian user yang berasumsi bahwa sekat atau meja baca pribadi ini lebih nyaman untuk aktivitas membaca di bandingkan meja yang terbuka menyangkut masalah noise atau gangguan dari luar, terutama dari indera mata.

Kreativitas mendesain ruang perpustakaan dapat diciptakan dengan membuat daftar user kebutuhan, dan perlengkapan yang dibutuhkan. Cara ini akan menjadi solusi desain ruangan perpustakaan yang kreatif. Mungkin dengan membawa anak ke perpustakaan hakikat nya bukan anak yang masuk ke perpustakaan tetapi perpustakaanlah yang masuk pada pemikiran dan jiwa anak. Kesan yang baik yang menariknya perpustakaan akan berdampak kepada kesukaan anak terhadap perpustakaan.

D.    Gedung Perpustakaan Khusus Difabel

Perpustakaan merupakan tempat mendapatkan informasi dan sarana belajar masyarakat yang bersifat terbuka bagi semua kalangan. Untuk itu, sudah sewajarnya perpustakaan seharusnya dapat diakses dan digunakan oleh semua oranag yang memiliki kepentingan akan informasi. Dalam hal itu perpustakaan hendaknya dirancang untuk diakses dan digunakan oleh setiap pemustaka yang memiliki kebutuhan berbeda. Dengan demikian perpustakaan dapat menjalankan peran nya sebagai sumber informasi yang terbuka bagi setiap kalangan.

Namun, secara realitis dapat dinyatakan bahwa masih banyak perpustakaan yang tidak dapat diakses secara universal, serta banyak sarana dan prasarana yang tidak dapat digunakan oleh pemustaka yang memiliki kebutuhan berbeda. Akses yang tidak tersedia bagi pemustaka yang menggunakan kursi roda, tunanetra, kaum lansia, dan kebutuhan khusus lainnya serta berbagai sarana lain yang tidak dapat digunakan karena tidak dirancang secara universal, masih tampak di berbagai perpustakaan. Maka dari itu, dalam proses perancangan arsitektur perpustakaan seharusnya diinventarisasi sarana apa saja yang dapat di akses (aksesibel) dan digunakan (disabel) oleh tiap pemustaka dengan memerhatikan setiap kebutuhan yang berbeda.

 Hal ini penting mengingat setiap pemustaka memiliki hak yang sama dalam mengakses informasi di perpustakaan. Beberapa sarana prasarana yang perlu diperhatikan dalam menyediakan aksebilitas bagi pemustaka difabel sebagai berikut:

a.       Perpustakaan perlu menyediakan guiding block pada lingkungan atau jalan masuk menuju perpustakaan bagi pemustaka tunanetra. Jalur ini menghubungkan seluruh ruangan fasilitas yang ada dilingkungan perpustakaan, termasuk akses menuju elavator dan tangga. Selain guiding block, perpustakaan perlu menyediakan map bagi tunanetra yang berisi informasi yang berisi informasi mengenai seluruh ruang di perpustakaan dalam huruf Braille. Keberadaan map pada bagian depan gedung perpustakaan bermanfaat memberikan informasi bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan visual untuk mengetahui informasi keberadaan ruangan yang akan mereka tuju.

b.      Penyediaan handrail di berbagai jalur sirkulasi.

c.       Pintu perpustakaan. Beberapa kiteria pintu perpustakaan diantaranya:

1.      Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah di buka dan ditutup oleh penyandang cacat.

2.      Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90cm, dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan minimal 80cm.

3.      Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau ketinggian lantai.

4.      Jenis pintu yang penggunaanya tidak dianjurkan:

·         Pintu geser

·         Pintu yang berat yang sulit untuk dibuka/tutup.

·         Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil.

·         Pintu yang terbuka kedua arah(dorong dan tarik).

·         Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit di operasikan terutama bagi tunanetra.

5.      Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya kebakaran.

6.      Hindari penggunaan bahan lantai yang licin disekitar pintu.

7.      Alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat menutup dengan sempurna karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang cacat.

d.      Ramp yaitu jalur sirkulasi yang memiliki bidang kemiringan tertentu sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/penyandang cacat. Beberapa kriteria penyediaan ramp sebagai berikut:

1.      Kemiringan suatu remp didalam bangunan peprustakaan tidak boleh melebihi 7 derajat perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran ramp. Sementara kemiringan suatu remp yang ada di luar bangunan perpustakaan maksimum 6 derajat.

2.      Panjang mendatar dari suatu ramp (dengan kemiringan 7 derajat) tidak boleh lebih dari 900cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.

3.      Lebar minimum dari ramp adalah 95cm tanpa tepi pengaman dan 136cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus di pertimbangkan secara seksama lebarnya sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.

4.      Bordes (muka datar) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160cm.

5.      Permukaaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik di waktu hujan.

6.      Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10cm dirancang untuk menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.

7.      Ramp harus di terangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu pencahayaan di ramp jika kondisi cuaca gelap atau perpustakaan membuka layanan hingga malam hari.

8.      Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatan nya dengan ketinggian yang sesuai.

e.       Pemustaka difabel juga perlu diberikan rambu-rambu jalan atau simbol-simbol agar menuju suatu ruangan perpustakaantidak merasa bingung.

 

f.        Toilet. Beberapa kriteria toilet yang disediakan untuk pemustaka difabel sebagai berikut:

1.      Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu penyandang cacat pada bagian luarnya.

2.      Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda.

3.      Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan pengguna kursi roda (45-50cm).

4.      Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat atau (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.

5.      Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

6.      Letak kertas, tisu, air, kran air, atau pancuran (shower) dan perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan bisa di jangkau pengguna kursi roda.

7.      Keran pengungkit sebaiknya dipasang pada wastafel.

8.      Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.

9.      Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup.

10.  Kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.

11.  Pada tempat-tempat yang mudah dicapai seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol pencahayaan darurat (emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi pemadaman listrik.

g.      Jalur untuk pejalan kaki, meliputi kriteria:

1.      Permukaan harus jalan harus stabil, kuat, dan tahan cuaca bertekstur halus, dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih dari 1,25cm. Bila menggunakan karpet, ujungnya harus harus kencang dan mempunyai trim yang permanen.

2.      Kemiringan maksimum 7 derajat pada setiap 9m di sarankan terdapat pemberhentian untuk istirahat.

3.      Area isitirahat terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang cacat.

4.      Pencahayaan berkisar antar 50-150 lux tergantung pada intensitas pemakai, tingkat bahaya, dan kebutuhan keamanan.

5.      Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadi kecelakaan.

6.      Drainage dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal, 1,5cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi ramp.

7.      Ukuran lebar minimum jalur pedestrian adalah 136cm untuk jalur satu arah dan 180cm untuk jalur dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon dan tiang, rambu-rambu dan benda-benda pelengkap jalan yang mengahalang.

8.      Tepi pengaman disiapkan bagi pengehntian roda roda kendaraan dan tongkat tunanetra ke area yang berbahaya. Tapi pengaman dibuat setinggi minimum 10cm dan lebar 15cm sepanjang jalur pedestrian.

 

 

 

 

 

 

 


                                                            BAB III

                                                            PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Desain interior adalah sebuah perencanaan tata letak dan perancangan ruang dalam di dalam bangunan. Keadaan fisiknya memenuhi kebutuhan dasar kita akan nangungan dan lindungan, mempengaruhi bentuk aktifitas dan memenuhi aspirasi kita dan mengekspresikan gagasan yang menyertai tindakan kita, di samping itu desain interior juga mempengaruhi pandangan, suasana hati, dan kepribadian kita. Oleh karena itu, tujuan dari perancangan interior adalah pengembangan fungsi, pengayaan estetitas dan peningkatan psikologi ruang interior.

 Psikologi warna dalam perpustakaan adalah sifat dan pengaruh suatu warna terhadap pengguna nya dan lingkungan sekitar. Setiap warna memiliki arti dan kesan tertentu sesuai persepsi pikiran orang yang melihatnya. Warna bisa menggambarkan suasana hati, situasi keadaan, dan karakter seseorang.

Ruangan perpustakaan bukan sekedar sekat yang memisahkan ruang satu dengan ruang yang lainnya. Penataan ruangan perpustakan perlu dilakukan secara hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek nya. Perpustakaan merupakan kegiataan yang berorientasi pada pelayanan dalam bentuk jasa, dan orang yang datang  memanfaatkan nya biasanya secara sukarela. Untuk dapat memikat perhatian mereka agar mau datang ke perpustakaan, maka salah satu cara yang bisa dilakukan adalah melalui penataan ruangan yang menarik dan fungsional.

Secara realitis dapat dinyatakan bahwa masih banyak perpustakaan yang tidak dapat diakses secara universal, serta banyak sarana dan prasarana yang tidak dapat digunakan oleh pemustaka yang memiliki kebutuhan berbeda. Akses yang tidak tersedia bagi pemustaka yang menggunakan kursi roda, tunanetra, kaum lansia, dan kebutuhan khusus lainnya serta berbagai sarana lain yang tidak dapat digunakan karena tidak dirancang secara universal, masih tampak di berbagai perpustakaan. Maka dari itu, dalam proses perancangan arsitektur perpustakaan seharusnya diinventarisasi sarana apa saja yang dapat di akses (aksesibel) dan digunakan (disabel) oleh tiap pemustaka dengan memerhatikan setiap kebutuhan yang berbeda.

 

3.2 Saran

            Sesuai dengan kesimpulan kami diatas kami menyarankan agar perpustakaan lebih meningkatkan sarana dan prasarana untuk menarik simpati mahasiswa ataupun masyarakat agar pengguna lebih nyaman datang ke perpustakaan dan menemukan apa yang dibutuhkan oleh pengguna sehingga tercipta masyarakat yang berliterasi, sebagai mahasiswa ilmu perpustakaan kita juga harus memperluas ilmu pengetahuan kita agar menjadi pustakawan yang profesional sehingga bisa menciptakan perpustakaan yang lebih maju dan berbasis teknologi. Dan diharapkan setiap perpustakaan harus menyediakan pelayanan khusus difabel.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 DAFTAR PUSTAKA

Azis, Safrudin. 2016. Perpustakaan Ramah Difabel. Jakarta: A. R. Ruzz. Media.

Http: //id.scribd.com

Http://www.academia.edu

Suwarno, Wiji. 2009. Psikologi Perpustakaan. Jakarta: CP. Sagung Seto.

 

 

 

 

 

 

 


No comments:

Post a Comment

TOKOH TASAWUF DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN A.     TOKOH TASAWUF DI INDONESIA Berikut merupakan beberapa tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia: 1.       Hamzah Fan...