Wednesday, 10 June 2020

MAKALAH TEOLOGI ISLAM QISM AN NUBUWWAH (KENABIAN)

 MAKALAH TEOLOGI ISLAM

QISM AN NUBUWWAH (KENABIAN)


DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang........................................................................................................ 1

B.     Rumusan Masalah.................................................................................................... 1

C.     Tujuan...................................................................................................................... 1

BAB II QISM AN NUBUWWAH

A.    Pengertian Nabi/Kenabian....................................................................................... 2

B.     Tujuan diutusnya Nabi............................................................................................ 5

C.     Syarat-syarat Kenabian........................................................................................... 8

D.    Faktor Penghambat dan Pendukung Kenabian........................................................ 9

BAB III PENUTUP

A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 12

B.     Saran........................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 13

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Kenabian atau nubuwwah merupakan suatu hal yang sangat jarang diperbincangkan oleh masyarakat saat ini. Tetapi, teori kenabian dalam agama Islam menjadi suatu perdebatan yang sangat sengit untuk dibicarakan. Meskipun kenabin menjadi suatu tema yang penting dalam kajian Islam, tetapi hal itu tidak berlaku bagi agama selain Islam.

Saat ini, semakin banyak orang yang memposisikan dan memandang Nabi menjadi suatu hal yang biasa saja, bukan lagi sebuah hal yang istimewa. Karena dianggap biasa saja, pada akhirnya penyikapan terhadap Nabi atau Rasul menjadi biasa saja, bahkan sampai ada yang menjadikan Nabi atau Rasul sebagai bahan olokan dalam sebuah kartun, film, dan sebagainya. Maka dari itu, tujuan dari makalah ini adalah agar dapat menguraikan tentang kenabian.

 

B.       Rumusan Masalah

1.                  Apa yang dimaksud dengan Nabi?

2.                  Apa tujuan diutusnya Nabi?

3.                  Apa saja syarat-syarat kenabian?

4.                  Apa saja faktor yang dapat menghambat dan mendukung kenabian?

 

C.                 Tujuan

1.                  Untuk mengetahui pengertian Nabi.

2.                  Untuk mengetahui tujuan diutusnya Nabi.

3.                  Untuk mengetahui syarat-syarat kenabian.

4.                  Untuk mengetahui faktor yang dapat menghambat dan mendukung kenabian.

 

 

 

 

 

BAB II

QISM AN NUBUWWAH

 

A.    Pengertian Nubuwwah (Kenabian)

Secara bahasa, kata nubuwah berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta, berita, dan cerita. Kata “Nubuwwah” merupakan mashdar dari “naba-a” dan kata nubuwwah disebutkan sebanyak 5 kali di dalam Al-Qur’an dalam beberapa surat. Sedagkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nabi adalah seseorang yang menjadi pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima wahyu-Nya dan Kenabian merupakan sifat yang ada pada diri Nabi.

Secara sosiologis, Kenabian (Nubuwwah) merupakan suatu jembatan transisi dari masa primitif menuju masa rasioner. Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan itu sendiri bermakna bahwa pada zaman itu kehidupan penuh dengan keburukan moral, penyimpangan akhlak dan keyakinan sehingga zaman ini disebut juga zaman sebelum Nabi di utus. Dikatakan pula primitif, karena pada masa itu manusia masih dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan kepada yang magis.[1]

Sedangkan secara terminologis, ada beberapa pendapat mengeai Kenabian (nubuwwah), yaitu:

a.       Dalam hal kenabian, Al-Afghani memberikan suatu perumpamaan bahwa masyarakat adalah badan, di mana anggota-anggotanya saling berhubungan dan mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Kalau badan tidak bisa hidup tanpa roh, maka demikian pula masyarakat. Roh masyarakat adalah Nabi dan Rasul.

b.      Menurut para ulama Ahlus-Sunnah, kenabian adalah pangkat yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.

c.       Menurut Ibnu Sina, ada dua kubu yang berbeda dalam mengartikan kenabian. Kelompok yang pertama adalah ortodoks, yaitu kelompok yang diwakili oleh kaum Sunni. Dalam pandangan mereka, kenabian adalah suatu anugerah dari Tuhan kepada manusia. Kelompok ini juga mengatakan bahwa ajaran kenabian merupakan ajaran yang suci dan mutlak kebenarannya karena berasal dari wahyu Tuhan[2]. Sedangkan kelompok kedua, yaitu heterodoks yang diwakili oleh para ahli filsafat, mereka menyatakan bahwa kenabian merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini. Mereka berpendapat bahwa ajaran kenabian merupakan ajaran manusia yang biasa saja, punya nilai kebenaran tetapi juga memiliki kekurangan karena sumber kenabian bukan hanya berasal dari Tuhan, melainkan juga berasal dari masyarakat.[3]

Maka kesimpulan dari beberapa pengertian di atas mengenai kenabian (nubuwwah) adalah bahwa nubuwwah adalah gelar tau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba pilihan-Nya yang telah mencapai insan kamil dengan cara memberikan wahyu kepadanya. Seperti yang telah diungkapkan di dalam Al-Qur’an yang artinya:

Itulah petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan itu Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kitab, hikmah dan kenabian...” (QS. Al-An’am: 88-89).

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih salah seorang Rasul di antara manusia pada masanya, untuk menyampaikan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya demi kebaikan hidup mausia itu sendiri di dunia maupun di akhirat. Kita wajib mempercayai bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Bijaksana telah mengutus beberapa Nabi dan Rasul untuk menuntun manusia ke jalan yang lurus.

Para Nabi dan Rasul tersebut datang kepada kaumnya dengan membawa kabar gembira dan menakut-nakuti mereka yang kafir akan Tuhannya dan mengingkari perintah-perintah-Nya. Dengan demikian, tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk membantah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah kedatangan para Rasul. Para Rasul dan Nabi pada hakikatnya sama seperti manusia, mereka juga makan, minum, beristri, beranak, berniaga dan sebagainya. Hanya bedanya mereka adalah manusia-manusia pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menerima wahyu-Nya.

Berikut adalah nama-nama para Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui:

1.      Nabi Adam As.                                                           14. Nabi Musa As.

2.      Nabi Idris As.                                                              15. Nabi Harun As.

3.      Nabi Nuh As.                                                              16. Nabi Ilyasa As.

4.      Nabi Hud As.                                                              17. Nabi Zulkifli As.

5.      Nabi Shalis As.                                                           18. Nabi Daud As.

6.      Nabi Ibrahim As.                                                        19. Nabi Sulaiman As.

7.      Nabi Luth As.                                                             20. Nabi Ilyas As.

8.      Nabi Ismail As.                                                           21. Nabi Yunus As.

9.      Nabi Ishaq As.                                                            22. Nabi Zakaria As.

10.  Nabi Ya’qub As.                                                         23. Nabi Yahya As.

11.  Nabi Yusuf As.                                                           24. Nabi Isa As.

12.  Nabi Ayyub As.                                                          25. Nabi Muhammad Saw.

13.  Nabi Syu’aib As.

Sifat-sifat Wajib bagi Nabi dan Rasul

1.      Shiddiq artinya benar, maka mustahil jika Nabi dan Rasul berdusta.

2.      Amanah artinya dapat dipercaya, maka mustahil jika Nabi dan Rasul berlaku khianat.

3.      Tabligh artinya menyampaikan, maka mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan (kitman).

4.      Fathanah artinya mudah memahami sesuatu, maka mustahil Nabi dan Rasul itu bodoh.[4]

Diantara Nabi-nabi yang wajib kita imani di atas, ada juga yang merupakan Rasul. Lalu, apa yang membedakan Nabi dengan Rasul?

Nabi

  • Seorang Nabi menerima wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dirinya sendiri.
  • Bertugas melanjutkan atau menguatkan syariat dari rasul sebelum nabi tersebut.
  • Nabi diutus kepada kaum yang sudah beriman.
  • Nabi yang pertama adalah nabi Adam ‘alaihissalam.
  • Jumlah nabi sangat banyak bahkan sampai ratusan ribu.
  • Setiap rasul adalah nabi namun tidak setiap nabi adalah rasul.
  • Nabi hanya mendapatkan wahyu melalui mimpi.

 

Rasul

  • Rasul menerima wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk disampaikan kepada segenap umatnya.
  • Diutus dengan membawa syariat yang baru.
  • Rasul diutus kepada kaum yang belum beriman (kafir).
  • Rasul yang pertama kali adalah Nuh ‘Alaihissalam.
  • Jumlah rasul lebih sedikit dibanding dengan nabi.
  • Setiap rasul adalah nabi.
  • Rasul dapat menerima wahu melalui mimpi maupun melalui malaikat dan ia dapat melihat serta berkomunikasi secara langsung dengan malaikat.
  • Seluruh rasul yang diutus Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya.

B.     Tujuan diutusnya Nabi

1. Tugas agung mereka ialah mengajak manusia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan sesembahan selainNya.[5]

Dakwah dan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan dasar dan jalan dakwah para rasul seluruhnya, sebagaimana dikhabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah Subhanahu wa Ta’ala (saja), dan jauhilah thagut itu. [An Nahl:36].[6]

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul. Yaitu mengajak kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi segala sesembahan selainNya. Hal ini juga disebutkan dalam firmanNya:

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. [Al Anbiyaa’:25].

Hal ini dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala. jelaskan dalam firmanNya:

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. [Adz Dzaariyaat:56].

2. Menyampaikan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. kepada manusia dan menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al Maidah:67]

بِالبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. [An Nahl:44].

3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan menyampaikan kabar kepada mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelakunya, serta memperingatkan kepada mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan untuk yang melanggarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah Subhanahu wa Ta’ala sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [An Nisaa’:165].[7]

4. Memperbaiki manusai dengan teladan dan contoh yang baik dalam perkataan dan perbuatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. [Al An’am:90].

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Subhanahu wa Ta’ala dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Subhanahu wa Ta’ala.”. [Al Ahzab:21].

5. Para rasul mempunyai tugas menegakkan dan menerapkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala diantara hamba-hambaNya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. [Al Maidah:49].[8]

6. Menjadi saksi sampainya hujjah kepada manusia.

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad  ) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. [An Nahl:89].

C. Syarat-syarat Kenabian

            Tidak semua orang dapat menjadi Nabi ataupun Rasul, hanya orang-orang trtentu yang dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa menjadi Nabi ataupun Rasul. Untuk menjadi Nabi dan Rasul pun tentunya memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu:

1.      Laki-laki. Menurut Ahlus-Sunnah Waljamaa’ah, Nabi itu wajib laki-laki dan tidak boleh perempuan. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an yang artinya:

Dan tiada Kami utuskan sebelum kamu, melainkan beberapa orang lelaki, Kami berikan wahyu kepada mereka.” (QS. Al-Anbiya: 7)

2.      Mendapat Ma’rifat dan pengetahuan dari Tuhan yaitu berupa wahyu. Para Nabi memandang sumber pengetahuan dan ma’rifat mereka dari alam Ilahi dan berkeyakinan tidak dihasilkan oleh akal dan mental manusia. Seperti yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an yang artinya:

“Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kepadamu kitab dan hikmah mengajarkanmu kepada apa yang tidak kamu ketahui dan adalah fadhlullah atasmu sangat besar” (QS. An-Nisa:113)[9]

3.      Terpelihara dari salah dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjaga seorang Nabi dari perbuatan maksiat. Kalaupun Nabi melakukan dosa atau kesalahan, maka mereka hanyalah melakukan kesalahan atau dosa kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mungkin mengutus seorang Nabi yang melakukan dosa besar atau kekufuran. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya:

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak pula seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menguatkan ayat-ayat-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hajj: 52)

4.      Syaikh Isyraq dalam kitab Majmu’eh Mushannifat mengatakan bahwa Kenabian memiliki syarat-syarat, salah satu diantaranya mendapat tugas dari alam tinggi untuk merealisasikan risalah, dan ini merupakan syarat khusus bagi para Nabi.

5.      Menurut Al-Farabi, syarat seorang Nabi adalah bahwa seorang Nabi harus mempunyai daya imaginasi yang kuat, dimana objek indrawi di luar tidak dapat mempengaruhinya. Jadi ketika ia menerima wahyu dari Tuhan melalui akal fa’al maka ia dapat berkomunikasi dengan baik. Sedangkan Ibnu Sina mengatakan syarat kenabian adalah adanya keistimewaan yang tidak dinikmati manusia pada umumnya, termasuk kecerdasan yang didapat diluar pengalaman belajarnya secara manusiawi karena ilmu datang langsung dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.[10]

D. Faktor Penghambat dan Pendukung Kenabian

Dalam proses menyebarkan atau mendakwahkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, banyak sekali hambatan-hambatan yang terjadi, salah satunya ialah hambatan yang berasal dari kaum para Nabi dan Rasul itu sendiri. Ketika seorang Nabi menyampaikan ajaran agama yang dibawanya, tidak jarang sebagian besar dari kaumnya itu menolak. Penolakan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, kefanatikan terhadap tradisi nenek moyang, kesombongan, status sosial dan ada juga yang dikarenakan rasa dengki kepada Nabi.

Ketika para Nabi diutus ke dunia ini, ada pihak-pihak yang meragukan dan menentang kenabian para Nabi. Mereka juga tidak mempercayai kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi dan juga mukjizat yang diberikan kepada mereka. Pada masa Nabi Ibrahim As, Raja Namrud dan para pengikutnya menentang ajaran yang dibawa oleh beliau. Kemudian kaum ‘Aad yang menentang kenabian Nabi Hud, Fir’aun yang selalu berusaha menjatuhkan Nabi Musa, dan masih banyak lagi orang-orang yang menentang dan membantah kenabian para Nabi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Selain itu, ada pula faktor yang mendorong kenabian para Nabi, yaitu salah satunya adalah Wahyu. Secara etimologis, kata wahyu berasal dari kata “wahy” yang memiliki beberapa arti, yaitu suara, tulisan, isyarat, bisikan dan paham. Sedangkan secara terminologis, menurut Syekh Abduh, wahyu merupakan informasi dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-nabinya mengenai sebuah ajaran hukum atau ajaran lainnya. Kata wahyu banyak terdapat di dalam Al-Qur’an, salah satunya terdapat pada surat An-Najm yang artinya:

Dan tiadalah yang diciptakan itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS. An-Najm: 3-4)

Selain wahyu, kenabian seorang Nabi juga didukung dengan adanya suatu mu’jizat yang diberikan atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala Secara etimologis, mu’jizat diambil dari kata a’jaza yang berarti melemahkan dan memperdaya. Sedangkan secara terminologis, mu’jizat adalah suatu hal spektakuler di luar adat dan kebiasaan yang berasa dari para Nabi dengan izin dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.[11]

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.                 Kesimpulan

Secara bahasa, kata nubuwah berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta, berita, dan cerita. Kata “Nubuwwah” merupakan mashdar dari “naba-a” dan kata nubuwwah disebutkan sebanyak 5 kali di dalam Al-Qur’an dalam beberapa surat. Sedagkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Nabi adalah seseorang yang menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya dan Kenabian merupakan sifat yang ada pada diri Nabi.

Berikut adalah nama-nama para Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui:

1.      Nabi Adam As.                                                           14. Nabi Musa As.

2.      Nabi Idris As.                                                              15. Nabi Harun As.

3.      Nabi Nuh As.                                                              16. Nabi Ilyasa As.

4.      Nabi Hud As.                                                              17. Nabi Zulkifli As.

5.      Nabi Shalis As.                                                           18. Nabi Daud As.

6.      Nabi Ibrahim As.                                                        19. Nabi Sulaiman As.

7.      Nabi Luth As.                                                             20. Nabi Ilyas As.

8.      Nabi Ismail As.                                                           21. Nabi Yunus As.

9.      Nabi Ishaq As.                                                            22. Nabi Zakaria As.

10.  Nabi Ya’qub As.                                                         23. Nabi Yahya As.

11.  Nabi Yusuf As.                                                           24. Nabi Isa As.

12.  Nabi Ayyub As.                                                          25. Nabi Muhammad Saw.

13.  Nabi Syu’aib As.

 

B.                 Saran

            Kami seraya pemakalah berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah iman kita dan memperkuat iman kita kepada Allah, Kitab-Nya dan para Nabi-Nya.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1952. Al-Islam Jilid 1. Yogyakarta: Bulan Bintang.

El-Bararah, Umdah. Meninjau Kembali Teori Kenabian. www.islamlib.com diakses pada 19/10/2019.

Hitami, Munzir. 1998. Rasul dan sejarah: Tafsir al-Quran Tentang Prean Rasul-Rasul Sebagai Agen Perubahan. Pekan Baru: Susqa Press.

Muhammad, Hamid. 2017.  Prophethood For Teens: Falsafah dan Risalah Kenabian dalam Islam. Bandung: Penerbit Marja.

Munir, A. dan Sudarsono. 2001. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Rineka Cipta.

Pintu Belajar Cerdas. Materi Pendidikan Agama Islam Tentang Nabi dan Rasul. [1] https://pintubelajarcerdas.blogspot.com/2016/10/makalah-materi-pendidikan-agama-islam.html (diakses pada 26-12-2019).

 

Syamhudi, Kholid. Rasul Tugas dan Kekhususannya. https://almanhaj.or.id/2951-rasul-tugas-dan-kekhususannya.html diakses pada 19/10/2019.

 

 



 

[3] Hasbi Ash-Shiddieqy. Al-Islam Jilid 1. (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1952) hal. 201

 

[4] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hal. 27-28.

[5] Ibid. Hlm 32-35

[6] Munzir Hitami, Rasul dan sejarah : Tafsir al-Quran Tentang Prean Rasul-Rasul Sebagai Agen Perubahan. (Pekan Baru: Susqa Press, 1998), hal. 211.

[7] Ibid. Hlm. 75-79

[8] Ibid. Hlm 89

[9] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam. (Jakarta: Rineka Cipta, 2001) hal. 53

 

[10] Umdah El-Bararah. Meninjau Kembali Teori Kenabian. www.islamlib.com, diakses pada 19/10/2019.

[11] Hamid Muhammad. Prophetood For Teens: Falsafah dan Risalah Kenabian dalam Islam. (Bandung: Penerbit Marja, 2017) hal. 26-27


No comments:

Post a Comment

TOKOH TASAWUF DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN A.     TOKOH TASAWUF DI INDONESIA Berikut merupakan beberapa tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia: 1.       Hamzah Fan...