MAKALAH TEOLOGI ISLAM
QISM AN NUBUWWAH (KENABIAN)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan
Masalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan...................................................................................................................... 1
BAB II QISM
AN NUBUWWAH
A.
Pengertian
Nabi/Kenabian....................................................................................... 2
B.
Tujuan
diutusnya Nabi............................................................................................ 5
C.
Syarat-syarat
Kenabian........................................................................................... 8
D.
Faktor
Penghambat dan Pendukung Kenabian........................................................ 9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................................................. 12
B.
Saran........................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kenabian atau nubuwwah
merupakan suatu hal yang sangat jarang diperbincangkan oleh masyarakat saat
ini. Tetapi, teori kenabian dalam agama Islam menjadi suatu perdebatan yang
sangat sengit untuk dibicarakan. Meskipun kenabin menjadi suatu tema yang
penting dalam kajian Islam, tetapi hal itu tidak berlaku bagi agama selain
Islam.
Saat ini, semakin banyak orang
yang memposisikan dan memandang Nabi menjadi suatu hal yang biasa saja, bukan
lagi sebuah hal yang istimewa. Karena dianggap biasa saja, pada akhirnya
penyikapan terhadap Nabi atau Rasul menjadi biasa saja, bahkan sampai ada yang
menjadikan Nabi atau Rasul sebagai bahan olokan dalam sebuah kartun, film, dan
sebagainya. Maka dari itu, tujuan dari makalah ini adalah agar dapat
menguraikan tentang kenabian.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Nabi?
2.
Apa tujuan diutusnya Nabi?
3.
Apa
saja syarat-syarat kenabian?
4.
Apa
saja faktor yang dapat menghambat dan mendukung kenabian?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Nabi.
2.
Untuk
mengetahui tujuan diutusnya
Nabi.
3.
Untuk
mengetahui syarat-syarat
kenabian.
4.
Untuk
mengetahui faktor yang dapat
menghambat dan mendukung kenabian.
BAB II
QISM AN NUBUWWAH
A. Pengertian
Nubuwwah (Kenabian)
Secara bahasa, kata nubuwah
berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta, berita, dan cerita. Kata
“Nubuwwah” merupakan mashdar dari “naba-a” dan kata nubuwwah disebutkan
sebanyak 5 kali di dalam Al-Qur’an dalam beberapa surat. Sedagkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Nabi adalah seseorang yang menjadi pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima wahyu-Nya dan
Kenabian merupakan sifat yang ada pada diri Nabi.
Secara sosiologis, Kenabian
(Nubuwwah) merupakan suatu jembatan transisi dari masa primitif menuju masa
rasioner. Para Nabi dan Rasul diutus ke dunia ini untuk membawa manusia dari
zaman kegelapan menuju zaman yang terang. Zaman kegelapan itu sendiri bermakna
bahwa pada zaman itu kehidupan penuh dengan keburukan moral, penyimpangan akhlak
dan keyakinan sehingga zaman ini disebut juga zaman sebelum Nabi di utus.
Dikatakan pula primitif, karena pada masa itu manusia masih dipengaruhi oleh
keyakinan-keyakinan kepada yang magis.[1]
Sedangkan secara terminologis,
ada beberapa pendapat mengeai Kenabian (nubuwwah), yaitu:
a.
Dalam hal kenabian, Al-Afghani memberikan suatu
perumpamaan bahwa masyarakat adalah badan, di mana anggota-anggotanya saling
berhubungan dan mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Kalau badan
tidak bisa hidup tanpa roh, maka demikian pula masyarakat. Roh masyarakat
adalah Nabi dan Rasul.
b.
Menurut para ulama Ahlus-Sunnah, kenabian adalah
pangkat yang diberikan Allah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.
c.
Menurut Ibnu Sina, ada dua kubu yang berbeda dalam
mengartikan kenabian. Kelompok yang pertama adalah ortodoks, yaitu kelompok
yang diwakili oleh kaum Sunni. Dalam pandangan mereka, kenabian adalah suatu
anugerah dari Tuhan kepada manusia. Kelompok ini juga mengatakan bahwa ajaran
kenabian merupakan ajaran yang suci dan mutlak kebenarannya karena berasal dari
wahyu Tuhan[2]. Sedangkan kelompok kedua,
yaitu heterodoks yang diwakili oleh para ahli filsafat, mereka menyatakan bahwa
kenabian merupakan sebuah keniscayaan dalam kehidupan ini. Mereka berpendapat
bahwa ajaran kenabian merupakan ajaran manusia yang biasa saja, punya nilai
kebenaran tetapi juga memiliki kekurangan karena sumber kenabian bukan hanya
berasal dari Tuhan, melainkan juga berasal dari masyarakat.[3]
Maka kesimpulan dari beberapa
pengertian di atas mengenai kenabian (nubuwwah) adalah bahwa nubuwwah adalah
gelar tau anugerah yang tidak dapat dicari, yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hamba pilihan-Nya
yang telah mencapai insan kamil dengan cara memberikan wahyu kepadanya. Seperti
yang telah diungkapkan di dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Itulah petunjuk Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dengan itu Dia memberikan petunjuk kepada siapa saja di antara
hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. Sekiranya mereka mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala, pasti lenyaplah amalan yang telah mereka kerjakan.
Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kitab, hikmah dan
kenabian...” (QS. Al-An’am: 88-89).
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih salah seorang
Rasul di antara manusia pada masanya, untuk menyampaikan perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya demi kebaikan hidup mausia itu sendiri di dunia maupun di
akhirat. Kita wajib mempercayai bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Bijaksana telah
mengutus beberapa Nabi dan Rasul untuk menuntun manusia ke jalan yang lurus.
Para Nabi dan Rasul tersebut
datang kepada kaumnya dengan membawa kabar gembira dan menakut-nakuti mereka
yang kafir akan Tuhannya dan mengingkari perintah-perintah-Nya. Dengan
demikian, tidak ada lagi alasan bagi manusia untuk membantah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setelah kedatangan para Rasul. Para Rasul dan Nabi
pada hakikatnya sama seperti manusia, mereka juga makan, minum, beristri,
beranak, berniaga dan sebagainya. Hanya bedanya mereka adalah manusia-manusia
pilihan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menerima wahyu-Nya.
Berikut adalah nama-nama para
Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui:
1.
Nabi Adam As. 14.
Nabi Musa As.
2.
Nabi Idris As. 15.
Nabi Harun As.
3.
Nabi Nuh As. 16.
Nabi Ilyasa As.
4.
Nabi Hud As. 17.
Nabi Zulkifli As.
5.
Nabi Shalis As. 18.
Nabi Daud As.
6.
Nabi Ibrahim As. 19.
Nabi Sulaiman As.
7.
Nabi Luth As. 20.
Nabi Ilyas As.
8.
Nabi Ismail As. 21.
Nabi Yunus As.
9.
Nabi Ishaq As. 22.
Nabi Zakaria As.
10. Nabi Ya’qub As. 23.
Nabi Yahya As.
11. Nabi Yusuf As. 24.
Nabi Isa As.
12. Nabi Ayyub As. 25.
Nabi Muhammad Saw.
13. Nabi Syu’aib As.
Sifat-sifat Wajib
bagi Nabi dan Rasul
1. Shiddiq artinya
benar, maka mustahil jika Nabi dan Rasul berdusta.
2. Amanah artinya dapat
dipercaya, maka mustahil jika Nabi dan Rasul berlaku khianat.
3. Tabligh artinya
menyampaikan, maka mustahil Nabi dan Rasul menyembunyikan (kitman).
4. Fathanah artinya
mudah memahami sesuatu, maka mustahil Nabi dan Rasul itu bodoh.[4]
Diantara Nabi-nabi
yang wajib kita imani di atas, ada juga yang merupakan Rasul. Lalu, apa yang
membedakan Nabi dengan Rasul?
Nabi
- Seorang Nabi menerima wahyu
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala
untuk dirinya sendiri.
- Bertugas melanjutkan atau
menguatkan syariat dari rasul sebelum nabi tersebut.
- Nabi diutus kepada kaum yang
sudah beriman.
- Nabi yang pertama adalah
nabi Adam ‘alaihissalam.
- Jumlah nabi sangat banyak
bahkan sampai ratusan ribu.
- Setiap rasul adalah nabi
namun tidak setiap nabi adalah rasul.
- Nabi hanya mendapatkan wahyu
melalui mimpi.
Rasul
- Rasul menerima wahyu dari
Allah Subhanahu
wa Ta’ala untuk disampaikan kepada
segenap umatnya.
- Diutus dengan membawa
syariat yang baru.
- Rasul diutus kepada kaum
yang belum beriman (kafir).
- Rasul yang pertama kali
adalah Nuh ‘Alaihissalam.
- Jumlah rasul lebih sedikit
dibanding dengan nabi.
- Setiap rasul adalah nabi.
- Rasul dapat menerima wahu
melalui mimpi maupun melalui malaikat dan ia dapat melihat serta
berkomunikasi secara langsung dengan malaikat.
- Seluruh rasul yang diutus
Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan
dari percobaan pembunuhan yang dilancarkan oleh kaumnya.
B.
Tujuan diutusnya Nabi
1. Tugas
agung mereka ialah mengajak manusia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meninggalkan sesembahan selainNya.[5]
Dakwah
dan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan dasar dan jalan
dakwah para rasul seluruhnya, sebagaimana dikhabarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dalam firmanNya:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ
وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah Subhanahu wa Ta’ala (saja),
dan jauhilah thagut itu.” [An Nahl:36].[6]
Dalam ayat yang
mulia ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul. Yaitu mengajak
kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menjauhi segala sesembahan selainNya. Hal ini juga disebutkan dalam firmanNya:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ
إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak
mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya :
“Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku”. [Al
Anbiyaa’:25].
Hal ini
dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan
manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala. jelaskan dalam firmanNya:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” [Adz Dzaariyaat:56].
2. Menyampaikan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala. kepada manusia dan
menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ
تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ
اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika
tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak
menyampaikan amanatNya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memelihara kamu dari
(gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” [Al Maidah:67]
بِالبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ
لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan
kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan.” [An Nahl:44].
3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan menyampaikan kabar kepada mereka
tentang pahala yang disiapkan bagi pelakunya, serta memperingatkan kepada
mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan untuk yang melanggarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ
حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah Subhanahu wa Ta’ala sesudah diutusnya rasul-rasul
itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [An Nisaa’:165].[7]
4. Memperbaiki manusai dengan teladan dan contoh yang baik dalam perkataan
dan perbuatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ
عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka
ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam
menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk
segala umat”. [Al An’am:90].
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ
يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah Subhanahu wa Ta’ala.”. [Al Ahzab:21].
5. Para rasul mempunyai tugas menegakkan dan menerapkan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala diantara hamba-hambaNya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ
وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن
تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ
وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa
Ta’ala menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian
dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang
fasik”. [Al Maidah:49].[8]
6. Menjadi saksi sampainya hujjah kepada manusia.
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ
وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
“(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat
seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu
(Muhammad ﷺ) menjadi saksi atas seluruh umat
manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan
segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri.” [An
Nahl:89].
C.
Syarat-syarat Kenabian
Tidak
semua orang dapat menjadi Nabi ataupun Rasul, hanya orang-orang trtentu yang
dipilih Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa menjadi Nabi ataupun Rasul. Untuk
menjadi Nabi dan Rasul pun tentunya memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu:
1.
Laki-laki. Menurut Ahlus-Sunnah Waljamaa’ah, Nabi
itu wajib laki-laki dan tidak boleh perempuan. Hal ini berdasarkan ayat
Al-Qur’an yang artinya:
“Dan
tiada Kami utuskan sebelum kamu, melainkan beberapa orang lelaki, Kami berikan
wahyu kepada mereka.” (QS. Al-Anbiya: 7)
2.
Mendapat Ma’rifat dan pengetahuan dari Tuhan yaitu
berupa wahyu. Para Nabi memandang sumber pengetahuan dan ma’rifat mereka dari
alam Ilahi dan berkeyakinan tidak dihasilkan oleh akal dan mental manusia.
Seperti yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan kepadamu kitab dan hikmah mengajarkanmu
kepada apa yang tidak kamu ketahui dan adalah fadhlullah atasmu sangat besar” (QS.
An-Nisa:113)[9]
3.
Terpelihara dari salah dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga
menjaga seorang Nabi dari perbuatan maksiat. Kalaupun Nabi melakukan dosa atau
kesalahan, maka mereka hanyalah melakukan kesalahan atau dosa kecil. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mungkin mengutus seorang Nabi yang melakukan dosa besar atau kekufuran. Seperti
firman Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang artinya:
“Dan
Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasul pun dan tidak pula seorang Nabi,
melainkan apabila ia mempunyai suatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan
terhadap keinginan itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan apa yang
dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menguatkan ayat-ayat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS.
Al-Hajj: 52)
4.
Syaikh Isyraq dalam kitab Majmu’eh Mushannifat mengatakan
bahwa Kenabian memiliki syarat-syarat, salah satu diantaranya mendapat tugas
dari alam tinggi untuk merealisasikan risalah, dan ini merupakan syarat khusus
bagi para Nabi.
5.
Menurut Al-Farabi, syarat seorang Nabi adalah bahwa
seorang Nabi harus mempunyai daya imaginasi yang kuat, dimana objek indrawi di
luar tidak dapat mempengaruhinya. Jadi ketika ia menerima wahyu dari Tuhan
melalui akal fa’al maka ia dapat berkomunikasi dengan baik. Sedangkan Ibnu Sina
mengatakan syarat kenabian adalah adanya keistimewaan yang tidak dinikmati
manusia pada umumnya, termasuk kecerdasan yang didapat diluar pengalaman
belajarnya secara manusiawi karena ilmu datang langsung dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala.[10]
D. Faktor Penghambat dan Pendukung Kenabian
Dalam
proses menyebarkan atau mendakwahkan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, banyak
sekali hambatan-hambatan yang terjadi, salah satunya ialah hambatan yang
berasal dari kaum para Nabi dan Rasul itu sendiri. Ketika seorang Nabi
menyampaikan ajaran agama yang dibawanya, tidak jarang sebagian besar dari
kaumnya itu menolak. Penolakan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,
kefanatikan terhadap tradisi nenek moyang, kesombongan, status sosial dan ada
juga yang dikarenakan rasa dengki kepada Nabi.
Ketika
para Nabi diutus ke dunia ini, ada pihak-pihak yang meragukan dan menentang
kenabian para Nabi. Mereka juga tidak mempercayai kitab-kitab yang diturunkan
kepada Nabi dan juga mukjizat yang diberikan kepada mereka. Pada masa Nabi
Ibrahim As, Raja Namrud dan para pengikutnya menentang ajaran yang dibawa oleh
beliau. Kemudian kaum ‘Aad yang menentang kenabian Nabi Hud, Fir’aun yang
selalu berusaha menjatuhkan Nabi Musa, dan masih banyak lagi orang-orang yang
menentang dan membantah kenabian para Nabi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Selain
itu, ada pula faktor yang mendorong kenabian para Nabi, yaitu salah satunya
adalah Wahyu. Secara etimologis, kata wahyu berasal dari kata “wahy” yang
memiliki beberapa arti, yaitu suara, tulisan, isyarat, bisikan dan paham.
Sedangkan secara terminologis, menurut Syekh Abduh, wahyu merupakan informasi
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-nabinya mengenai sebuah ajaran hukum
atau ajaran lainnya. Kata wahyu banyak terdapat di dalam Al-Qur’an, salah
satunya terdapat pada surat An-Najm yang artinya:
“Dan
tiadalah yang diciptakan itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” (QS.
An-Najm: 3-4)
Selain
wahyu, kenabian seorang Nabi juga didukung dengan adanya suatu mu’jizat yang
diberikan atas izin Allah Subhanahu wa Ta’ala Secara etimologis, mu’jizat
diambil dari kata a’jaza yang berarti melemahkan dan memperdaya.
Sedangkan secara terminologis, mu’jizat adalah suatu hal spektakuler di luar
adat dan kebiasaan yang berasa dari para Nabi dengan izin dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara bahasa, kata nubuwah
berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar warta, berita, dan cerita. Kata
“Nubuwwah” merupakan mashdar dari “naba-a” dan kata nubuwwah disebutkan
sebanyak 5 kali di dalam Al-Qur’an dalam beberapa surat. Sedagkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Nabi adalah seseorang yang menjadi pilihan Allah untuk
menerima wahyu-Nya dan Kenabian merupakan sifat yang ada pada diri Nabi.
Berikut adalah nama-nama para
Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui:
1.
Nabi Adam As. 14.
Nabi Musa As.
2.
Nabi Idris As. 15.
Nabi Harun As.
3.
Nabi Nuh As. 16.
Nabi Ilyasa As.
4.
Nabi Hud As. 17.
Nabi Zulkifli As.
5.
Nabi Shalis As. 18.
Nabi Daud As.
6.
Nabi Ibrahim As. 19.
Nabi Sulaiman As.
7.
Nabi Luth As. 20.
Nabi Ilyas As.
8.
Nabi Ismail As. 21.
Nabi Yunus As.
9.
Nabi Ishaq As. 22.
Nabi Zakaria As.
10. Nabi Ya’qub As. 23.
Nabi Yahya As.
11. Nabi Yusuf As. 24.
Nabi Isa As.
12. Nabi Ayyub As. 25.
Nabi Muhammad Saw.
13. Nabi Syu’aib As.
B.
Saran
Kami seraya
pemakalah berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah iman
kita dan memperkuat iman kita kepada Allah, Kitab-Nya dan para Nabi-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1952. Al-Islam Jilid 1. Yogyakarta:
Bulan Bintang.
El-Bararah, Umdah. Meninjau Kembali Teori Kenabian. www.islamlib.com
diakses pada 19/10/2019.
Hitami, Munzir. 1998. Rasul dan
sejarah: Tafsir al-Quran Tentang Prean Rasul-Rasul Sebagai Agen Perubahan. Pekan Baru: Susqa
Press.
Muhammad, Hamid. 2017. Prophethood For Teens: Falsafah dan Risalah
Kenabian dalam Islam. Bandung: Penerbit Marja.
Munir, A. dan Sudarsono. 2001. Dasar-dasar Agama
Islam. Jakarta: Rineka Cipta.
Pintu Belajar Cerdas. Materi Pendidikan Agama Islam Tentang Nabi dan
Rasul. [1] https://pintubelajarcerdas.blogspot.com/2016/10/makalah-materi-pendidikan-agama-islam.html (diakses pada 26-12-2019).
Syamhudi, Kholid. Rasul Tugas dan Kekhususannya. https://almanhaj.or.id/2951-rasul-tugas-dan-kekhususannya.html diakses pada 19/10/2019.
[3] Hasbi Ash-Shiddieqy. Al-Islam Jilid 1. (Yogyakarta: Bulan Bintang,
1952) hal. 201
[4] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2001) hal. 27-28.
[5] Ibid. Hlm 32-35
[6] Munzir Hitami,
Rasul dan sejarah : Tafsir al-Quran Tentang Prean Rasul-Rasul Sebagai Agen Perubahan.
(Pekan Baru: Susqa Press, 1998), hal. 211.
[7] Ibid. Hlm. 75-79
[8] Ibid. Hlm 89
[9] A. Munir dan Sudarsono. Dasar-dasar Agama Islam. (Jakarta: Rineka
Cipta, 2001) hal. 53
[10] Umdah El-Bararah. Meninjau Kembali Teori Kenabian. www.islamlib.com,
diakses pada 19/10/2019.
[11] Hamid Muhammad. Prophetood For Teens: Falsafah dan Risalah Kenabian
dalam Islam. (Bandung: Penerbit Marja, 2017) hal. 26-27
No comments:
Post a Comment