CARA PENENTUAN
KATA UTAMA NAMA ARAB MENURUT PERATURAN YANG ADA
DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK
1
ABD
RAHMAN
MAYALIANA
TASSYA
RAMAYANI
KELAS:
JIP-2
![]() |
PRODI ILMU
PERPUSTAKAAN
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
TAHUN
AKADEMIK 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan
atas bagi kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada
waktunya. Tak lupa, sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada
junjungan kita nabi Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Deskripsi Bibliografi Literatur
Bahasa Arab pada semester III dengan mengangkat tema “Cara Penentuan Kata Utama
Nama Arab Menurut Peraturan yang Ada”. Diharapkan, makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca.
Mungkin dalam penyusunan
makalah ini, terdapat banyak kesalahan di dalamnya, maka dari itu kami harapkan
kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih
baik. Kami berharap agar makalah ini akan bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 20 Oktober 2019
Disusun oleh,
Kelompok
1
DAFTAR
ISI
Hal
KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................................. 2
C.
Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB
II CARA PENENTUAN KATA UTAMA NAMA ARAB MENURUT PERATURAN YANG ADA
A.
Menurut
ALA (American Library Association )................................................................. 3
B.
Menurut LA (Library Assosiation)....................................................................................... 5
C.
Menurut AACR................................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................................................... 10
B.
Saran................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 11
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Katalogisasi merupakan proses
kegiatan pembuatan katalog. Secara umum, katalogisasi dapat dibedakan menjadi
dua jenis yaitu, katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek. Dalam katalogisasi
deskriptif yang menjadi sasaran adalah pengolahan entri utama dari sebuah buku
dan hasilnya dicantumkan dalam katalog. Yang dimaksud entri utama adalah uraian
katalog yang dibuat pertama kali, terdiri atas tajuk dan unsur-unsur katalog
lainnya. Tajuk biasanya berupa nama pengarang. Dalam katalogisasi subjek, yang
menjadi sasaran adalah penentuan entri subjek sebuah buku baik berupa subjek
verbal maupun notasi klasifikasi dan hasilnya dicantumkan dalam katalog.
Setiap
bangsa akan memiliki pola yang berbeda dalam memberikan nama. Begitu pula yang
terjadi pada nama-nama Arab. Mayoritas penduduk bangsa Arab memeluk agama
Islam. Pengaruh Islam sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab. Agama Islam yang
dibawa nabi Muhamad Saw pada 610M
membawa perubahan besar bagi bangsa arab. Pola nama Arab, sebagai bagian dari
kebudayaan Arab, mengalami perkembangan dan perubahan sehubungan dengan
interaksi budaya Arab dengan kebudayaan luar dan juga perkembangan internal
masyarakat tersebut. Nama-nama periode sebelum Islam, mengalami perubahan sejak
kerasulan Muhammad SAW. Kemudian ketika wilayah Islam semakin meluas dan
terjadi dialog dan interaksi dengan budaya Yunani, Persia, dan Afrika,
nama-nama Arab juga mengalami perubahan. Kemudian, pada saat imperialisme Barat
terhadap Timur Tengah, nama-nama Arab kembali mengalami perubahan bentuk dan
pola.
Jadi
untuk menjadi seorang pustakawan yang berkompeten dalam berbagai bidang maka
kita harus mempelajari terlebih dahulu pola nama bangsa Arab agar kita mampu menentukan
tajuk entri utama dalam catalog dengan berdasarkan peraturan standar yang
digunakan
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
penentuan nama pengarang dan kata utama literatur berbahasa Arab?
2. Apa
saja unsur-unsur nama Arab?
3. Bagaimana
pola umum nama Arab?
4. Bagaimana
penentuan tajuk entri utama nama Arab sebelum AACR?
5. Bagaimana
penentuan tajuk entri utama nama Arab menurut AACR?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui penentuan nama pengarang dan kata utama literatur berbahasa Arab.
2. Untuk
mengetahui unsur-unsur nama Arab.
3. Untuk
mengetahui pola umum nama Arab.
4. Untuk
mengetahui penentuan tajuk entri utama nama Arab sebelum AACR.
5. Untuk
mengetahui penentuan tajuk entri utama nama Arab menurut AACR.
BAB II
CARA PENETUAN KATA UTAMA NAMA ARAB
MENURUT PERATURAN YANG ADA
Katalogisasi
merupakan proses kegiatan pembuatan katalog. Secara umum, katalogisasi dapat
dibedakan menjadi dua jenis yaitu, katalogisasi deskriptif dan katalogisasi
subjek.[1] Tajuk Entri Utama adalah
kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog sebagai dasar penyusunan
katalog. Menentukan bentuk tajuk adalah mencatat nama pengarang dalam tajuk.
Pekerjaan ini meliputi penentuan kata utama nama pengarang dan bagian-bagian
nama lainnya yang perlu dicatat dalam tajuk. Dari konferensi Paris th. 1961 tentang
prinsip-prinsip katalogisasi deskriptif, berhasil disusun berbagai ketentuan
yang menyangkut penentuan tajuk dan bentuk tajuk. Peraturan ini kemudian lebih
dikenal dengan “Anglo American Cataloging
Rules (AACR)”.[2]
Cara
penetuan kata utama nama Arab terdiri dari peraturan sebelum AACR dan peraturan
sesudah AACR. Peraturan-peraturan sebelum AACR pada prinsipnya menentyukan kata
utama nama Arab pada ism (nama diri) tetapi peraturanj yang dikeluarkan
American Library Assosiation memberikan
kemungkinan untuk menentukan kata utama pada bagian lain. Berikut ini diuraikan
lebih lanjut prinsip-prinsip penentuan kata utama menurut American Library AssosiationCataloging Rules for Author and Tittle Entries,
1949 (ALA), dan menurut Library Assosiation Ctaloging Rules: Author
and Tittle Entries, 1967 (LA)
A. Menurut ALA (American Library Association )
Dalam
peraturan ALA membedakan nama arab sebelum dan sesudah tahun 1900 M. Kata utama
nama Arab, ditetapkan dalam Ism (nama
diri), sesuai dengan pasal 64 dari peraturan tersebut.
"Enter
Arabic, Persian, and Turkish writers, up to about the year 1900, living in
Mohammedan countries and writing only, or predominantly, in their native
tongues, under the given name compounded with the patronymic (the latter
preceded by word "ibn", i.e., ”son of"; in rare cases
”akhu", i.e.: "brother of ") as well as with the surname and
nickname, usually derived from place of birth or residence (nisbah),
occupation, physical peculiarities. etc. "[3]
Penunjukan-penunjukan
dibuat dari bagian-bagian nama yang tidak dijadikan kata utama.
Contoh:
Nama :
Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf al-Kindi.
Kata
Utama : Muhammad ibn yusuf al-Kindi
Penunjukan-penunjukan
dibuat dari:
- Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf
-
al-Kindi, Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf.
ALA
memberikan perkecualian dalam hal ini bagi pengarang-pengarang besar yang
namanya Iebih dikenal pada bagian lain (bukan ism). Kata utama untuk nama-nama
pengarang besar yang dimaksud ditetapkan pada bagian lain (bukan ism),
sebagaimana disebutkan dalam pasal 643 sebagai berikut :
“Exception
is made In favor of entry under another part of the name when an author of
great prominence has become gateway known under his honorific name, surname,
nickname, etc." [4]
Contoh
:
Nama
: Muhammad ibn Muhammad al-Ghazzālī.
Kata
Utama : Al-Ghazzālī. 1058-1111.
Penunjukan-penunjukan
dibuat dari :
-Muhammad
ibn Muhammad, al-Ghazzālī
-Algazel
-Algazālī
-al-Gazzālī
Untuk
nama-nama Arab yang ada setelah tahun 1900, kata utama ditetapkan pada bagian terakhir,
apabila bagian terakhir tersebut berupa nama keluarga, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 640 sebagai berikut :
"Masukkanlah
penulis-penulis Islam modern (setelah 1900) di bawah bentuk nama-nama yang
diperpendek sedemikian itu sebagai
kebiasaan yang mereka gunakan, nama keluarga, yang diikuti nama depan, dengan
catatan, sudah barang tentu unsur yang kedua itu benar-benar merupakan nama
keluarga dan bukan sekedar tambahan."[5]
Contoh:
Nama : Yusuf nasr.
kata
Utama : Nasr, Yusuf.
B. Menurut LA (Library Assosiation)
Kata
utama nama Arab ditetapkan pada nama diri (ism)
sedangkan acuan dibuatkan dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama. LA
menetapkan kata utama nama Arab pada nama diri, tanpa pengkecualian.
Penunjukan-penunjukan dibuatkan dari setiap unsur nama yang tidak dijadikan
kata utama. Ketentuan tersebut disebutkan dalam pasal 52 sebagai berikut :
“Penulis-penulis Arab dan
penulis-penulis lain yang tinggal di negeri Islam dan mengikuti ajaran-ajaran
Islam, dimasukkan di bawah nama diri, yang diikuti oIeh nama-nama yang
menunjukkan suatu hubungan (tersusun dengan abu, ibn, dll. ) serta oIeh
nama-nama khusus apa pun atau dalam beberapa hal yang berhubungan dengan
karakter pribadi dan kehidupannya ..... Penunjukan dibuat dari masing-masing unsur
nama yang beragam itu."
Contoh:
Nama
: Abū Bakr Muhammad ibn
Zakariyā al-Razī
Kata
utama : Muhammad ibn Zakariyā, Abi
Bakr, al-Razī
Penunjukan-penunjukan dibuatkan dari :
-Abu
Bakr
-al-Rāzī
-Rasis
-Rhases.
Prinsip
penentuan kata utama nama Arab pada ism
(nama diri) mempunyai banyak kelemahan. Oleh karenanya telah mendapat kritik
dari berbagai pihak atas kelemahannya itu. Dalam hal ini Mahmud Sheniti
mengatakan sebagai berikut :
“Kesulitan yang ditemui dalam
mengidentifikasi, menyeleksi dan mengatur komponen-komponen dari nama-nama Arab
tidak dapat diatasi hanya dengan mencoba mencari pemecahan yang otomatis
seperti misalnya menggunakan bagian pertama dari nama tersebut. Pengetahuan
tentang tulisan Arab dan pengenalan dengan baik terhadap sumber- sumber
berbahasa Arab yang tidak dapat digantikan dengan cara-cara yang asal tebak
saja."
Di antara kelemahannya adalah :
a.
Penelusuran literatur melalui nama
pengarang akan memakan waktu lebih lama, karena terlebih dahulu harus melalui
penunjukan-penunjukan untuk mengetahui nama diri yang digunakan sebagai kata
utama.
Dalam hal ini Omoerha mengatakan sebagai
berikut :
"Cara-cara
yang telah ditempuh British Musriti dan banyak perpustakaan-perpustakaan
lainnya yang lebih tua, yang meggunakan ism (nama diri) sebagai kata utama,
telah lama menjadi bahan kritikan. Kelemahan dari cara-cara ini ialah bahwa
setiap orang harus mengingat ism setiap pengarang atau terlebih dahulu mencari
penunjukan "lihat" sebelum karya-karya pengarang yang bersangkutan
dapat ditemukan.” (Omoerha; 1973:5-6).
Dalam hubungan ini Tibbets mengatakan
sebagai berikut:
"Oleh
sebab pada umumnya hanya sedikit sekali pengarang-pengarang yang dikenal dari
nama diri mereka, maka pembaca biasanya harus mencari bentuk nama yang
termasyhur dari si pengarang, dengan begitu dia akan ditunjukkan kepada nama
pertamanya dan kemudian baru dapat menemukan karya yang diinginkan biasanya setelah banyak menelusuri
nama-nama yang dimulai dengan Muhammad ".[6]
b.
Perkecualian yang diberikan oleh ALA
mengenai nama-nama pengarang yang sangat terkenal bukan pada nama dirinya tanpa
ada penjelasan lebih lanjut, adalah nisbi sifatnya dan tidak mengandung suatu
kepastian.
c.
Besarnya pemakaian jenis nama diri
tertentu (terutama Muhammad dan Ahmad) relatif lebih menyulitkan dalam
penjajaran (filing).
Dalam
kenyataannya terdapat penyimpangan atau modifikasi di antara
perpustakaan-perpustakaan yang menerapkan kedua peraturan tersebut , yaitu
sebelum dikeluarkannya AACR. Mahmud Sheniti dalam hubungan ini mengemukakan
hasil penelitiannya sebagai berikut:
“Berbagai ketentuan mengenai tajuk
pada perpustakaan-perpustakaan di Negara-negara Arab pada masa sekarang ini
bisa dirangkum sebagai berikut:
a.
Tajuk berupa nama pengarang tidak diikuti.
Sebagai gantinya, buku-buku ditaiukkan pada judul dan pengarang. Bila tajuk
pada pengarang, kata utama pada nama pertamanya (Perpustakaan Nasional, Kairo;
Zahiriyya, Damascus).
b.
Tajuk pada nama pengarang, dengan kata
utama pada nama diri (Cabang-cabang Perpustakaan Nasional, Kairo; Perpustakaan
Universitas Aleksandria).
c.
Tajuk pada nama pengarang, dengan kata
utama pada unsur nama yang terkenal. (Perpustakaan Nasional, Beirut;
Perpustakaan Universitas Damaskus; Perpustakaan Universitas Baghdad, Perpustakaan
Universitas Amerika, Beirut; Perpustakaan Universitas Kairo)".[7]
C. Menurut AACR
Dalam
International Conference on Cataloging
Principles, 1961 di Paris yang kemudian dikenal dengan Paris Conference, Sebagai kelanjutan dari Konperensi tersebut, pada
tahun 1967 IFLA menerbitkan National
Usages of Names of Persons. Di dalamnya terdapat juga cara penentuan kata
utama nama Arab, pada garis besarnya sama dengan cara yang diusulkan oleh
Mahmud Sheniti dari Konferensi Paris. Prinsip-prinsip tersebut kemudian
tertuang dalam pasal 54 dari AACR, dengan sedikit modifikasi.
Berbeda
dengan dua buah peraturan yang disebutkan terdahulu yang menetapkan kata utama
nama Arab pada nama diri, AACR pada pasal 54 menetapkan kata utama pada unsur
atau kombinasi beberapa unsur yang lebih dikenal, sebagaimana disebutkan dalam
pasal 54A sebagai berikut:
“Masukkanlah
di bawah unsur atau kombinasi unsur nama yang paling dikenal sebagaimana yang
ditetapkan dalam sumber sumber referensi. Dalam hal ragu-ragu masukkanlah di
bawah unsur nama yang terakhir ...... Buatkan penunjukan dari bagian nama yang
tidak digunakan sebagai kata utama apabila ada alasan kuat bahwa nama orang
akan dicari melalui bagian nama tersebut."
Yang
masih menjadi persoalan dari pasal 54 itu adalah cara memilih bagian yang lebih
dikenal dari berbagai macam bentuk nama Arab. Pasal 54 tersebut memberi jalan
keluar dengan cara menggunakan sumber sumber referensi dan dalam hal yang
meragukan disarankan untuk menetapkan bagian terakhir sebagai kata utama.
Sumber-sumber referens yang dimaksud di antaranya adalah :
1.
l. Brockelman, Carl. Geschichte der Arabischen Litteratur.
2.
Ibn al-Nadim. AI-Fihrist.
3.
lbn Khalikan. Biographical Dictionary.
4.
Sarkis. Mu' jam al-Matbu'at aI-Arabiyyah wa 'I-Mu'arabarabba
5.
The Encyclopaedia
of Islam.
Kecuali
The Encylopaedia of Islam,
sumber-sumber referens yang disebutkan di atas langka di Indonesia, dan ini
memakan kesulitan pertama yang dihadapi oleh para petugas katalogisasi untuk
dapat menerapkan peraturan tersebut.
Kelemahan
lain dari peraturan tersebut adalah nama pengarang yang mungkin tidak dijumpai
dalam sumber referens. Dalam hubungan ini Omoerha mengatakan sebagai berikut:
"
..... para pengkatalog tidak mendapatkan petunjuk yang mesti dikerjakan apabila
unsur nama yang terkenal tidak dapat diperoleh melalui sumber-sumber referens.
Di sini pun AACR terlalu kabur : "Dalam hal ragu-ragu masukkanlah di bawah
unsur nama terakhir." Bagian manakah dari nama Arab klasik yang dapat
dianggap sebagai yang terakhir… Lagi pula. unsur terakhir mungkin tidak dapat
digunakan sebagai kata utama.”[8]
Selain
kelemahan yang telah dikemukakan di atas, ada kemungkinan terdinya perbedaan
dalam menetapkan kata utama nama Arab di antara sumber-sumber referens. Hal
demikian akan meragukan dalam menetapkam kata utama.
Contoh : Muhammad
ibn Muhammad al-Katib al-Isfahini
Ism nasab laqab nisbah
Pengunaan
bagian terakhir sebagai kata utama mungkin hanya sesuai untuk golongan nama
Arab modern yang tidak menggunakan bentuk tradisional (masih menggunakan nasab,
tetapi tanpa laqab dan nisbah). Bagian terakhir dapat berupa nisbah, Iaqab,
atau nama pada tingkat kekerabatan yang lebih tinggi.
Untuk
golongan nama Arab kuno, bagian yang dapat ditetapkan sebagai kata utama,
relatif tergantung pada unsur-unsur yang membentuk nama dan pola nama Arab itu.
Menurut Chaplin bagian nama yang lebih dikenal pada golongan nama Arab kuno itu
seringkali berupa nisbah. Mengenal kata utama untuk golongan nama Arab kuno,
Omoerha, mengusulkan sebagai berikut :
"Di
dalam praktek, yang paling umum adalah menetapkan kata mama pada nisbah .....
misalnya aI-Qazwini', aI-Tabari, al Suyuti, aI-Bukhari dan aI-Irani. khitab
(gelar berupa pesenyawaan) tidak digunakan sebagai kata utama, tempat dapat
digunakan daIam penunjukan. Hanya sedikit sekali nama diri (ism) yang digunakan
sebagai kata utama, yaitu nama-nama Arab yang sangat klasik.”[9]
Usul
Omoerha tersebut dapat disempurnakan dengan menetapkan. unsur laqab sebagai
kata utama, bagi nama Arab yang memiliki unsur tersebut, seperti aI-Katib,
aI-Khatib, aI-Najjar, dan lain-lain.
Dapat
disimpulkan, bahwa peraturan yang ada mengenai cara penentuan kata utama nama
Arab belum memadai dibandingkan dengan bentuk-bentuk dan pola pola nama Arab
yang ada sesuai dengan perkembangannya sejak dahulu hingga dewasa ini.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cara
penetuan kata utama nama Arab terdiri dari peraturan sebelum AACR dan peraturan
sesudah AACR. Peraturan-peraturan sebelum AACR pada prinsipnya menentyukan kata
utama nama Arab pada ism (nama diri) tetapi peraturanj yang dikeluarkan
American Library Assosiation memberikan
kemungkinan untuk menentukan kata utama pada bagian lain. Berikut ini diuraikan
lebih lanjut prinsip-prinsip penentuan kata utama menurut American Library AssosiationCataloging Rules for Author and Tittle
Entries, 1949 (ALA), dan menurut Library Assosiation Ctaloging Rules: Author
and Tittle Entries, 1967 (LA)
Dalam
peraturan ALA membedakan nama arab sebelum dan sesudah tahun 1900 M. Kata utama
nama Arab, ditetapkan dalam Ism (nama
diri), sesuai dengan pasal 64 dari peraturan tersebut. Kata utama nama Arab
ditetapkan pada nama diri (ism)
sedangkan acuan dibuatkan dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama. LA
menetapkan kata utama nama Arab pada nama diri, tanpa pengkecualian. AACR
menetapkan kata utama pada unsur atau kombinasi beberapa unsur yang lebih
dikenal.
B. Saran
Sesuai
dengan kesimpulan diatas penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa
jurusan Ilmu perpustakaan yang nanrtinya akan berkecimpung dalam dunia
perpustakaan agar mempelajari tentang bagaimana katalogisasi bahan pustaka
berbahasa Arab terkhusus cara menetukan kata utama nama Arab sesuai peraturan
yang ada baik peraturan sebelum AACR (ALA dan LA) maupun peratuiran AACR agar menjadi seorang pustakawan yang
berkompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Eryono, Kailani. 1985. Katalogisasi Buku Berbahasa Arab.
Jakarta: UI-Press.
Eryono, Kailani. 1999. Pengolahan bahan pustaka. Jakarta:
Universitas Terbuka.
[1] Muh.
Kailani Eryono. Pengolahan bahan pustaka. (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999),
hlm. 2
[2]
Ibid, hlm. 32-33
[3] Muh.
Kailani Eryono, Katalogisasi Buku Berb
ahasa Arab, (Jakarta: UI-Press, 1985), hlm. 22
[4]
Ibid, Hlm. 23
[5]
Ibid Hlm. 23
[6]
Ibid, Hlm. 24-25
[7]
Ibid, Hlm. 26
[8]
Ibid, Hlm. 27
[9]
Ibid, Hlm. 28
No comments:
Post a Comment