Wednesday, 10 June 2020

CARA PENENTUAN KATA UTAMA NAMA ARAB MENURUT PERATURAN YANG ADA

CARA PENENTUAN KATA UTAMA NAMA ARAB MENURUT PERATURAN YANG ADA

 

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

ABD RAHMAN

MAYALIANA

TASSYA RAMAYANI

KELAS: JIP-2

 

Gambar terkait
 

 

 

 

 

 

 

 


PRODI ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

TAHUN AKADEMIK 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas  bagi kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Tak lupa, sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Deskripsi Bibliografi Literatur Bahasa Arab pada semester III dengan mengangkat tema “Cara Penentuan Kata Utama Nama Arab Menurut Peraturan yang Ada”. Diharapkan, makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca.

Mungkin dalam penyusunan makalah ini, terdapat banyak kesalahan di dalamnya, maka dari itu kami harapkan kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih baik. Kami berharap agar makalah ini akan bermanfaat bagi pembaca.

 

 

 

 

 

Medan, 20 Oktober 2019

Disusun oleh,

 

 

Kelompok 1


 

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang...................................................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah................................................................................................................. 2

C.     Tujuan .................................................................................................................................. 2

BAB II CARA PENENTUAN KATA UTAMA NAMA ARAB MENURUT PERATURAN YANG ADA

A.     Menurut ALA (American Library Association )................................................................. 3

B.     Menurut LA (Library Assosiation)....................................................................................... 5

C.     Menurut AACR................................................................................................................... 7

BAB III PENUTUP               

A.    Kesimpulan......................................................................................................................... 10

B.     Saran................................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 11


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Katalogisasi merupakan proses kegiatan pembuatan katalog. Secara umum, katalogisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek. Dalam katalogisasi deskriptif yang menjadi sasaran adalah pengolahan entri utama dari sebuah buku dan hasilnya dicantumkan dalam katalog. Yang dimaksud entri utama adalah uraian katalog yang dibuat pertama kali, terdiri atas tajuk dan unsur-unsur katalog lainnya. Tajuk biasanya berupa nama pengarang. Dalam katalogisasi subjek, yang menjadi sasaran adalah penentuan entri subjek sebuah buku baik berupa subjek verbal maupun notasi klasifikasi dan hasilnya dicantumkan dalam katalog.

Setiap bangsa akan memiliki pola yang berbeda dalam memberikan nama. Begitu pula yang terjadi pada nama-nama Arab. Mayoritas penduduk bangsa Arab memeluk agama Islam. Pengaruh Islam sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab. Agama Islam yang dibawa nabi Muhamad Saw  pada 610M membawa perubahan besar bagi bangsa arab. Pola nama Arab, sebagai bagian dari kebudayaan Arab, mengalami perkembangan dan perubahan sehubungan dengan interaksi budaya Arab dengan kebudayaan luar dan juga perkembangan internal masyarakat tersebut. Nama-nama periode sebelum Islam, mengalami perubahan sejak kerasulan Muhammad SAW. Kemudian ketika wilayah Islam semakin meluas dan terjadi dialog dan interaksi dengan budaya Yunani, Persia, dan Afrika, nama-nama Arab juga mengalami perubahan. Kemudian, pada saat imperialisme Barat terhadap Timur Tengah, nama-nama Arab kembali mengalami perubahan bentuk dan pola.

Jadi untuk menjadi seorang pustakawan yang berkompeten dalam berbagai bidang maka kita harus mempelajari terlebih dahulu pola nama bangsa Arab agar kita mampu menentukan tajuk entri utama dalam catalog dengan berdasarkan peraturan standar yang digunakan


 

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana penentuan nama pengarang dan kata utama literatur berbahasa Arab?

2.      Apa saja unsur-unsur nama Arab?

3.      Bagaimana pola umum nama Arab?

4.      Bagaimana penentuan tajuk entri utama nama Arab sebelum AACR?

5.      Bagaimana penentuan tajuk entri utama nama Arab menurut AACR?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui penentuan nama pengarang dan kata utama literatur berbahasa Arab.

2.      Untuk mengetahui unsur-unsur nama Arab.

3.      Untuk mengetahui pola umum nama Arab.

4.      Untuk mengetahui penentuan tajuk entri utama nama Arab sebelum AACR.

5.      Untuk mengetahui penentuan tajuk entri utama nama Arab menurut AACR.


 

BAB II

CARA PENETUAN KATA UTAMA NAMA ARAB

 MENURUT PERATURAN YANG ADA

Katalogisasi merupakan proses kegiatan pembuatan katalog. Secara umum, katalogisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek.[1] Tajuk Entri Utama adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog sebagai dasar penyusunan katalog. Menentukan bentuk tajuk adalah mencatat nama pengarang dalam tajuk. Pekerjaan ini meliputi penentuan kata utama nama pengarang dan bagian-bagian nama lainnya yang perlu dicatat dalam tajuk. Dari konferensi Paris th. 1961 tentang prinsip-prinsip katalogisasi deskriptif, berhasil disusun berbagai ketentuan yang menyangkut penentuan tajuk dan bentuk tajuk. Peraturan ini kemudian lebih dikenal dengan “Anglo American Cataloging Rules (AACR)”.[2]

Cara penetuan kata utama nama Arab terdiri dari peraturan sebelum AACR dan peraturan sesudah AACR. Peraturan-peraturan sebelum AACR pada prinsipnya menentyukan kata utama nama Arab pada ism  (nama diri) tetapi peraturanj yang dikeluarkan American Library Assosiation memberikan kemungkinan untuk menentukan kata utama pada bagian lain. Berikut ini diuraikan lebih lanjut prinsip-prinsip penentuan kata utama menurut American Library AssosiationCataloging Rules for Author and Tittle Entries, 1949 (ALA), dan menurut Library Assosiation Ctaloging Rules: Author and Tittle Entries, 1967 (LA)

A.    Menurut ALA (American Library Association )

Dalam peraturan ALA membedakan nama arab sebelum dan sesudah tahun 1900 M. Kata utama nama Arab, ditetapkan dalam Ism (nama diri), sesuai dengan pasal 64 dari peraturan tersebut.

"Enter Arabic, Persian, and Turkish writers, up to about the year 1900, living in Mohammedan countries and writing only, or predominantly, in their native tongues, under the given name compounded with the patronymic (the latter preceded by word "ibn", i.e., ”son of"; in rare cases ”akhu", i.e.: "brother of ") as well as with the surname and nickname, usually derived from place of birth or residence (nisbah), occupation, physical peculiarities. etc. "[3]

Penunjukan-penunjukan dibuat dari bagian-bagian nama yang tidak dijadikan kata utama.

Contoh:

 Nama              : Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf al-Kindi.

Kata Utama     : Muhammad ibn yusuf al-Kindi

Penunjukan-penunjukan dibuat dari:

 - Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf

- al-Kindi, Abu 'Umar Muhammad ibn Yusuf.

ALA memberikan perkecualian dalam hal ini bagi pengarang-pengarang besar yang namanya Iebih dikenal pada bagian lain (bukan ism). Kata utama untuk nama-nama pengarang besar yang dimaksud ditetapkan pada bagian lain (bukan ism), sebagaimana disebutkan dalam pasal 643 sebagai berikut :

“Exception is made In favor of entry under another part of the name when an author of great prominence has become gateway known under his honorific name, surname, nickname, etc." [4]

Contoh :

Nama               : Muhammad ibn Muhammad al-Ghazzālī.

Kata Utama     : Al-Ghazzālī. 1058-1111.

Penunjukan-penunjukan dibuat dari :

-Muhammad ibn Muhammad, al-Ghazzālī

-Algazel

-Algazālī

-al-Gazzālī

Untuk nama-nama Arab yang ada setelah tahun 1900, kata utama ditetapkan pada bagian terakhir, apabila bagian terakhir tersebut berupa nama keluarga, sebagaimana disebutkan dalam pasal 640 sebagai berikut :

"Masukkanlah penulis-penulis Islam modern (setelah 1900) di bawah bentuk nama-nama yang diperpendek sedemikian  itu sebagai kebiasaan yang mereka gunakan, nama keluarga, yang diikuti nama depan, dengan catatan, sudah barang tentu unsur yang kedua itu benar-benar merupakan nama keluarga dan bukan sekedar tambahan."[5]

Contoh:

Nama               : Yusuf nasr.

kata Utama      : Nasr, Yusuf.

B.     Menurut LA (Library Assosiation)

Kata utama nama Arab ditetapkan pada nama diri (ism) sedangkan acuan dibuatkan dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama. LA menetapkan kata utama nama Arab pada nama diri, tanpa pengkecualian. Penunjukan-penunjukan dibuatkan dari setiap unsur nama yang tidak dijadikan kata utama. Ketentuan tersebut disebutkan dalam pasal 52 sebagai berikut :

“Penulis-penulis Arab dan penulis-penulis lain yang tinggal di negeri Islam dan mengikuti ajaran-ajaran Islam, dimasukkan di bawah nama diri, yang diikuti oIeh nama-nama yang menunjukkan suatu hubungan (tersusun dengan abu, ibn, dll. ) serta oIeh nama-nama khusus apa pun atau dalam beberapa hal yang berhubungan dengan karakter pribadi dan kehidupannya ..... Penunjukan dibuat dari masing-masing unsur nama yang beragam itu."

Contoh:

Nama               : Abū Bakr Muhammad ibn Zakariyā al-Razī

Kata utama      : Muhammad ibn Zakariyā, Abi Bakr, al-Razī

Penunjukan-penunjukan dibuatkan dari :

-Abu Bakr

-al-Rāzī

-Rasis

-Rhases.

Prinsip penentuan kata utama nama Arab pada ism (nama diri) mempunyai banyak kelemahan. Oleh karenanya telah mendapat kritik dari berbagai pihak atas kelemahannya itu. Dalam hal ini Mahmud Sheniti mengatakan sebagai berikut :

Kesulitan yang ditemui dalam mengidentifikasi, menyeleksi dan mengatur komponen-komponen dari nama-nama Arab tidak dapat diatasi hanya dengan mencoba mencari pemecahan yang otomatis seperti misalnya menggunakan bagian pertama dari nama tersebut. Pengetahuan tentang tulisan Arab dan pengenalan dengan baik terhadap sumber- sumber berbahasa Arab yang tidak dapat digantikan dengan cara-cara yang asal tebak saja."

Di antara kelemahannya adalah :

a.       Penelusuran literatur melalui nama pengarang akan memakan waktu lebih lama, karena terlebih dahulu harus melalui penunjukan-penunjukan untuk mengetahui nama diri yang digunakan sebagai kata utama.

Dalam hal ini Omoerha mengatakan sebagai berikut :

"Cara-cara yang telah ditempuh British Musriti dan banyak perpustakaan-perpustakaan lainnya yang lebih tua, yang meggunakan ism (nama diri) sebagai kata utama, telah lama menjadi bahan kritikan. Kelemahan dari cara-cara ini ialah bahwa setiap orang harus mengingat ism setiap pengarang atau terlebih dahulu mencari penunjukan "lihat" sebelum karya-karya pengarang yang bersangkutan dapat ditemukan.” (Omoerha; 1973:5-6).

Dalam hubungan ini Tibbets mengatakan sebagai berikut:

"Oleh sebab pada umumnya hanya sedikit sekali pengarang-pengarang yang dikenal dari nama diri mereka, maka pembaca biasanya harus mencari bentuk nama yang termasyhur dari si pengarang, dengan begitu dia akan ditunjukkan kepada nama pertamanya dan kemudian baru dapat menemukan karya yang  diinginkan biasanya setelah banyak menelusuri nama-nama yang dimulai dengan Muhammad ".[6]

b.      Perkecualian yang diberikan oleh ALA mengenai nama-nama pengarang yang sangat terkenal bukan pada nama dirinya tanpa ada penjelasan lebih lanjut, adalah nisbi sifatnya dan tidak mengandung suatu kepastian.

c.       Besarnya pemakaian jenis nama diri tertentu (terutama Muhammad dan Ahmad) relatif lebih menyulitkan dalam penjajaran (filing).

Dalam kenyataannya terdapat penyimpangan atau modifikasi di antara perpustakaan-perpustakaan yang menerapkan kedua peraturan tersebut , yaitu sebelum dikeluarkannya AACR. Mahmud Sheniti dalam hubungan ini mengemukakan hasil penelitiannya sebagai berikut:

“Berbagai ketentuan mengenai tajuk pada perpustakaan-perpustakaan di Negara-negara Arab pada masa sekarang ini bisa dirangkum sebagai berikut:

a.       Tajuk berupa nama pengarang tidak diikuti. Sebagai gantinya, buku-buku ditaiukkan pada judul dan pengarang. Bila tajuk pada pengarang, kata utama pada nama pertamanya (Perpustakaan Nasional, Kairo; Zahiriyya, Damascus).

b.      Tajuk pada nama pengarang, dengan kata utama pada nama diri (Cabang-cabang Perpustakaan Nasional, Kairo; Perpustakaan Universitas Aleksandria).

c.       Tajuk pada nama pengarang, dengan kata utama pada unsur nama yang terkenal. (Perpustakaan Nasional, Beirut; Perpustakaan Universitas Damaskus; Perpustakaan Universitas Baghdad, Perpustakaan Universitas Amerika, Beirut; Perpustakaan Universitas Kairo)".[7]

 

C.    Menurut AACR

Dalam International Conference on Cataloging Principles, 1961 di Paris yang kemudian dikenal dengan Paris Conference, Sebagai kelanjutan dari Konperensi tersebut, pada tahun 1967 IFLA menerbitkan National Usages of Names of Persons. Di dalamnya terdapat juga cara penentuan kata utama nama Arab, pada garis besarnya sama dengan cara yang diusulkan oleh Mahmud Sheniti dari Konferensi Paris. Prinsip-prinsip tersebut kemudian tertuang dalam pasal 54 dari AACR, dengan sedikit modifikasi.

Berbeda dengan dua buah peraturan yang disebutkan terdahulu yang menetapkan kata utama nama Arab pada nama diri, AACR pada pasal 54 menetapkan kata utama pada unsur atau kombinasi beberapa unsur yang lebih dikenal, sebagaimana disebutkan dalam pasal 54A sebagai berikut:

“Masukkanlah di bawah unsur atau kombinasi unsur nama yang paling dikenal sebagaimana yang ditetapkan dalam sumber sumber referensi. Dalam hal ragu-ragu masukkanlah di bawah unsur nama yang terakhir ...... Buatkan penunjukan dari bagian nama yang tidak digunakan sebagai kata utama apabila ada alasan kuat bahwa nama orang akan dicari melalui bagian nama tersebut."

Yang masih menjadi persoalan dari pasal 54 itu adalah cara memilih bagian yang lebih dikenal dari berbagai macam bentuk nama Arab. Pasal 54 tersebut memberi jalan keluar dengan cara menggunakan sumber sumber referensi dan dalam hal yang meragukan disarankan untuk menetapkan bagian terakhir sebagai kata utama. Sumber-sumber referens yang dimaksud di antaranya adalah :

1.      l. Brockelman, Carl. Geschichte der Arabischen Litteratur.

2.      Ibn al-Nadim. AI-Fihrist.

3.      lbn Khalikan. Biographical Dictionary.

4.      Sarkis. Mu' jam al-Matbu'at aI-Arabiyyah wa 'I-Mu'arabarabba

5.      The Encyclopaedia of Islam.

Kecuali The Encylopaedia of Islam, sumber-sumber referens yang disebutkan di atas langka di Indonesia, dan ini memakan kesulitan pertama yang dihadapi oleh para petugas katalogisasi untuk dapat menerapkan peraturan tersebut.

Kelemahan lain dari peraturan tersebut adalah nama pengarang yang mungkin tidak dijumpai dalam sumber referens. Dalam hubungan ini Omoerha mengatakan sebagai berikut:

" ..... para pengkatalog tidak mendapatkan petunjuk yang mesti dikerjakan apabila unsur nama yang terkenal tidak dapat diperoleh melalui sumber-sumber referens. Di sini pun AACR terlalu kabur : "Dalam hal ragu-ragu masukkanlah di bawah unsur nama terakhir." Bagian manakah dari nama Arab klasik yang dapat dianggap sebagai yang terakhir… Lagi pula. unsur terakhir mungkin tidak dapat digunakan sebagai kata utama.”[8]

Selain kelemahan yang telah dikemukakan di atas, ada kemungkinan terdinya perbedaan dalam menetapkan kata utama nama Arab di antara sumber-sumber referens. Hal demikian akan meragukan dalam menetapkam kata utama.

Contoh : Muhammad ibn Muhammad al-Katib al-Isfahini

Ism                  nasab               laqab   nisbah

Pengunaan bagian terakhir sebagai kata utama mungkin hanya sesuai untuk golongan nama Arab modern yang tidak menggunakan bentuk tradisional (masih menggunakan nasab, tetapi tanpa laqab dan nisbah). Bagian terakhir dapat berupa nisbah, Iaqab, atau nama pada tingkat kekerabatan yang lebih tinggi.

Untuk golongan nama Arab kuno, bagian yang dapat ditetapkan sebagai kata utama, relatif tergantung pada unsur-unsur yang membentuk nama dan pola nama Arab itu. Menurut Chaplin bagian nama yang lebih dikenal pada golongan nama Arab kuno itu seringkali berupa nisbah. Mengenal kata utama untuk golongan nama Arab kuno, Omoerha, mengusulkan sebagai berikut :

"Di dalam praktek, yang paling umum adalah menetapkan kata mama pada nisbah ..... misalnya aI-Qazwini', aI-Tabari, al Suyuti, aI-Bukhari dan aI-Irani. khitab (gelar berupa pesenyawaan) tidak digunakan sebagai kata utama, tempat dapat digunakan daIam penunjukan. Hanya sedikit sekali nama diri (ism) yang digunakan sebagai kata utama, yaitu nama-nama Arab yang sangat klasik.”[9]

Usul Omoerha tersebut dapat disempurnakan dengan menetapkan. unsur laqab sebagai kata utama, bagi nama Arab yang memiliki unsur tersebut, seperti aI-Katib, aI-Khatib, aI-Najjar, dan lain-lain.

Dapat disimpulkan, bahwa peraturan yang ada mengenai cara penentuan kata utama nama Arab belum memadai dibandingkan dengan bentuk-bentuk dan pola pola nama Arab yang ada sesuai dengan perkembangannya sejak dahulu hingga dewasa ini.


 

BAB II

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Cara penetuan kata utama nama Arab terdiri dari peraturan sebelum AACR dan peraturan sesudah AACR. Peraturan-peraturan sebelum AACR pada prinsipnya menentyukan kata utama nama Arab pada ism  (nama diri) tetapi peraturanj yang dikeluarkan American Library Assosiation memberikan kemungkinan untuk menentukan kata utama pada bagian lain. Berikut ini diuraikan lebih lanjut prinsip-prinsip penentuan kata utama menurut American Library AssosiationCataloging Rules for Author and Tittle Entries, 1949 (ALA), dan menurut Library Assosiation Ctaloging Rules: Author and Tittle Entries, 1967 (LA)

Dalam peraturan ALA membedakan nama arab sebelum dan sesudah tahun 1900 M. Kata utama nama Arab, ditetapkan dalam Ism (nama diri), sesuai dengan pasal 64 dari peraturan tersebut. Kata utama nama Arab ditetapkan pada nama diri (ism) sedangkan acuan dibuatkan dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama. LA menetapkan kata utama nama Arab pada nama diri, tanpa pengkecualian. AACR menetapkan kata utama pada unsur atau kombinasi beberapa unsur yang lebih dikenal.

 

B.     Saran

Sesuai dengan kesimpulan diatas penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa jurusan Ilmu perpustakaan yang nanrtinya akan berkecimpung dalam dunia perpustakaan agar mempelajari tentang bagaimana katalogisasi bahan pustaka berbahasa Arab terkhusus cara menetukan kata utama nama Arab sesuai peraturan yang ada baik peraturan sebelum AACR (ALA dan LA) maupun peratuiran AACR  agar menjadi seorang pustakawan yang berkompeten.


 

 

DAFTAR PUSTAKA

Eryono, Kailani. 1985. Katalogisasi Buku Berbahasa Arab. Jakarta: UI-Press.

Eryono, Kailani. 1999. Pengolahan bahan pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka.

 

 



[1] Muh. Kailani Eryono. Pengolahan bahan pustaka. (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), hlm. 2

[2] Ibid, hlm. 32-33

[3] Muh. Kailani Eryono, Katalogisasi Buku Berb ahasa Arab, (Jakarta: UI-Press, 1985), hlm. 22

[4] Ibid, Hlm. 23

[5] Ibid Hlm. 23

[6] Ibid, Hlm. 24-25

[7] Ibid, Hlm. 26

[8] Ibid, Hlm. 27

[9] Ibid, Hlm. 28


No comments:

Post a Comment

TOKOH TASAWUF DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN A.     TOKOH TASAWUF DI INDONESIA Berikut merupakan beberapa tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia: 1.       Hamzah Fan...