Wednesday, 10 June 2020

KAJIAN HUKUM ISLAM

KAJIAN HUKUM ISLAM


 

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang...................................................................................................................... 1

B.     Rumusan Masalah................................................................................................................. 1

C.     Tujuan .................................................................................................................................. 1

BAB II Kajian Hukum Islam

A.    Hukum Islam: Sebuah Pemaknaan ...................................................................................... 2

B.     Sumber-Sumber Hukum Islam ............................................................................................ 4

C.     Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum ....................... 9

D.    Disiplin-Disiplin Utama Studi Hukum dan Cabang-Cabangnya ....................................... 12

E.     Tokoh dan Karya Terpenting Perkembangan Mutakhir Kajian Hukum Islam.................. 13

BAB III PENUTUP               

A.    Kesimpulan......................................................................................................................... 16

B.     Saran................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 17


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan menjadi bagian dari agama Islam, sebagai sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu kadang kala membingungkan kalau tidak tahu persis maknanya, dalam kajian makalah studi hukum Islam ini penulis akan mengawali pembahasan dari istilah-istilah kunci dalan hukum islam (Syariah. Fikih, Ushul aI-Fiqh, Mazhab. Fatwa, Qaul). Islam sebagai norma hukum dan etika, mazhab utama dan pendekatan hukum yang mereka pakai terhadap kajian hukum Islam sampai kepada disiplin-disiplin utama studi hukum dan cabang-cabangnya, serta yang terakhir mengenai tokoh dan karya terpenting dalam perkembangan mutakhir kajian-kajian hukum Islam.

 

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian hukum Islam?

2.      Apa saja sumber-sumber hukum Islam

3.      Apakah mazhab hukum utama dan pendekatan mereka terhadap kajian hukum?

4.      Apa saja disiplin utama studi hukum dan cabang-cabangnya

5.      Siapa tokoh dan apa karya terpenting perkembangan mutakhir kajian hukum Islam?

 

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian hukum Islam?

2.      Untuk mengetahui  apa saja sumber-sumber hukum Islam

3.      Untuk mengetahui apakah mazhab hukum utama dan pendekatan mereka terhadap kajian hukum?

4.      Untuk mengetahui apa saja disiplin utama studi hukum dan cabang-cabangnya

5.      Untuk mengetahui siapa tokoh dan apa karya terpenting perkembangan mutakhir kajian hukum Islam

 


 

BAB II

KAJIAN HUKUM ISLAM

 

A.    HUKUM ISLAM: SEBUAH PEMAKNAAN

Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, yaitu al-hukm berarti mencegah menolakk, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainnya atau memutuskan. Menurut terminologi, hukum berarti kitab Allah yang mengatur amal perbuatan mukalaf, baik perintah maupun larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan, kkebolehan bagi seorang mukalaf untuk memilih antara melakukan atau tidak melakukan, atau ketentuan yang menettapkan suatu sebagai sebab, syarat dan penghalang.[1] Hukum Islam merupakan terjemahan dari literature Barat “Islamic law”, mendekatkan pengertiannya kepada syariah. Hukum Islam diartikan keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.[2] Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan menjadi bagian dari agama Islam.[3]

 

Terdapat 3 (tiga) istilah utama ketika memperbincangkan hukum Islam, yaitu din, syariat, dan fikih.

1.      Al-din diterjemahkan kepada kata agama-religion. Berasal dari bahasa sansekerta, agama dari asal kata “a= tidak” dan “gam = pergi”. Bila digabungkan berarti a-gama berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun, karena sifat agama seperti itu.[4] Din sering diterjemahkan sebagai agama dalam bahasa Indonesia/Melayu, dan religion dalam bahasa Inggris. Al-Qur'an, kitab suci rujukan pertama dan utama umat Islam, banyak memuat kata ini dalam berbagai makna, namun semuanya mengandung pengertian inti sari petunjuk Tuhan yang Maha Kuasa kepada manusia sejak awal masa Nabi Adam as. hingga ke nabi penutup Muhammad SAW.[5]

2.      Syariat, dalam berbagai bentuknya tecantum di dalam Al-Qur'an, secara etimologis berarti jalan menuju, atau yang memiliki. sumber air. Kata ini kemudian dipahami sebagai firman Allah (Kitabullah) kepada umat manusia untuk membimbing mereka meraih kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Jika din yang disampaikan kepada semua rasul dan nabi pada dasamya sama, maka syariat berbeda dari satu rasul ke rasul berikutnya. Ini berarti syariat Nabi Adam berbeda dengan yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, dan ini juga tidak semuanya sama dengan yang diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh Muslim, diyakini bahwa Syariat Islam yang dibawa Muhammad SAW adalah syariat terakhir. yang meluruskan, serta menyempumakan syariat kepada nabi sebelumnya.[6] Secara terminologi, menurut Muhammad Faruq Nabham mengartikan syariah: segala sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hambanya untuk diikuti.[7]

3.      fikih, kata fikih arti dasarnya “fahm” berarti paham yang mendalam. Secara terminology fikih selalu diartikan ulama ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia yang digali melalui dalil yang tafshil.[8] secara etimologis berarti pemahaman yang mendalam. Mereka yang memiliki pemahaman yang mendalam ini disebut fakih, jamaknya fukaha. Adapun ilmu yang menjadi sarana untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam itu disebut ilm al-fiqh. llmu inilah yang dalam literatur Eropa dikenal sebagai Islamic Jurisprudence.[9]

Firman Tuhan (kittabullah) yang sakral dan permanen, sedangkan fikih adalah upaya manusia untuk memahami agama, hingga bersifat manusiawi dan tentu terbuka untuk terus didalami dan dikembangkan. Hasil dari upaya pemahaman dan perumusan fikih ini (sebagai produk hukum Islam) dapat dalam bentuk qadha (putusan pengadilan), fatwa (opini hukum), qanun (undang-undang dan peraturan umum), dan siyasah yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk menegakkan hukum, serta qawl yaitu pendapat yang dikemukakan fakih secara terbuka dan biasanya bersifat hipotesis.[10]

Teori hukum Islam memilih hukum kepada dua kategori, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh'i.

1.      Hukum taklifi menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan-ketentuan  Allah dan rasul-Nya yang berhubungan langsung dengan perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk memberi kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak. Hukum taklifi ini terbagi kepada lima jenis yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. [11]

2.      Hukum wadh'i ialah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Syar’i untuk menentukan ada atau tidaknya hukum taklifi. [12]Hukum wadh’i termasuk ‘azimah (hukum asal), rukhshah (keringanan), syarat, sebab dan mam’ (pencegah).

 

B.     Sumber-Sumber Hukum Islam

Islam sebagai agama yang sempuma memiliki hukum yang datang dari Yang Maha Sempuma, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni Al Qur’an Al Kariim. Kemudian sumber hukum agama Islam selanjutnya adalah sunnah atau yang kita kenal dengan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Namun. seiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Al-Qur'an dan Hadits. Oleh karena itu, ada sumber hukum agama Islam yang lain, di antaranya ijmak dan qiyas. Namun. ijmak dan qiyas tetap merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits karena ijmak dan qiyas merupakan penjelasan dari keduanya.

 

1.      Al-Qur’an sebagai Sumber Hukum Islam

Secara etimologi, Al-qur’an berasal dari kata “qara-a, yaqra-u, qiraatan atau quranan" berarti mengumpulkan (al-jam’u), menghimpun (al-dlommu) huruf-huruf serta kata-kata dari bagian ke bagian lain secara teratur.[13]

Al-Qur’an secara bahasa merupakan bentuk mashdar dari kata qaraai, yang terambil dari wajan fu’lan, yang berarti “bacaan “ atau apa yang tertulis padanya, maqruu,seperti terungkap dalam  surah al-Qiyaamah (75) ayat 17-18. [14]     

Pengertian terminologi Alquran dapat dilihat dari pengertian ulama, seperti: Al-Ghazali mengartikan Alquran : “Sesuatu yang terdapat dalam mushaf sesuai degan al-ahruf yang diturunkan secara mutawatir”. Taj al-Din al-Subki, Alquran didefenisikan: “lafaz yang diturunkan kepada Muhammad saw sebagai mukjizat dengan satu surat darinya dan membacanya dipandang sebagai ibadah.[15]

Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril, sebagai mukjizat dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an ini turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Telah kita ketahui bahwa Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam dan merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena kemurniannya sejak diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa terpelihara. Allah SWT menjamin pasti kemurnian Al-Qur'an, seperti dalam firmannya yang berarti “Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan AI-Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar menjaganya".(QS. al-Hijr [15]:9).

Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang pertama dan utama bagi umat Islam. Pada masa Rasulullah SAW setiap persoalan solusinya selalu di kembalikan kepada Al-Qur’an. Rasulullah sendiri dalam perilakunya sehari-hari selalu mengacu pada Al-Qur'an. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim kita harus menggunakan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.

Seperti dalam firman-Nya yang berarti “Hai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (QS. al-Anfaal. [81]:20). Ayat tersebut mengandung dua perintah yang pertama adalah perintah untuk taat kepada allah, taat berarti kita harus menjalankan semua perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan, perintah-perintah Allah itu ada dalam Al-Qur’an, jadi kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti petunjuk-penmjuk yang ada dalam Al-Qur’an. Perintah yang kedua adalah taat kepada Rasulullah, artinya kita harus taat kepada sunnah dan Hadits-haditsnya. Baik perintah maupun larangannya.

Fungsi dari Al-Qur’an itu sendiri ada 4 yaitu petunjuk, penjelas, pembeda dan obat.

1)      Petunjuk artinya Al-Qur'an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya sebuah papan jalan yang di tempel pada jalan-jalan. Seseorang yang tidak mengetahui jalan. jika ia mengabaikan petunjuk jalan itu dan berjalan tidak sesuai dengan petunjuknya, sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang hidup di dunia ini, jika ia mengabaikan petunjuk dari Allah maka pastilah jalannya akan tersesat.

2)      Fungsi yang kedua adalah penjelas artinya di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang segala sesuatu yang ditanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya Al-Qur'an harus dijadikan rujukan dari semua peratur an yang dibuat oleh manusia, jadi manusia tidak boleh membuat aturan sendiri tanpa ada dasar-dasarnya dari Al-Qur’an.

3)      Al-Qur'an sebagai pembeda, maksudnya sebagai pembeda antara Yang benar dan salah. Kita bisa mengetahui suatu hal apakah itu benar atau salah dari Al-Qur’an. Selain itu, juga pembeda antar Muslim dan luar Muslim, antar nilai yang diyakini benar oleh orang mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.

4)      Selanjutnya fungsi Al-Qur’an sebagai obat. Ibarat resep dari seorang dokter, pasien sering sulit untuk membacanya bahkan memahaminya. Tetapi seorang pasien percaya bahwa resep tersebut tidak mungkin salah karena dokter diyakini tidak mungkin berbohong. Sama seperti halnya dengan Al-Qur'an, Al-Qur’an adalah resep yang dliberikan oleh Allah dan sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah  karena Allah Maha Besar. Dengan demikian. tidak menjadi masalah apa bila ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang belum kita mengerti maksud dan tujuannya, maka jalankan sajalah. Sebab kalau harus menunggu kita memahami semua maksudnya bisa-bisa waktu kita di dunia ini habis terlebih dahulu sebelum kita menjalankan semua perintah-perintah-Nya, Selain itu, obat yang diberikan oleh dokter tidak semuanya manis kadang ada yang pahit dan manis. Tetapi dokter berpesan agar me. minum obat tersebut dengan teratur dan sampai habis, sebab kalau tidak teratur dan habis penyakitnya tidak sembuh. Begitupula dengan Al-Qur’an adalah obat, tidak semua perintah dalam Al-Qur'an sesuai dengan keinginan dan kemauan manusia, tetapi Allah menghendaki kita untuk mengamalkan semua firman-Nya tanpa terkecuali. Tidak ada pemilihan dan pemilahan ayat-ayat tertentu untuk diamalkan sedangkan yang lain dibiarkan.[16]

 

2.      Al-Sunnah sebagai Sumber Hukum Islam

Secara etimologi, sunnah diartikan jalan yang biasa dilalui, baik yang terpuji maupun ter cela. Sunnah menurut pendapat Muhammad Ajjaj al-Khatib, segala sesuatu yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum.[17]

Hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, para ulama ushul fiqh, membatasi pengertian Hadits hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum", sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum, maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah". Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.[18]

Perbedaan pengertian ini disebablkan karena ulama hadits memandang Nabi sebagai manusia yang sempurna yang dapat dijadikan suri tauladan, sedangkan ulama ushul memandang Nabi SAW sebagai musyarri (pembuat undang-undang) disamping Allah. Terlepas dari perbedaan tersebut, segala sesuatu yang terkait dengan Rasul merupakan sunnah yang harus diikuti dan menjadi sumber dan dalil hukum Islam.[19]

Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur'an merupakan sumber hukum primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Al-Qur'an membicarakanya' Al-Qur'an membicarakan secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai penjelas dari Al-Qur'an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder/kedua setelah Al-Qur'an. [20]

 

3.      ljmak sebagai Sumber Hukum Islam

Ijmak secara Etimologi (Bahasa) berasal dari kata ajma'a, yujmi'u,  ijma‘an dengan isim maf‘ul mujma yang berarti kebulatan tekad terhadap suatu persoalan atau kesepakatan tentang suiatu masalah. Menurut istilah ushul fiqh  ijma’ ialah kesepakatan para mujtahid dari kalangan umat Islam tentang hukum syara’  pada suatu masa setelah Rasulullah wafat.[21]yang memiliki dua makna:

a)      ljmak secara etimologi bisa bermakna tekad yang kuat

...Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku)...(Qs. Yunus [10]: 71)

b)      ljmak secara etimologi juga memiliki makna sepakat

Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkan nya ke dasar sumur (QS. Yusuf [12]: 15).

Adapun definisi secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan maknai ijmak menurut arti istilah. lni dikarenakan perbedaan mereka dalam meletakkan kaidah dan syarat ijmak. Namun definisi ijmak yang paling mendekati kebenaran adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad (mujtahid) dari kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam pada masa tertentu akan suatu perkara agama.

c)      Hakikat Ijmak

Seperti yang ditegaskan oleh Syakhul-Islam Ibnu Tamiyah, ijmak ialah kesepakatan para ulama kaum Muslimin atas hukum tertentu. Bila ijmak telah diputuskan secara permanen atas suatu hukum, maka tidak boleh bagi siapa pun keluar dari keputusan ijmak tersebut, karena mustahil umat Islam sepakat dalam kesesatan. Tetapi boleh jadi, banyak masalah yang diklaim berdasarkan ijmak ternyata tidak demikian, bahkan pendapat lain lebih kuat dari Al-Qur‘an dan As-sunnah.

Ijmak merupakan dasar agama yang sah dan menjadi sumber hukum ketiga agama Islam setelah Al-Qur'an dan Sunnah. Tidak terdapat ketetapan ijmak yang menentang kebenaran, kecuali tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Maka suatu keutamaan bagi para ulama ahli ijtihad untuk berijma' berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Ibnu Hazm rahimahumullah berkata, “Tidak ada ijmak kecuali berdasarkan nash agama, baik berasal dari ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. maupun dari perbuatan atau perilaku beliau.”

d)      Peran Ijmak dalam Penetapan Hukum Sebagian besar ulama berpandangan, ijmak memiliki bobot yang sangat kuat dalam menetapkan hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah setelah Al-Qur'an dan Sunnah. karena ijmak berdasarkan dalil syar'i baik secara eksplisit maupun secara implisit. Bahkan sebagian besar ulama berpandangan, ijmak waiib diaplikasikan. Tidak sedikit pula yang menolak ijmak seperti kalangan Syiah dan Khawarij. Namun. itu tidak usah dihiraukan. karena para ulama Islam telah sepakat menjadikan ijmak sebagai salah satu pegangan selain Al-Qur’an dan Sunnah. Hal itu didasarkan pada:

 

1)      Ijma’ menurutAl-Qur'an

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai... (QS. ali Imran [3]: 103).

Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an-Nisaa [4]: 115)

2)      Ijmak menurut As-Sunnah

Dari ‘Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tetaplah bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan, barang siapa yang menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” (Shahih, HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya)

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “jika jamaah mereka berpencar di setiap negara dan tidak ada yang mampu menyatukan badan mereka, mereka tetap bisa membuahkan ijmak. Namun sebaliknya, walaupun badan mereka berkumpul dalam satu tempat, akan tetapi bercampur dengan berbagai kalangan, baik dari kaum Muslimin, kaum kuffar, orang-orang yang bertakwa maupun para penjahat, maka tidak mempunyai arti apa-apa dan tidak mungkin membuahkan ijmak. Oleh karena itu, men. jadi suatu keharusan mengikuti jamaah mereka dalam menetapkan perkara halal dan haram serta ketaatan. Barang siapa yang berpendapat sama dengan pendapat jamaah kaum Muslimin maka ia telah berada di atas jamaah mereka. Dan. barang siapa yang menyelisihi pendapat jamaah mereka maka ia telah menyelisihi jamaah kaum Muslimin”(Ar-Risalah, Imam Asy-Syali'i)

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa ijmak bisa dikatakan sebagai salah satu landasan hukum lslam selain Al-Qur'an dan Sunnah. Namun isi dan' ijmak itu tersendiri harus didasari pada dalil-dalil syar’i, karena hakekatnya sebajk-baiknya pedoman kita di akhir zaman seperti ini adalah Al-Qur'an dan Sunnah.

3)      Qiyas

Berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain qiyas dapat diarikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ah, cis, atau hus kepada orangtua tidak dibolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orangtua. [22]

 

C.    Mazhab Hukum Utama Dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum

Al-Mazahib (aliran-aliran) dan arti secara sastranya adalah “jalan untuk pergi”. Adapun mazhab hukum yang terkenal sampai saat ini ada empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Ini adalah hanya beberapa mazhab yang ada dalam islam dan mereka bukanlah hukum sunni yang refresentatif karena sejak dari abad pertama sampai kepada permulaan abad keempat tidak kurang dari 19 mazhab hukum atau lebih dalam islam yang dalam arti kata Muslim terdahulu tidak henti-hentinya untuk menyesuaikan hukum dengan peradaban yang berkembang.

Timbulnya mazhab-mazhab ini disebabkan oleh beberapa faktor yang oleh Ali As-sais dan Muhammad Syaltut mengemukakannya:

1.   Perbedaan dalam memahami tentang lafaz nash

2.   Perbedaan dalam memahami hadist

3.   Perbedaan dalam memahami kaidah lughawiyah nash

4.   Perbedaan tentang qiyas

5.   Perbedaan tentang penggunaan dalil-dalil hukum

6.   Perbedaan tentang mentarjih dalil-dalil yang berlawanan

7.   Perbedaan dalam pemahaman illat hukum

8.   Perbedaan dalam masaalah nasakh

Berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab timbulnya selain yang dikemukakan di atas, lahirnya mazhab juga terjadi karena perbedaan lingkungan tempat tinggal mereka, para fukaha terus mengembangkan istinbat hukum yang mereka gunakan secara individu dari berbagai persoalan hukum yang mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan terus melembaga dan terus diikuti oleh para pengikutnya yaitu para murid-murid mereka.

Sebagaimana telah disinggung, bahwa lahirnya berbagai mazhab yang ada dilatarbelakangi oleh faktor yang pada dasarnya perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan metodologi dalam melahirkan hukum. Perbedaan ini melahirkan mazhab yang berkembang luas di berbagai wilayah islam sampai saat ini di antaranya adalah mazhab dari golongan Syiah dan dari golongan Sunni:

1.      Imma Ja’far

Nama lengkapnya ja’far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal-Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah ulama besar dalam banyak bidang ilmu filsafat, tasawuf, fikih, dan juga ilmu kedokteran. Fiqh Ja’fari adalah fikih dalam mazhab syiah pada zamannya karena sebelum pada masa Ja’far Ash-Shadiq tidak ada perselisihan. Perselisihan itu muncul sesudah masanya. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukum adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijamk’, ‘Aqal (Ra’yu).

Pengikutnya banyak di Iran dan negara sekitarnya, Turki, Syria, dan Afrika Barat. Mazhab ini diikuti juga oleh umat islam negara lainnya meskipun jumlahnya tidak banyak.

2.      Mazhab Hanafi

Mazhab ini dihubungkan dengan Imam Abu Hanifah, ia di kenal sebagai pendiri mazhab hanafi. Nama lengkapnya adalah Nukman bin Tsabit bin Zuthyi keturunan parsi yang cerda dan punya kepribadian yang kuat serta berbuat, didukung oleh faktor lingkungan sehingga dalam mengantar beliau menuju jenjang karier yang sukses dalam bidang ilmiah. Dasar istanbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukum fikih adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qawlu Shahaby, Qiyas, Istihsan, ‘Uruf.

Pola fikih Abu Hanifah adalah:

1)      Kelapangan dan kelonggaran dalam pengalaman ibadah

2)      Dalam memberi keputusan dan fatwa, lebih memperhatikan kepentingan golongan miskin dan orang lemah

3)      Menghormati hak kebebasan seseorang sebagai manusia

a.       Fiqih Abu Hanifah diwarnai dengan masalah fardhiyah (perkara yang diada-adakan). Banyak kejadian atau perkara yang belum terjadi, tetapi telah dipikirkan dan telah ditetapkan hukumnya.

Adapun di antara murid-murid Abu Hanifah yang berperan penting dalam penyebaran mazhab Abu Hanifah, mereka adalah Abu Yusuf dialah orang pertama menyusun kitab mazhab Hanafi dan menyebarkannya sebagai dalil dari dasar istinbat imam malik. Dasar istinbat fikih imam malik adalah Al-Qur’an, Sunnah, Qiyas, Masalihul, ‘Uruf, Qaulu Shahabi. Adapun pola fikih Imam Malik meliputi:

1)      Ushul Fiqih Imam Malik lebih luwes, lafaz ‘Am atau Muthlaq dalam nash Al-Qur’an dan Sunnah.

2)      Fikihnya lebih banyak didasarkan pada maslahah

3)      Fatwa sahabat dan keputusan-keputusan pada masa sahabat, mewarnai penjabaran pengembangan hukum Imam Malik.

Diantara beberapa murid-murid Imam Malik yang mengembangkan ajaran adalah: Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman bin Kosim, Asyhab bin Abdul Aziz, Abdur-rahman bin Hakam, Ashbaga bin Al-faraz al Umawi.

3.      Mazhab Syafi’i

Mazhab ini dibentuk oleh Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin al-Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Dan kemudian, dia dipopulerkan dengan nama imam Syafi’i. Ia merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys dan berjumpa nasab dengan Rasulullah pada Abdu Al-Manaf. Adapun sumber istinbat beliau mengenai hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istishab. Banyak karya-karya Imam Syafi’i dalam memberikan keterangan kajian fikih menurut Imam Syafi’i di antaranya: kitab ar-Risalah, al-Um, serta banyaknya pengikut mazhab ini sampai sekarang. Pola pikir Imam Syafi’i:

1)      Ciri khas yang dapat dipetik dari fikih Syafi’i ialah polanya mengawinkan antara yang ditempuh Imam Malik dengan Imam Hanafi,

2)      Pembatasan hukum dibatasi pada urusan atau kejadian yang benar-benar terjadi

3)      Terdapat banyak perbedaan antara pendapat Syafi’i sendiri, antara Qaul Qodim (pendapatnya sewaktu di Irak) dengan Qaul Jadid (pendapatnya sewaktu di Mesir). Sahabat-sahabatnya yang menyebarkan mazhab ini antara lain Ahmad Ibnu Hambal, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah Az-Zakfani, Abu Ali al Husein bin Ali Qarabisy, Yusuf bin Yahya Al Buaithy, Abu Ibrahim Ismail Yahya al Muzani dan Ar- Rabik bin Sulaiman al Murady.

4.      Mazhab Hambali

Imam Ahmad adalah tokoh dari mazhab ini beliau bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal. Beliau berpegang teguh pada ayat Al-Qur’an dipahami secara lahir dan secara mafhum. Adapun dasar istinbat mengenai hukum fikih adalah Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa sahabat, Qiyas. Adapun pola pikir imam Hanbal adalah:

1)      Al-Nushush dari Al-Qur’an dan Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dalam Al-Qur’an maka ia mengambil makna yang tersurat, makna yang tersirat dia abaikan

2)      Apabila tidak ada ketentuan dalam Al-Qur’an dan Sunnah maka ia mengambil atau menukil fatwa sahabat yang disepakati dari sahabat sebelumnya.

3)      Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka ia mengambil fatwa sahabat yang paling dekat dengan dalil yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

4)      Beliau menggunakan hadist mursal dan hadist dha’if apabila tidak ada ketentuan sahabat, atsar, ataupun ijmak yang menyalahinya. Apabila hadist mursal dan dha’if tidak ada maka ia menggunakan metode Qiyas dalam keadaan terpaksa.

5)      Langkah terakhir adalah menggunakan Sadd al-Dzar’i.

Beliau tidak memiliki karya yang dibuat sendiri hanya saja para muridnya mengembangkan ajarannya dan membuat karya-karya tentang istinbat hukum yang beliau lakukan, salah satu contoh dari kitab mazhab ini adalah sahabat al-jamik al-kabir karya Ahmad bin Muhammad bin Harun. Adapun tokoh yang menyebarkan ajarannya adalah Ahmad bin Muhammad bin Harun, Ahmad bin Muhammad ibn Hajjaj al Maruzi, Ishak bin Ibrahim, Shalih ibn Hanbal. ‘Abdul Malik ibn ‘Abdul Hamid ibn Mahran al-Maumuni.

 

D.    Disiplin-Disiplin Utama Studi Hukum Dan Cabang-Cabangnya

            Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan. Menghadapi kenyataan yang terjadi dalam pergaulan hidup yang menetukan apa yang seharusnya dilakukan dalam menghadapi kenyataan tertentu.

Berbicara disiplin hukum, maka ruang lingkup utamanya tiga yaitu:

1)      Ilmu hukum adalah ilmu tentang hukum yang paling umum, sebagai aturan yang paling luas dan konsep yang paling penting, ilmu hukum ini bisa didefenisikan sebagai ilmu kaidah yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan dogmatik hukum dan sistematis hukum. Cabang ilmu hukum di antaranya sosiologi hukum, atropologi hukum, psikologi hukum.

2)      Filsafat hukum adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat hukum, yang isinya dasar-dasar kekuatan yang mengikat dari hukum atau perenungan dan perumusan nilai-nilai, termasuk penyesuaian nilai-nilai.

3)      Politik hukum adalah disiplin hukum yang mengkhususkan diri pada usaha memerankan hukum dalam mencapai tujuan yang di cita-citakan oleh masyarakat tertentu atau kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai tersebut bagi hukum dalam mencapai tujuannya.

Adapun disiplin utama studi hukum islam dalam hukum islam tidak terlepas dari beberapa kajian yaitu: Disiplin utama Syari’ah, Tarekh Tasyri’, Ushul fiqh, fiqh selanjutnya akan berkembang menjadi cabang-cabang kajian studi hukum lain seperti: Ilmu Fikih (fiqh Siyasah, Muamalat, Jinayah, Munakahat dan sebagaiannya) selanjutnya ada juga kajian Qawaid Fiqhiyah dan Ushuliyah, Fatwa, Qanun, Qadha’ dan lainnya.[23]

 

E.     Tokoh dan Karya Terpenting Perkembangan Mutakhir Kajian Islam

Perkembangan terakhir dalam kajian hukum islam ini terjadi setelah adanya persentuhan budaya dengan barat. Bisa dikatakan kalau awal perkembangan mutakhir hukum islam ini dimulai di Turki dan Mesir yang menyadari bahwa Islam semakin tertinggal dari Barat maka mulai saat itulah muncul tokoh-tokoh dalam Islam yang mencoba mereformasi hukum Islam dengan mengangkat tema bahwa pintu ijtihad telah terbuka demi perkembangan Islam dari zaman ke zaman.

Dalam berbagai bidang muncul tokoh-tokoh yang mencoba memberikan sumbangan pikirannya dalam perkembangan Islam dan hukum Islam sebagai contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya Tasyri'ul jina'i Al-Islamy bi al-Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan antara hukum Perancis dengan hukum Islam. Muhammad Baqir Al-Sadr seorang ulama Syiah dari Irak, Sayyid Abu a’la Al-Maududi seorang idiolog fundamentalis dalam Islam khususnya Pakistan, Ali Abd Al-Razik yang menulis buku Al-Islam wa Ushul Al-hulcm, buku ini menimbulkan kontroversi di Mesir dan juga negeri-negeri lain karea buku ini mengemukakan mengenai pembenaran dihapuskannya kesultanan Utsmaniyah di Turki dan berpendapat Islam tidak menentukan bentuk pemerintahan.

Di Indonesia sendiri pengkajian hukum Islam terus berkembang dengan didirikannya IAIN serta banyaknya universitas-universitas swasta yang mengkaji Islam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di fakultas syariah yang benar-benar kajian utama dari fakultas ini adalah hukum Islam. Lain dari itu adanya MUI yang selalu memberikan fatwa yang sesuai dengan keadaan Islam di Indonesia dalam memberikan istinbat hukum sesuai dengan masalah yang ada serta majelis-majelis lainnya di setiap organisasi Islam di Indonesia, seperti majelis tarjihnya Muhammadiyah. Hal ini merupakan suatu karya yang panting bagi umat Islam Indonesia serta perkembangan yang baik dalam pembaruan hukum Islam. Selanjutnya perkembangan yang paling besar yang ada di Indonesia ini adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan fikihnya Indonesia serta telah banyaknya dimulai pembentukan Undang-undang di Indonesia berasaskan hukum Islam.

Belakangan ini beredar wacana bahwa KHI yang ada ini sudah tidak cocok lagi menurut kemajuan zaman, untuk itu beberapa tokoh Islam mencoba memberikan pembaruan KHI yang biasa saat ini dikenal dengan Counter Legal Draft KHI (CLD KHl) yang sampai saat ini masih belum selesai diperbincangkan karena masih terjadi pro dan kontra atas isi dari CLD KHI tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian pihak memandang bahwa sejumlah pasal yang ada di dalam CLD KHl itu melanggar ajaran Islam, perbincangan dan wacana akan hal ini sangat menyorot perhatian para tokoh-tokoh Islam. Kontroversi ini terus di perdebatkan hingga saat ini. Siti Musadah Mulia merupakan dengan beberapa anggota kelompolmya adalah penyusun dari CLD KHI ini, ironisnya hal ini tidak diterima oleh kalangan kebanyakan Ulama. Karena rancangan I(Hl ini dianggap nyeleneh dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah

Sebagian ulama telah menghitung, tidak kurang dari 39 kesalahan dalam CLD KHI. Sebagian yang lain mengakulasi ada 19 kesalahan. Karena harus segera dicabut dari peredaran agar tidak membingungkan dan semakin meresahkan masyarakat, hal ini dikemukakan oleh ulama yang tidak mendukung sama sekali tentang pembaruan ini. Di antara hal-hal yang paling kontroversial daJam pasal-pasal CLD KHl ini adalah adanya idah bagi kaum lelaki, tidak dibolehkannya berpoligami, anak berbeda agama mendapat warisan, wanita bisa menikahkan dirinya sendiri dan banyak lagi hal-hal yang menimbulkan pro dan kontra dalam CLD KHI.

Meskipun demikian, hal ini merupakan salah satu contoh dari adanya usaha tokoh-tokoh Islam mengadakan pembaruan dalam hukum Islam. Adapun metode yang mereka pijak dalam pembuatan CLD KHI ini salah satunya adalah kaidah ushul yang mengatakan jawaz naskh al-nushush bi al-maslahah serta yang pasti mengikuti metode ulama terdahulu ataupun dengan metode baru. Patutlah hal ini dijadikan momentum adanya usaha pembaruan hukum Islam serta keseriusan tokoh Islam membuka kembali pintu ijtihad. Upaya mengaktualkan hukum Islam adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat di tawar-tawar lagi. upaya tersebut harus segera dilakukan jika tidak mau hukum Islam tersebut ditinggalkan.

Secara garis besar saat kajian hukum Islam jadi pembahasan awal dari pembahasan ini, tidak lepas dari pemahaman atas Syar’iah, Fiqh, Ushul Al-fiqh, serta hal lain yang berkenaan dengan dasar pembentukan hukum Islam yang kesemuanya bisa dikatakan merupakan asas dari aturan dan kaidah dalam Islam Sebagai pengatur kehidupan umat Islam dari masa ke masa. yang tidak lepas dari sumber utamanya yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada Rasulnya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah itu sendiri serta dilengkapi dengan ijtihad ulama-ulama fakih dalam pengistinbatan hukum Islam yang belum ada kepastian hukumnya dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Yang paling dikenal ada beberapa ulama hukum yang sumbangan pikirannya sampai saat ini masih dikenal dan dipakai dalam kehidupan ummat Muslim di seluruh Dunia yaitu Imam Jafary, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Kelima ulama ini banyak memberikan wacana hukum dan penyelesaian hukum dalam berbagai kasus hukum dalam dunia Islam, serta pembuka wacana keilmuan dalam ilmu hukum Islam yang dikenal dengan fikih dan pada akhimya jadi disiplin ilmu yang bercabang-cabang dan terus berkembang dan dikembangkan oleh para ulama-ulama fikih setelahnya.[24]


 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Hukum Islam merupakan terjemahan dari literature Barat “Islamic law”, mendekatkan pengertiannya kepada syariah. Hukum Islam diartikan keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan menjadi bagian dari agama Islam. Sumber hukum agama Islam adalah Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.  Namun,  seiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Al-Qur'an dan Hadits. Oleh karena itu, ada sumber hukum agama Islam yang lain, di antaranya ijmak dan qiyas.

Adapun mazhab hukum yang terkenal sampai saat ini ada empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau gejala-gejala hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan disiplin hukum, maka ruang lingkup utamanya tiga yaitu, ilmu hukum, filsafat hukum dan politik hukum

Dalam berbagai bidang muncul tokoh-tokoh yang mencoba memberikan sumbangan pikirannya dalam perkembangan Islam dan hukum Islam sebagai contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya Tasyri'ul jina'i Al-Islamy bi al-Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan antara hukum Perancis dengan hukum Islam.

 

B.     Saran

Sesuai kesimpulan di atas penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa/i mahasiswa prodi ilmu perpustakaan di UIN Sumatera Utara agar mengetahui hal-hal mengenai Hukum Islam. Agar kita menjadi islam yang taat pada aturan agama dan menjalankan segala perintah Alla SWT serta menjauhi larangan-Nya dengan berpedoman pada sumber dan dalil hukum agama Islam    .            

 

 

 

 

 

 


 

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati & Sinaga, Imran Sinaga, Ali. 2018. Fiqh dan Ushul Fiqh. Jakarta: Prenamedia

Group.

Khoiri,  Nispul. 2015. Ushul Fikih, Bandung: Citapustaka Media.

Batubara,  Chuzaimah dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta: Prenamedia group.



[1] Nurhayati & Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Hlm. 19

[2] Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung: Citapustaka Media, 2015), Hlm. 6

[3] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 101

[4] Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung: Citapustaka Media, 2015), Hlm. 1

[5] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 102

[6] Ibid, Hlm. 102

[7] [7] Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung: Citapustaka Media, 2015), Hlm. 4

[8] Ibid, Hlm. 4-5

[9] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 102

[10] Ibid, Hlm. 103

[11] Nurhayati & Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Hlm. 20

[12] Ibid, Hlm. 21

[13] Ibid, h. 45

[14] Nurhayati, Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 21

[15] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 45

[16] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 104-106

[17] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 55

[18] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106

[19] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 56

[20] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106

[21] Nurhayati, Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 28

[22] Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106-109

[23] Chuzaimah batubara, Iwan, dan Hawari Batubara, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group 2018) hlm. 109-113.

[24] Ibid, Hlm. 113-116


No comments:

Post a Comment

TOKOH TASAWUF DI INDONESIA

BAB II PEMBAHASAN A.     TOKOH TASAWUF DI INDONESIA Berikut merupakan beberapa tokoh-tokoh tasawuf di Indonesia: 1.       Hamzah Fan...