KAJIAN HUKUM ISLAM
DAFTAR
ISI
Hal
KATA
PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR
ISI.............................................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang...................................................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................................................. 1
C.
Tujuan .................................................................................................................................. 1
BAB II Kajian Hukum Islam
A.
Hukum Islam: Sebuah Pemaknaan ...................................................................................... 2
B.
Sumber-Sumber Hukum Islam ............................................................................................ 4
C.
Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka
Terhadap Kajian Hukum ....................... 9
D.
Disiplin-Disiplin Utama Studi Hukum dan
Cabang-Cabangnya ....................................... 12
E.
Tokoh dan Karya Terpenting Perkembangan
Mutakhir Kajian Hukum Islam.................. 13
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan......................................................................................................................... 16
B.
Saran................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam adalah hukum
yang bersumber dari Al-Qur'an dan menjadi bagian dari agama Islam, sebagai
sistem hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih
dahulu kadang kala membingungkan kalau tidak tahu persis maknanya, dalam kajian
makalah studi hukum Islam ini penulis akan mengawali pembahasan dari
istilah-istilah kunci dalan hukum islam (Syariah. Fikih, Ushul aI-Fiqh, Mazhab.
Fatwa, Qaul). Islam sebagai norma hukum dan etika, mazhab utama dan pendekatan hukum
yang mereka pakai terhadap kajian hukum Islam sampai kepada disiplin-disiplin
utama studi hukum dan cabang-cabangnya, serta yang terakhir mengenai tokoh dan
karya terpenting dalam perkembangan mutakhir kajian-kajian hukum Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian hukum Islam?
2. Apa
saja sumber-sumber hukum Islam
3. Apakah
mazhab hukum utama dan pendekatan mereka terhadap kajian hukum?
4. Apa
saja disiplin utama studi hukum dan cabang-cabangnya
5.
Siapa tokoh dan apa karya terpenting
perkembangan mutakhir kajian hukum Islam?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
hukum
Islam?
2.
Untuk mengetahui apa saja sumber-sumber hukum Islam
3.
Untuk mengetahui apakah mazhab hukum utama dan
pendekatan mereka terhadap kajian hukum?
4.
Untuk mengetahui apa saja disiplin utama studi
hukum dan cabang-cabangnya
5.
Untuk mengetahui siapa tokoh dan apa karya
terpenting perkembangan mutakhir kajian hukum Islam
BAB II
KAJIAN HUKUM ISLAM
A. HUKUM ISLAM: SEBUAH PEMAKNAAN
Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab,
yaitu al-hukm berarti mencegah
menolakk, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah kezaliman, mencegah
penganiayaan dan menolak bentuk kemafsadatan lainnya atau memutuskan. Menurut terminologi,
hukum berarti kitab Allah yang mengatur amal perbuatan mukalaf, baik perintah
maupun larangan, anjuran untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan,
kkebolehan bagi seorang mukalaf untuk memilih antara melakukan atau tidak
melakukan, atau ketentuan yang menettapkan suatu sebagai sebab, syarat dan
penghalang.[1]
Hukum Islam merupakan terjemahan dari literature Barat “Islamic law”, mendekatkan pengertiannya kepada syariah. Hukum Islam
diartikan keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam
segala aspeknya.[2]
Hukum
Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an dan menjadi bagian dari agama
Islam.[3]
Terdapat 3 (tiga) istilah utama ketika memperbincangkan hukum
Islam, yaitu din, syariat, dan fikih.
1. Al-din diterjemahkan kepada kata agama-religion. Berasal dari bahasa sansekerta, agama dari asal
kata “a= tidak” dan “gam = pergi”. Bila digabungkan berarti a-gama berarti
tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun, karena sifat agama seperti
itu.[4] Din sering diterjemahkan sebagai agama
dalam bahasa Indonesia/Melayu, dan religion dalam bahasa Inggris. Al-Qur'an,
kitab suci rujukan pertama dan utama umat Islam, banyak memuat kata ini dalam
berbagai makna, namun semuanya mengandung pengertian inti sari petunjuk Tuhan
yang Maha Kuasa kepada manusia sejak awal masa Nabi Adam as. hingga ke nabi
penutup Muhammad SAW.[5]
2. Syariat,
dalam berbagai bentuknya tecantum di dalam Al-Qur'an, secara etimologis berarti
jalan menuju, atau yang memiliki. sumber air. Kata ini kemudian dipahami
sebagai firman Allah (Kitabullah) kepada umat manusia untuk membimbing mereka
meraih kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat. Jika din yang
disampaikan kepada semua rasul dan nabi pada dasamya sama, maka syariat berbeda
dari satu rasul ke rasul berikutnya. Ini berarti syariat Nabi Adam berbeda
dengan yang diturunkan kepada Nabi Ibrahim, dan ini juga tidak semuanya sama
dengan yang diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh Muslim, diyakini bahwa
Syariat Islam yang dibawa Muhammad SAW adalah syariat terakhir. yang
meluruskan, serta menyempumakan syariat kepada nabi sebelumnya.[6]
Secara terminologi, menurut Muhammad Faruq Nabham mengartikan syariah: segala
sesuatu yang disyariatkan Allah kepada hambanya untuk diikuti.[7]
3. fikih,
kata fikih arti dasarnya “fahm” berarti paham yang mendalam. Secara terminology
fikih selalu diartikan ulama ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang berhubungan
dengan perbuatan manusia yang digali melalui dalil yang tafshil.[8] secara
etimologis berarti pemahaman yang mendalam. Mereka yang memiliki pemahaman yang
mendalam ini disebut fakih, jamaknya fukaha. Adapun ilmu yang menjadi sarana
untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam itu disebut ilm al-fiqh. llmu inilah
yang dalam literatur Eropa dikenal sebagai Islamic Jurisprudence.[9]
Firman Tuhan (kittabullah) yang sakral dan permanen, sedangkan
fikih adalah upaya manusia untuk memahami agama, hingga bersifat manusiawi dan
tentu terbuka untuk terus didalami dan dikembangkan. Hasil dari upaya pemahaman
dan perumusan fikih ini (sebagai produk hukum Islam) dapat dalam bentuk qadha
(putusan pengadilan), fatwa (opini hukum), qanun (undang-undang dan peraturan
umum), dan siyasah yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk menegakkan
hukum, serta qawl yaitu pendapat yang dikemukakan fakih secara terbuka dan
biasanya bersifat hipotesis.[10]
Teori hukum Islam memilih hukum kepada dua kategori, yaitu hukum
taklifi dan hukum wadh'i.
1. Hukum
taklifi menurut para ahli ushul fiqh adalah ketentuan-ketentuan Allah dan rasul-Nya yang berhubungan langsung
dengan perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk melakukan,
larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk memberi kebebasan
memilih untuk berbuat atau tidak. Hukum taklifi ini terbagi kepada lima jenis
yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. [11]
2.
Hukum wadh'i ialah ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan Syar’i untuk menentukan ada atau tidaknya hukum taklifi. [12]Hukum
wadh’i termasuk ‘azimah (hukum asal), rukhshah (keringanan), syarat, sebab dan
mam’ (pencegah).
B.
Sumber-Sumber
Hukum Islam
Islam sebagai agama yang sempuma memiliki hukum yang datang dari
Yang Maha Sempuma, yang disampaikan melalui Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW, yakni
Al Qur’an Al Kariim. Kemudian sumber hukum agama Islam selanjutnya adalah sunnah
atau yang kita kenal dengan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua hal yang
menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam menjalankan hidup demi mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Namun. seiring dengan berkembangnya zaman ada saja hal-hal yang
tidak terdapat solusinya dalam Al-Qur'an dan Hadits. Oleh karena itu, ada
sumber hukum agama Islam yang lain, di antaranya ijmak dan qiyas. Namun. ijmak
dan qiyas tetap merujuk pada Al-Qur'an dan Hadits karena ijmak dan qiyas
merupakan penjelasan dari keduanya.
1.
Al-Qur’an
sebagai Sumber Hukum Islam
Secara
etimologi, Al-qur’an berasal dari kata “qara-a, yaqra-u, qiraatan atau
quranan" berarti mengumpulkan (al-jam’u), menghimpun (al-dlommu)
huruf-huruf serta kata-kata dari bagian ke bagian lain secara teratur.[13]
Al-Qur’an
secara bahasa merupakan bentuk mashdar dari
kata qaraai, yang terambil dari wajan fu’lan, yang berarti “bacaan “
atau apa yang tertulis padanya, maqruu,seperti
terungkap dalam surah al-Qiyaamah (75) ayat 17-18. [14]
Pengertian
terminologi Alquran dapat dilihat dari pengertian ulama, seperti: Al-Ghazali
mengartikan Alquran : “Sesuatu yang terdapat dalam mushaf sesuai degan al-ahruf
yang diturunkan secara mutawatir”. Taj al-Din al-Subki, Alquran didefenisikan:
“lafaz yang diturunkan kepada Muhammad saw sebagai mukjizat dengan satu surat
darinya dan membacanya dipandang sebagai ibadah.[15]
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad SAW secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril, sebagai mukjizat
dan pedoman hidup bagi umatnya dan membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an ini
turun pada sekitar tanggal 17 Ramadhan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Telah kita ketahui bahwa Al-Qur'an merupakan kitab suci umat Islam dan
merupakan pedoman hidup yang abadi. Dikatakan abadi karena kemurniannya sejak
diturunkan sampai di akhir zaman senantiasa terpelihara. Allah SWT menjamin
pasti kemurnian Al-Qur'an, seperti dalam firmannya yang berarti “Sesungguhnya
kami-lah yang menurunkan AI-Qur'an dan sesungguhnya kami benar-benar
menjaganya".(QS. al-Hijr [15]:9).
Al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang pertama dan utama bagi umat
Islam. Pada masa Rasulullah SAW setiap persoalan solusinya selalu di kembalikan
kepada Al-Qur’an. Rasulullah sendiri dalam perilakunya sehari-hari selalu
mengacu pada Al-Qur'an. Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim kita harus menggunakan
Al-Qur'an sebagai pedoman hidup.
Seperti dalam firman-Nya yang berarti “Hai orang-orang beriman,
taatlah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling
daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya). (QS. al-Anfaal.
[81]:20). Ayat tersebut mengandung dua perintah yang pertama adalah perintah
untuk taat kepada allah, taat berarti kita harus menjalankan semua perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Dan, perintah-perintah Allah itu ada
dalam Al-Qur’an, jadi kalau kita taat kepada Allah kita harus mengikuti
petunjuk-penmjuk yang ada dalam Al-Qur’an. Perintah yang kedua adalah taat kepada
Rasulullah, artinya kita harus taat kepada sunnah dan Hadits-haditsnya. Baik
perintah maupun larangannya.
Fungsi dari Al-Qur’an itu sendiri ada 4 yaitu petunjuk, penjelas,
pembeda dan obat.
1) Petunjuk
artinya Al-Qur'an merupakan suatu aturan yang harus diikuti, layaknya sebuah
papan jalan yang di tempel pada jalan-jalan. Seseorang yang tidak mengetahui
jalan. jika ia mengabaikan petunjuk jalan itu dan berjalan tidak sesuai dengan
petunjuknya, sudah pastilah orang tersebut akan tersesat. Sama seperti orang
hidup di dunia ini, jika ia mengabaikan petunjuk dari Allah maka pastilah
jalannya akan tersesat.
2) Fungsi
yang kedua adalah penjelas artinya di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang
segala sesuatu yang ditanyakan oleh manusia. Dalam fungsinya Al-Qur'an harus
dijadikan rujukan dari semua peratur an yang dibuat oleh manusia, jadi manusia
tidak boleh membuat aturan sendiri tanpa ada dasar-dasarnya dari Al-Qur’an.
3) Al-Qur'an
sebagai pembeda, maksudnya sebagai pembeda antara Yang benar dan salah. Kita
bisa mengetahui suatu hal apakah itu benar atau salah dari Al-Qur’an. Selain
itu, juga pembeda antar Muslim dan luar Muslim, antar nilai yang diyakini benar
oleh orang mukmin dan nilai yang dipegang oleh orang-orang kufur.
4) Selanjutnya
fungsi Al-Qur’an sebagai obat. Ibarat resep dari seorang dokter, pasien sering
sulit untuk membacanya bahkan memahaminya. Tetapi seorang pasien percaya bahwa
resep tersebut tidak mungkin salah karena dokter diyakini tidak mungkin
berbohong. Sama seperti halnya dengan Al-Qur'an, Al-Qur’an adalah resep yang
dliberikan oleh Allah dan sudah pasti resep tersebut tidak mungkin salah karena Allah Maha Besar. Dengan demikian.
tidak menjadi masalah apa bila ada beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang belum
kita mengerti maksud dan tujuannya, maka jalankan sajalah. Sebab kalau harus
menunggu kita memahami semua maksudnya bisa-bisa waktu kita di dunia ini habis
terlebih dahulu sebelum kita menjalankan semua perintah-perintah-Nya, Selain
itu, obat yang diberikan oleh dokter tidak semuanya manis kadang ada yang pahit
dan manis. Tetapi dokter berpesan agar me. minum obat tersebut dengan teratur
dan sampai habis, sebab kalau tidak teratur dan habis penyakitnya tidak sembuh.
Begitupula dengan Al-Qur’an adalah obat, tidak semua perintah dalam Al-Qur'an
sesuai dengan keinginan dan kemauan manusia, tetapi Allah menghendaki kita
untuk mengamalkan semua firman-Nya tanpa terkecuali. Tidak ada pemilihan dan
pemilahan ayat-ayat tertentu untuk diamalkan sedangkan yang lain dibiarkan.[16]
2.
Al-Sunnah
sebagai Sumber Hukum Islam
Secara etimologi, sunnah diartikan jalan yang biasa dilalui, baik
yang terpuji maupun ter cela. Sunnah menurut pendapat Muhammad Ajjaj al-Khatib,
segala sesuatu yang diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan
hukum.[17]
Hadits berarti segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi
Muhammad SAW. Akan tetapi, para ulama ushul fiqh, membatasi pengertian Hadits
hanya pada ”ucapan-ucapan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum",
sedangkan bila mencakup, pula perbuatan dan taqrir yang berkaitan dengan hukum,
maka ketiga hal ini mereka namai dengan ”Sunnah". Tidak semua perbuatan
Nabi Muhammad merupakan sumber hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti
perbuatan dan perkataannya pada masa sebelum kerasulannya.[18]
Perbedaan pengertian ini disebablkan karena ulama hadits memandang
Nabi sebagai manusia yang sempurna yang dapat dijadikan suri tauladan,
sedangkan ulama ushul memandang Nabi SAW sebagai musyarri (pembuat undang-undang) disamping Allah. Terlepas dari
perbedaan tersebut, segala sesuatu yang terkait dengan Rasul merupakan sunnah
yang harus diikuti dan menjadi sumber dan dalil hukum Islam.[19]
Seperti yang kita ketahui, bahwa Al-Qur'an merupakan sumber hukum
primer/utama dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau
perkara yang sedikit sekali Al-Qur'an membicarakanya' Al-Qur'an membicarakan
secara global saja, atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali. Di sinilah peran
dan kedudukan Hadits sebagai penjelas dari Al-Qur'an atau bahkan menjadi sumber
hukum sekunder/kedua setelah Al-Qur'an. [20]
3.
ljmak
sebagai Sumber Hukum Islam
Ijmak secara Etimologi (Bahasa) berasal dari kata ajma'a,
yujmi'u, ijma‘an dengan isim maf‘ul
mujma yang berarti kebulatan tekad terhadap suatu persoalan atau kesepakatan
tentang suiatu masalah. Menurut istilah ushul
fiqh ijma’ ialah kesepakatan para
mujtahid dari kalangan umat Islam tentang hukum syara’ pada suatu masa
setelah Rasulullah wafat.[21]yang
memiliki dua makna:
a) ljmak
secara etimologi bisa bermakna tekad yang kuat
...Karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah)
sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku)...(Qs. Yunus [10]: 71)
b) ljmak
secara etimologi juga memiliki makna sepakat
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkan nya ke dasar
sumur (QS. Yusuf [12]: 15).
Adapun definisi secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam
menetapkan maknai ijmak menurut arti istilah. lni dikarenakan perbedaan mereka
dalam meletakkan kaidah dan syarat ijmak. Namun definisi ijmak yang paling
mendekati kebenaran adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad (mujtahid) dari
kalangan umat Muhammad setelah wafatnya beliau Shallallahu ’alaihi wa sallam
pada masa tertentu akan suatu perkara agama.
c) Hakikat
Ijmak
Seperti yang ditegaskan oleh Syakhul-Islam Ibnu Tamiyah, ijmak
ialah kesepakatan para ulama kaum Muslimin atas hukum tertentu. Bila ijmak
telah diputuskan secara permanen atas suatu hukum, maka tidak boleh bagi siapa
pun keluar dari keputusan ijmak tersebut, karena mustahil umat Islam sepakat
dalam kesesatan. Tetapi boleh jadi, banyak masalah yang diklaim berdasarkan
ijmak ternyata tidak demikian, bahkan pendapat lain lebih kuat dari Al-Qur‘an
dan As-sunnah.
Ijmak merupakan dasar agama yang sah dan menjadi sumber hukum
ketiga agama Islam setelah Al-Qur'an dan Sunnah. Tidak terdapat ketetapan ijmak
yang menentang kebenaran, kecuali tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Maka suatu keutamaan bagi para ulama ahli ijtihad untuk berijma' berdasarkan
Al-Qur'an dan Sunnah. Ibnu Hazm rahimahumullah berkata, “Tidak ada ijmak
kecuali berdasarkan nash agama, baik berasal dari ucapan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. maupun dari perbuatan atau perilaku beliau.”
d) Peran
Ijmak dalam Penetapan Hukum Sebagian besar ulama berpandangan, ijmak memiliki
bobot yang sangat kuat dalam menetapkan hukum-hukum yang bersifat ijtihadiyah
setelah Al-Qur'an dan Sunnah. karena ijmak berdasarkan dalil syar'i baik secara
eksplisit maupun secara implisit. Bahkan sebagian besar ulama berpandangan,
ijmak waiib diaplikasikan. Tidak sedikit pula yang menolak ijmak seperti
kalangan Syiah dan Khawarij. Namun. itu tidak usah dihiraukan. karena para
ulama Islam telah sepakat menjadikan ijmak sebagai salah satu pegangan selain
Al-Qur’an dan Sunnah. Hal itu didasarkan pada:
1) Ijma’
menurutAl-Qur'an
Dan berpeganglah kamu semuanya
kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai... (QS.
ali Imran [3]: 103).
Dan barang siapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. (QS. an-Nisaa [4]: 115)
2) Ijmak
menurut As-Sunnah
Dari ‘Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tetaplah
bersama jamaah dan waspadalah terhadap perpecahan. Sesungguhnya setan bersama
satu orang, namun dengan dua orang lebih jauh. Dan, barang siapa yang
menginginkan surga paling tengah maka hendaklah bersama jamaah.” (Shahih,
HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya)
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “jika jamaah mereka
berpencar di setiap negara dan tidak ada yang mampu menyatukan badan mereka,
mereka tetap bisa membuahkan ijmak. Namun sebaliknya, walaupun badan mereka
berkumpul dalam satu tempat, akan tetapi bercampur dengan berbagai kalangan,
baik dari kaum Muslimin, kaum kuffar, orang-orang yang bertakwa maupun para
penjahat, maka tidak mempunyai arti apa-apa dan tidak mungkin membuahkan ijmak.
Oleh karena itu, men. jadi suatu keharusan mengikuti jamaah mereka dalam
menetapkan perkara halal dan haram serta ketaatan. Barang siapa yang
berpendapat sama dengan pendapat jamaah kaum Muslimin maka ia telah berada di
atas jamaah mereka. Dan. barang siapa yang menyelisihi pendapat jamaah mereka
maka ia telah menyelisihi jamaah kaum Muslimin”(Ar-Risalah, Imam Asy-Syali'i)
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa ijmak bisa
dikatakan sebagai salah satu landasan hukum lslam selain Al-Qur'an dan Sunnah.
Namun isi dan' ijmak itu tersendiri harus didasari pada dalil-dalil syar’i,
karena hakekatnya sebajk-baiknya pedoman kita di akhir zaman seperti ini adalah
Al-Qur'an dan Sunnah.
3) Qiyas
Berarti mengukur sesuatu dengan
yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain qiyas dapat diarikan pula sebagai
suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang
mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama. Contohnya adalah pada
surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ah, cis, atau hus kepada
orangtua tidak dibolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi
sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orangtua. [22]
C.
Mazhab
Hukum Utama Dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum
Al-Mazahib (aliran-aliran) dan
arti secara sastranya adalah “jalan untuk pergi”. Adapun mazhab hukum yang
terkenal sampai saat ini ada empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali. Ini adalah hanya beberapa mazhab yang ada dalam islam dan mereka
bukanlah hukum sunni yang refresentatif karena sejak dari abad pertama sampai
kepada permulaan abad keempat tidak kurang dari 19 mazhab hukum atau lebih
dalam islam yang dalam arti kata Muslim terdahulu tidak henti-hentinya untuk
menyesuaikan hukum dengan peradaban yang berkembang.
Timbulnya mazhab-mazhab ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang oleh Ali As-sais dan Muhammad Syaltut
mengemukakannya:
1. Perbedaan dalam memahami
tentang lafaz nash
2. Perbedaan dalam memahami
hadist
3. Perbedaan dalam memahami
kaidah lughawiyah nash
4. Perbedaan tentang qiyas
5. Perbedaan tentang
penggunaan dalil-dalil hukum
6. Perbedaan tentang
mentarjih dalil-dalil yang berlawanan
7. Perbedaan dalam
pemahaman illat hukum
8. Perbedaan dalam masaalah
nasakh
Berbagai kemungkinan yang
menjadi penyebab timbulnya selain yang dikemukakan di atas, lahirnya mazhab
juga terjadi karena perbedaan lingkungan tempat tinggal mereka, para fukaha
terus mengembangkan istinbat hukum yang mereka gunakan secara individu dari
berbagai persoalan hukum yang mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan
terus melembaga dan terus diikuti oleh para pengikutnya yaitu para murid-murid
mereka.
Sebagaimana telah disinggung,
bahwa lahirnya berbagai mazhab yang ada dilatarbelakangi oleh faktor yang pada
dasarnya perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan metodologi dalam melahirkan
hukum. Perbedaan ini melahirkan mazhab yang berkembang luas di berbagai wilayah
islam sampai saat ini di antaranya adalah mazhab dari golongan Syiah dan dari
golongan Sunni:
1.
Imma
Ja’far
Nama lengkapnya ja’far bin
Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal-Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.
Beliau adalah ulama besar dalam banyak bidang ilmu filsafat, tasawuf, fikih,
dan juga ilmu kedokteran. Fiqh Ja’fari adalah fikih dalam mazhab syiah pada zamannya
karena sebelum pada masa Ja’far Ash-Shadiq tidak ada perselisihan. Perselisihan
itu muncul sesudah masanya. Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil
kepastian hukum adalah: Al-Qur’an, Sunnah, Ijamk’, ‘Aqal (Ra’yu).
Pengikutnya banyak di Iran dan
negara sekitarnya, Turki, Syria, dan Afrika Barat. Mazhab ini diikuti juga oleh
umat islam negara lainnya meskipun jumlahnya tidak banyak.
2.
Mazhab
Hanafi
Mazhab ini dihubungkan dengan
Imam Abu Hanifah, ia di kenal sebagai pendiri mazhab hanafi. Nama lengkapnya
adalah Nukman bin Tsabit bin Zuthyi keturunan parsi yang cerda dan punya
kepribadian yang kuat serta berbuat, didukung oleh faktor lingkungan sehingga
dalam mengantar beliau menuju jenjang karier yang sukses dalam bidang ilmiah.
Dasar istanbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukum fikih adalah:
Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Qawlu Shahaby, Qiyas, Istihsan, ‘Uruf.
Pola fikih Abu Hanifah adalah:
1) Kelapangan
dan kelonggaran dalam pengalaman ibadah
2) Dalam
memberi keputusan dan fatwa, lebih memperhatikan kepentingan golongan miskin
dan orang lemah
3) Menghormati
hak kebebasan seseorang sebagai manusia
a. Fiqih
Abu Hanifah diwarnai dengan masalah fardhiyah (perkara yang diada-adakan).
Banyak kejadian atau perkara yang belum terjadi, tetapi telah dipikirkan dan
telah ditetapkan hukumnya.
Adapun di antara murid-murid
Abu Hanifah yang berperan penting dalam penyebaran mazhab Abu Hanifah, mereka
adalah Abu Yusuf dialah orang pertama menyusun kitab mazhab Hanafi dan
menyebarkannya sebagai dalil dari dasar istinbat imam malik. Dasar istinbat fikih
imam malik adalah Al-Qur’an, Sunnah, Qiyas, Masalihul, ‘Uruf, Qaulu Shahabi.
Adapun pola fikih Imam Malik meliputi:
1) Ushul
Fiqih Imam Malik lebih luwes, lafaz ‘Am atau Muthlaq dalam nash Al-Qur’an dan
Sunnah.
2) Fikihnya
lebih banyak didasarkan pada maslahah
3) Fatwa
sahabat dan keputusan-keputusan pada masa sahabat, mewarnai penjabaran
pengembangan hukum Imam Malik.
Diantara beberapa murid-murid
Imam Malik yang mengembangkan ajaran adalah: Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman
bin Kosim, Asyhab bin Abdul Aziz, Abdur-rahman bin Hakam, Ashbaga bin Al-faraz
al Umawi.
3.
Mazhab
Syafi’i
Mazhab ini dibentuk oleh
Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin al-Saib bin Abdu-Yazid bin
Hasim. Dan kemudian, dia dipopulerkan dengan nama imam Syafi’i. Ia merupakan
seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan Quraiys dan berjumpa nasab dengan
Rasulullah pada Abdu Al-Manaf. Adapun sumber istinbat beliau mengenai hukum
fiqih adalah: Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Qiyas, Istishab. Banyak karya-karya
Imam Syafi’i dalam memberikan keterangan kajian fikih menurut Imam Syafi’i di
antaranya: kitab ar-Risalah, al-Um, serta banyaknya pengikut mazhab ini sampai
sekarang. Pola pikir Imam Syafi’i:
1) Ciri
khas yang dapat dipetik dari fikih Syafi’i ialah polanya mengawinkan antara
yang ditempuh Imam Malik dengan Imam Hanafi,
2) Pembatasan
hukum dibatasi pada urusan atau kejadian yang benar-benar terjadi
3) Terdapat
banyak perbedaan antara pendapat Syafi’i sendiri, antara Qaul Qodim
(pendapatnya sewaktu di Irak) dengan Qaul Jadid (pendapatnya sewaktu di Mesir).
Sahabat-sahabatnya yang menyebarkan mazhab ini antara lain Ahmad Ibnu Hambal,
Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah Az-Zakfani, Abu Ali al Husein bin Ali
Qarabisy, Yusuf bin Yahya Al Buaithy, Abu Ibrahim Ismail Yahya al Muzani dan
Ar- Rabik bin Sulaiman al Murady.
4.
Mazhab
Hambali
Imam Ahmad adalah tokoh dari
mazhab ini beliau bernama Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal. Beliau
berpegang teguh pada ayat Al-Qur’an dipahami secara lahir dan secara mafhum.
Adapun dasar istinbat mengenai hukum fikih adalah Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa
sahabat, Qiyas. Adapun pola pikir imam Hanbal adalah:
1) Al-Nushush
dari Al-Qur’an dan Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dalam Al-Qur’an maka ia
mengambil makna yang tersurat, makna yang tersirat dia abaikan
2) Apabila
tidak ada ketentuan dalam Al-Qur’an dan Sunnah maka ia mengambil atau menukil
fatwa sahabat yang disepakati dari sahabat sebelumnya.
3) Apabila
fatwa sahabat berbeda-beda maka ia mengambil fatwa sahabat yang paling dekat
dengan dalil yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
4) Beliau
menggunakan hadist mursal dan hadist dha’if apabila tidak ada ketentuan
sahabat, atsar, ataupun ijmak yang menyalahinya. Apabila hadist mursal dan
dha’if tidak ada maka ia menggunakan metode Qiyas dalam keadaan terpaksa.
5) Langkah
terakhir adalah menggunakan Sadd al-Dzar’i.
Beliau tidak memiliki karya
yang dibuat sendiri hanya saja para muridnya mengembangkan ajarannya dan
membuat karya-karya tentang istinbat hukum yang beliau lakukan, salah satu
contoh dari kitab mazhab ini adalah sahabat al-jamik al-kabir karya Ahmad bin
Muhammad bin Harun. Adapun tokoh yang menyebarkan ajarannya adalah Ahmad bin
Muhammad bin Harun, Ahmad bin Muhammad ibn Hajjaj al Maruzi, Ishak bin Ibrahim,
Shalih ibn Hanbal. ‘Abdul Malik ibn ‘Abdul Hamid ibn Mahran al-Maumuni.
D.
Disiplin-Disiplin
Utama Studi Hukum Dan Cabang-Cabangnya
Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan
atau gejala-gejala hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan. Menghadapi
kenyataan yang terjadi dalam pergaulan hidup yang menetukan apa yang seharusnya
dilakukan dalam menghadapi kenyataan tertentu.
Berbicara disiplin hukum, maka
ruang lingkup utamanya tiga yaitu:
1) Ilmu
hukum adalah ilmu tentang hukum yang paling umum, sebagai aturan yang paling
luas dan konsep yang paling penting, ilmu hukum ini bisa didefenisikan sebagai
ilmu kaidah yang menelaah hukum sebagai kaidah atau sistem kaidah-kaidah dengan
dogmatik hukum dan sistematis hukum. Cabang ilmu hukum di antaranya sosiologi
hukum, atropologi hukum, psikologi hukum.
2) Filsafat
hukum adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat hukum, yang isinya dasar-dasar
kekuatan yang mengikat dari hukum atau perenungan dan perumusan nilai-nilai,
termasuk penyesuaian nilai-nilai.
3) Politik
hukum adalah disiplin hukum yang mengkhususkan diri pada usaha memerankan hukum
dalam mencapai tujuan yang di cita-citakan oleh masyarakat tertentu atau
kegiatan-kegiatan mencari dan memilih nilai-nilai dan menerapkan nilai tersebut
bagi hukum dalam mencapai tujuannya.
Adapun disiplin utama studi
hukum islam dalam hukum islam tidak terlepas dari beberapa kajian yaitu:
Disiplin utama Syari’ah, Tarekh Tasyri’, Ushul fiqh, fiqh selanjutnya akan
berkembang menjadi cabang-cabang kajian studi hukum lain seperti: Ilmu Fikih
(fiqh Siyasah, Muamalat, Jinayah, Munakahat dan sebagaiannya) selanjutnya ada
juga kajian Qawaid Fiqhiyah dan Ushuliyah, Fatwa, Qanun, Qadha’ dan lainnya.[23]
E.
Tokoh
dan Karya Terpenting Perkembangan Mutakhir Kajian Islam
Perkembangan terakhir dalam
kajian hukum islam ini terjadi setelah adanya persentuhan budaya dengan barat.
Bisa dikatakan kalau awal perkembangan mutakhir hukum islam ini dimulai di
Turki dan Mesir yang menyadari bahwa Islam semakin tertinggal dari Barat maka
mulai saat itulah muncul tokoh-tokoh dalam Islam yang mencoba mereformasi hukum
Islam dengan mengangkat tema bahwa pintu ijtihad telah terbuka demi perkembangan
Islam dari zaman ke zaman.
Dalam berbagai bidang muncul
tokoh-tokoh yang mencoba memberikan sumbangan pikirannya dalam perkembangan
Islam dan hukum Islam sebagai contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya
Tasyri'ul jina'i Al-Islamy bi al-Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan
antara hukum Perancis dengan hukum Islam. Muhammad Baqir Al-Sadr seorang ulama
Syiah dari Irak, Sayyid Abu a’la Al-Maududi seorang idiolog fundamentalis dalam
Islam khususnya Pakistan, Ali Abd Al-Razik yang menulis buku Al-Islam wa Ushul
Al-hulcm, buku ini menimbulkan kontroversi di Mesir dan juga negeri-negeri lain
karea buku ini mengemukakan mengenai pembenaran dihapuskannya kesultanan
Utsmaniyah di Turki dan berpendapat Islam tidak menentukan bentuk pemerintahan.
Di Indonesia sendiri pengkajian
hukum Islam terus berkembang dengan didirikannya IAIN serta banyaknya universitas-universitas
swasta yang mengkaji Islam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di
fakultas syariah yang benar-benar kajian utama dari fakultas ini adalah hukum
Islam. Lain dari itu adanya MUI yang selalu memberikan fatwa yang sesuai dengan
keadaan Islam di Indonesia dalam memberikan istinbat hukum sesuai dengan
masalah yang ada serta majelis-majelis lainnya di setiap organisasi Islam di
Indonesia, seperti majelis tarjihnya Muhammadiyah. Hal ini merupakan suatu
karya yang panting bagi umat Islam Indonesia serta perkembangan yang baik dalam
pembaruan hukum Islam. Selanjutnya perkembangan yang paling besar yang ada di
Indonesia ini adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang merupakan
fikihnya Indonesia serta telah banyaknya dimulai pembentukan Undang-undang di
Indonesia berasaskan hukum Islam.
Belakangan ini beredar wacana
bahwa KHI yang ada ini sudah tidak cocok lagi menurut kemajuan zaman, untuk itu
beberapa tokoh Islam mencoba memberikan pembaruan KHI yang biasa saat ini
dikenal dengan Counter Legal Draft KHI (CLD KHl) yang sampai saat ini masih
belum selesai diperbincangkan karena masih terjadi pro dan kontra atas isi dari
CLD KHI tersebut. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian pihak memandang bahwa
sejumlah pasal yang ada di dalam CLD KHl itu melanggar ajaran Islam,
perbincangan dan wacana akan hal ini sangat menyorot perhatian para tokoh-tokoh
Islam. Kontroversi ini terus di perdebatkan hingga saat ini. Siti Musadah Mulia
merupakan dengan beberapa anggota kelompolmya adalah penyusun dari CLD KHI ini,
ironisnya hal ini tidak diterima oleh kalangan kebanyakan Ulama. Karena
rancangan I(Hl ini dianggap nyeleneh dan tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan
Sunnah
Sebagian ulama telah
menghitung, tidak kurang dari 39 kesalahan dalam CLD KHI. Sebagian yang lain
mengakulasi ada 19 kesalahan. Karena harus segera dicabut dari peredaran agar
tidak membingungkan dan semakin meresahkan masyarakat, hal ini dikemukakan oleh
ulama yang tidak mendukung sama sekali tentang pembaruan ini. Di antara hal-hal
yang paling kontroversial daJam pasal-pasal CLD KHl ini adalah adanya idah bagi
kaum lelaki, tidak dibolehkannya berpoligami, anak berbeda agama mendapat
warisan, wanita bisa menikahkan dirinya sendiri dan banyak lagi hal-hal yang
menimbulkan pro dan kontra dalam CLD KHI.
Meskipun demikian, hal ini
merupakan salah satu contoh dari adanya usaha tokoh-tokoh Islam mengadakan
pembaruan dalam hukum Islam. Adapun metode yang mereka pijak dalam pembuatan
CLD KHI ini salah satunya adalah kaidah ushul yang mengatakan jawaz naskh al-nushush
bi al-maslahah serta yang pasti mengikuti metode ulama terdahulu ataupun dengan
metode baru. Patutlah hal ini dijadikan momentum adanya usaha pembaruan hukum
Islam serta keseriusan tokoh Islam membuka kembali pintu ijtihad. Upaya
mengaktualkan hukum Islam adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat di
tawar-tawar lagi. upaya tersebut harus segera dilakukan jika tidak mau hukum
Islam tersebut ditinggalkan.
Secara garis besar saat kajian
hukum Islam jadi pembahasan awal dari pembahasan ini, tidak lepas dari
pemahaman atas Syar’iah, Fiqh, Ushul Al-fiqh, serta hal lain yang berkenaan
dengan dasar pembentukan hukum Islam yang kesemuanya bisa dikatakan merupakan
asas dari aturan dan kaidah dalam Islam Sebagai pengatur kehidupan umat Islam
dari masa ke masa. yang tidak lepas dari sumber utamanya yaitu wahyu Allah yang
disampaikan kepada Rasulnya yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah itu sendiri
serta dilengkapi dengan ijtihad ulama-ulama fakih dalam pengistinbatan hukum
Islam yang belum ada kepastian hukumnya dalam Al-Qur'an dan Sunnah.
Yang paling dikenal ada
beberapa ulama hukum yang sumbangan pikirannya sampai saat ini masih dikenal
dan dipakai dalam kehidupan ummat Muslim di seluruh Dunia yaitu Imam Jafary,
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmad Ibn Hanbal. Kelima
ulama ini banyak memberikan wacana hukum dan penyelesaian hukum dalam berbagai
kasus hukum dalam dunia Islam, serta pembuka wacana keilmuan dalam ilmu hukum
Islam yang dikenal dengan fikih dan pada akhimya jadi disiplin ilmu yang
bercabang-cabang dan terus berkembang dan dikembangkan oleh para ulama-ulama
fikih setelahnya.[24]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum Islam merupakan
terjemahan dari literature Barat “Islamic
law”, mendekatkan pengertiannya kepada syariah. Hukum Islam diartikan
keseluruhan kitab Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala
aspeknya. Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-Qur'an
dan menjadi bagian dari agama Islam. Sumber hukum agama Islam adalah Al-Qur’an
dan Hadits merupakan dua hal yang menjadi pedoman utama bagi umat Islam dalam
menjalankan hidup demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun, seiring dengan berkembangnya zaman ada saja
hal-hal yang tidak terdapat solusinya dalam Al-Qur'an dan Hadits. Oleh karena
itu, ada sumber hukum agama Islam yang lain, di antaranya ijmak dan qiyas.
Adapun mazhab hukum yang
terkenal sampai saat ini ada empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i
dan Hanbali. Disiplin hukum adalah sistem ajaran mengenai kenyataan atau
gejala-gejala hukum yang ada dan hidup di tengah pergaulan disiplin
hukum, maka ruang lingkup utamanya tiga yaitu, ilmu hukum, filsafat hukum dan
politik
hukum
Dalam berbagai bidang muncul
tokoh-tokoh yang mencoba memberikan sumbangan pikirannya dalam perkembangan
Islam dan hukum Islam sebagai contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya
Tasyri'ul jina'i Al-Islamy bi al-Qonun al-Wadhie yang mencoba membandingkan
antara hukum Perancis dengan hukum Islam.
B.
Saran
Sesuai kesimpulan di atas
penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa/i mahasiswa prodi ilmu
perpustakaan di UIN Sumatera Utara agar mengetahui hal-hal mengenai Hukum
Islam. Agar kita menjadi islam yang taat pada aturan agama dan menjalankan segala
perintah Alla SWT serta menjauhi larangan-Nya dengan berpedoman pada sumber dan
dalil hukum agama Islam .
DAFTAR PUSTAKA
Nurhayati & Sinaga,
Imran Sinaga, Ali. 2018. Fiqh dan Ushul
Fiqh. Jakarta: Prenamedia
Group.
Khoiri, Nispul. 2015. Ushul Fikih, Bandung: Citapustaka Media.
Batubara, Chuzaimah dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta: Prenamedia group.
[1]
Nurhayati & Ali Imran Sinaga, Fiqh
dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Hlm. 19
[2]
Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung:
Citapustaka Media, 2015), Hlm. 6
[3]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 101
[4]
Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung:
Citapustaka Media, 2015), Hlm. 1
[5]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 102
[6]
Ibid, Hlm. 102
[7] [7]
Nispul Khoiri, Ushul Fikih, (Bandung:
Citapustaka Media, 2015), Hlm. 4
[8]
Ibid, Hlm. 4-5
[9]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 102
[10]
Ibid, Hlm. 103
[11]
Nurhayati & Ali Imran Sinaga, Fiqh
dan Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenamedia Group, 2018), Hlm. 20
[12]
Ibid, Hlm. 21
[13] Ibid, h. 45
[14]
Nurhayati, Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 21
[15] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 45
[16]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 104-106
[17] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 55
[18]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106
[19] Nispul Khoiri, Ushul Fiqih (Bandung: Citapustaka Media, 2015) hlm. 56
[20]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106
[21]
Nurhayati, Ali Imran Sinaga, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 28
[22]
Chuzaimah Batubara dkk, Handbook
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenamedia group, 2018), Hlm. 106-109
[23]
Chuzaimah batubara, Iwan, dan Hawari Batubara, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group 2018)
hlm. 109-113.
[24]
Ibid, Hlm. 113-116
No comments:
Post a Comment