AUTHORITY CONTROL AND LIST
A.
Kontrol
Otoritas
Dalam ilmu perpustakaan, kontrol
otoritas adalah proses yang mengatur informasi bibliografi,
misalnya dalam Katalog Perpustakaan dengan
menggunakan ejaan tunggal tunggal dari nama (judul) atau pengenal numerik untuk
setiap topik. Kata otoritas dalam kontrol otoritas berasal
dari gagasan bahwa nama-nama orang, tempat, benda, dan konsep diotorisasi, yaitu, mereka
dibentuk dalam satu bentuk tertentu. Judul atau pengidentifikasi satu-of-a-kind
ini diterapkan secara konsisten di seluruh katalog yang menggunakan file
otoritas masing-masing dan diterapkan untuk metode lain dalam mengatur data
seperti keterkaitan dan referensi silang. Setiap entri terkontrol
dijelaskan dalam catatan otoritas dalam hal
ruang lingkup dan penggunaannya, dan organisasi ini membantu staf perpustakaan
mempertahankan katalog dan membuatnya mudah digunakan bagi para peneliti.
Katalogis menugaskan setiap
subjek seperti penulis, topik, seri, atau perusahaan pengenal unik atau istilah
judul tertentu yang kemudian digunakan secara konsisten, unik, dan tidak ambigu
untuk semua referensi ke subjek yang sama, yang menghindarkan variasi dari ejaan, transliterasi, nama pena, atau alias. Header unik dapat
memandu pengguna ke semua informasi yang relevan
termasuk subjek terkait atau yang ditampung. Catatan
otoritas dapat digabungkan ke dalam database dan disebut file otoritas, dan memelihara dan
memperbarui file-file ini serta "hubungan logis" ke file lain di
dalamnya adalah karya pustakawan dan katalog informasi lainnya. Dengan
demikian, kontrol otoritas adalah contoh dari kosa kata yang terkontrol dan kontrol bibliografi.
Dalam
bidang perpustakaan, authority control merupakan konsep yang sudah lama dipakai
untuk mengendalikan daftar nama dan subjek, demikian rupa sehingga potensi
keragaman dalam cara penulisan dan penggunaan nama atau subjek tersebut tidak
menimbulkan kebingungan ketika dipakai untuk menyimpan dan menemukan kembali
sebuah data. Didalam konsep authority control ini melekat sebuah struktur
saling merujuk (cross reference) sehingga satu nama atau satu istilah dapat
dikaitkan dengan nama dan istilah lainnya, sedemikian rupa sehingga jika ada
keraguan tentang penggunaan nama atau istilah tersebut, maka baik pengelola
perpustakaan maupun pengguna perpustakaan dapat mencapai kesepakatan dengan
melihat ke daftar authority control.
Authority
control berkaitan erat dengan fungsi validasi data (data validation) yang melakukan
pengecekan tentang cara penulisan pada saat sebuah data dimasukkan kedalam
sistem. Dalam fasilitas katalog online yang adalah bagian dari sistem automasi
perpustakaan, authority control berperan sangat penting untuk mengefektifkan
fasilitas pencarian. Dalam bentuknya yang paling sederhana, sebuah authority
control terlihat oleh pemakai sebagai sebuah daftar sederhana yang mengandung
semua nama atau istilah “resmi” atau istilah yang dipakai didalam katalog
bersangkutan. Misalnya sebuah name authority file berisi daftar nama-nama
pengarang yang mungkin muncul disalah satu ruas katalog. Bagi pemakai, daftar
nama tersebut berfungsi sebagai pernyataan tentang cara menuliskan nama yang
benar dan yang dapat diterima oleh katalog sebagai nama “resmi”. Bagi pustakawan
daftar nama tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengecek apakah nama yang
dipakai dikatalog sudah sesuai dengan daftar “resmi”. Sistem automasi
perpustakaan dapat menjadikan fungsi pengecekan oleh kedua belah pihak ini
secara otomatis; misalnya, dengan merujukkan pemakai yang salah mengetik nama
ke nama yang benar, atau dengan mengecek validasi sebuah nama ketika pustakawan
mengisi pangkalan data katalog
Authority
control tentunya tidak hanya menyangkut data biblografi. Dalam sub-sistem
sirkulasi yang menjadi salah satu pilar sistem automasi perpustakaan, authority
control dapat dipakai untuk mengecek atau memvalidasi nama anggota
perpustakaan. Ketika seorang petugas perpustakaan atau sebuah mesin
pengembalian buku otomatis menerima nama dan identitas seorang anggota
perpustakaan, maka komputer pertama-tama akan melakukan pengecekan kesebuah
berkas yang berisi daftar semua anggota perpustakaan. Berkas ini adalah
authority file. Untuk keperluan integritas data, seringkali berkas ini bukan
hanya berisi satu datum misalnya (nama), melainkan juga berbagai data lain yang
berkaitan seperti alamat, nomor kartu anggota, dan sebagainya. Dalam sebuah
perpustakaan digital, pengecekan identitas anggota ini juga dapat meluas
menjadi manajemen identifikasi.
B.
Control
list
a.
Pengaruh
authority file pada pengindeksan subjek
:
1.
Sarana atau alat bantu
daftar tajuk subjek
2.
Daftar tajuk subjek
untuk perpustakaan
3.
Sears list of subject
headings
4.
Library of conggress
subject headings
b.
Bagan
klasifikasi
1. DDC
2. UDC
3. LCC
c.
Authority
file pada pengatalogan deskriptif
1. Pengendalian
tajuk nama orang dan badan korporasi
2. Daftar
tajuk nama pengarang
3. Daftar
tajuk nama badan korporasi
C.
Sistem
Temu Kembali Informasi
Menurut Kochen yang
dikutip oleh Pendit (2008) dalam kamus bahasa inggris, kata retrieve
berhubungan dengan 2 hal yaitu upaya untuk mengingat dan upaya mencari sesuatu
untuk dipakai kembali. Kochen juga menjelaskan, kata retreve yang dikaitkan
dengan IR (Information retrieval) yaitu upaya membantu pengguna sistem komputer
menemukan dokumen yang dicari. Lebih spesifik lagi, kemampuan komputer tersebut
dikaitakan dengan recall (mengingat). Pendit (2008) menambahkan, dalam bahasa
indonesia kata retrieve diterjemahkan menjadi temu kembali. Jadi kata
Information Retrieval diterjemahkan sebagai temu kembali informasi.
Dalam
ODLIS, dijelaskan bahwa temu kembali
informasi (IR) adalah proses, metode, dan prosedur yang digunakan untuk
menyeleksi informasi yang relevan yang tersimpan dalam database. Dalam
perpustakaan dan arsip, temu kembali informasi biasanya untuk dokumen ynag
diketahui atau untuk informasi mengenai subyek tertentu, dan file biasanya
katalog atau indeks, atau penyimpanan informasi berbasis komputer dan sistem
pencarian, seperti katalog online atau Database bibliografi. Dalam merancang
sistem tersebut, keseimbangan harus dicapai antara kecepatan, akurasi, biaya,
kenyamanan, dan efektivitas.
Sedangkan
dalam wikipedia dijelaskan bahwa Sistem Temu Kembali Informasi (Information
Retrieval) digunakan untuk menemukan kembali informasi-informasi yang relevan
terhadap kebutuhan pengguna dari suatu kumpulan informasi secara otomatis.
Salah satu aplikasi umum dari sistem temu kembali informasi adalah
search-engine atau mesin pencarian yang terdapat pada jaringan internet.
Pengguna dapat mencari halaman-halaman Web yang dibutuhkannya melalui mesin
tersebut.
Ada
beberapa definisi dalam sistem temu kembali informasi menurut para ahli di
bidang ilmu perpustakaan dan informasi, yaitu sebagai berikut:
1. Mooers
(1948) berpendapat bahwa Information Retrieval sendiri adalah seni dan ilmu
dalam mencari informasi pada dokumen, mencari untuk dokumen mereka sendiri,
mencari untuk metadata dengan gambaran berbentuk dokumen, atau mencari dalam
database, apakah itu hubungan database yang berdiri sendiri atau hiperteks
jaringan database seperti internet atau intranet, untuk teks, suara, gambar
atau data. Mooers (1951) juga
menjelaskan bahwa Information Retrieval adalah bidang di persimpangan ilmu
informasi dan ilmu komputer. Berkutat dengan
pengindeksan dan pengambilan informasi dari sumber informasi heterogen dan
sebagian besar-tekstual. Istilah ini diciptakan oleh Mooers pada tahun 1951,
yang menganjurkan bahwa diterapkan ke “aspek intelektual” deskripsi informasi
dan sistem untuk pencarian
2. Hougthon
(1977) menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi adalah penelusuran yang
merupakan interaksi antara pemakai dan sistem dan pernyataan kebutuhan pengguna
diekspresikan sebagai suatu istilah tertentu
3. Lancaster
(1979) mengatakan bahwa sistem temu kembali informasi tidak menginformasikan
semua isi dari subjek yang dimiliki koleksi tersebut tetapi hanya memberikan
informasi keberadaan pustaka yang mempunyai hubungan subjek seperti yang dicari
oleh pengguna.
4. Salton
(1983) secara sederhana menjelaskan bahwa temu kembali informasi merupakan
suatu sistem yang menyimpan informasi dan menemukan kembali informasi tersebut.
5. Harter
(1986) mengatakan bahwa Sistem temu-kembali informasi (Information Retrieval
System/IRS) adalah perangkat yang menghubungkan antara pemakai potensial dengan
koleksi atau kumpulan informasi.
6. Sulistyo-Basuki
(1991) mendefinisikan temu kembali informasi sebagai kegiatan yang bertujuan
untuk menyediakan dan memasok informasi bagi pemakai sebagai jawaban atas
permintaan atau berdasarkan kebutuhan pemakai.
7. Ingwersen
(1992) mengatakan bahwa sistem temu kembali informasi adalah sebuah sistem yang
dibangun melalui proses antara objek sistem, sistem setting, dan situasi yang
memungkinkan terjadinya penelusuran dan ditemukannya informasi potensial yang
diinginkan oleh penelusur informasi.
8. Tague-Sutcliffe
(1996) mengatakan bahwa IRS adalah suatu proses yang dilakukan untuk menemukan
dokumen yang dapat memberikan kepuasan bagi pemakai dalam memenuhi kebutuhan
informasinya.
9. Baeza-Bates
dan Riberto-Neto (1999) mengatakan bahwa temu kembali informasi berkaitan
dengan representasi, penyimpanan, dan akses terhadap dokumen representasi
dokumen.
10. Zaenab
(2002) menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi informasi merupakan
suatu proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah-istilah bahasa
pencarian untuk mendefinisikan dokumen sesuai dengan subjek yang diinginkan.
11. Hasugian
(2003) menjelaskan bahwa sistem temu kembali informasi pada dasarnya adalah
suatu proses untuk mengidentifikasi, kemudian memanggil (retrieval) suatu
dokumen dari suatu simpanan (file), sebagai jawaban atas permintaan informasi.
No comments:
Post a Comment